Share

Bab 4. Pertengkaran Yang Mengejutkan

Bugh! 

Tanpa Sylvia duga, Edgar melepaskan pelukannya begitu saja, dan membuatnya jatuh terduduk di lantai. Sylvia lantas memekik keras, lalu langsung melemparkan tatapan tajam ke arah pria itu.

Sia-sia saja debaran aneh yang tadi ia rasakan.

Sambil mengusap pinggangnya Sylvia berucap, “Heh! Kamu itu punya perasaan sedikit gak sih? Aku ini manusia, bukan karung beras! Seenaknya aja menjatuhkan aku begitu aja.” 

“Kamu lupa ya dengan kesepakatan kita? Tidak boleh terjadi sentuhan fisik,” ucap Edgar sambil menepuk-nepuk tangannya sendiri, seolah sedang membersihkan kotoran. 

Sylvia semakin geram melihat sikap pria itu. Dengan cepat, Sylvia bangkit dan merapikan pakaiannya sambil masih menggerutu, “Dasar pria arogan!”

“Setidaknya kamu bantuin aku berdiri,” sambung Sylvia dengan suara yang lebih pelan. 

Ia tidak mau membuat Edgar besar kepala kalau dirinya mengharapkan bantuannya. Apalagi setelah melihat pria itu keluar begitu saja dari kamar, tanpa menoleh sedikit pun ke arah Sylvia.

“Kamu mau ke mana?” tanya Sylvia.

“Kenapa? Mau mengikuti suami tampanmu ini?” Edgar malah menantang Sylvia sambil menaikan alis dan melempar senyum miring.

Beruntung, sebelum Sylvia melempar bantal ke arah pintu, pria itu sudah menutupnya lebih dulu. Sylvia mendengus kesal. Ia bukan kepo atau mau tau urusan Edgar, tapi justru ingin menyelesaikan urusan dengan pria itu secepatnya.

‘Ah, tapi aku juga malas berurusan dengannya!’ hati Sylvia menggerutu, lalu dengan cepat naik ke tempat tidur.

Ia pun menggulung tubuhnya dalam selimut dan berniat untuk tidur cepat. Acara pernikahan hari ini, walaupun singkat, tapi tetap membuatnya lelah. Daripada memikirkan si anak manja itu, lebih baik Sylvia beristirahat saja.

‘Kalau para klien atau bahkan para pesaing tau Edward mengalami kecelakaan dan belum ditemukan, mereka akan menggunakan momen ini untuk menghancurkan perusahaan kita.’

Sylvia membuka matanya ketika tiba-tiba teringat ucapan ibu mertuanya. Gara-gara sikap menyebalkan Edgar, Sylvia jadi lupa ambisi besarnya itu. Benar, ia harus membuat pria itu menjadi sosok pengganti Edward yang sempurna.

Sylvia menyibak selimut dan segera bangun dari tempat tidur. Ia membuka pintu kamar Edgar dan melihat ke kanan-kiri, mungkin saja Edgar ada di balkon tempatnya tadi.

Namun, tidak ada. Akhirnya, Sylvia menuruni anak tangga dan berniat bertanya kepada pelayan di sana. Sampai ia mendengar suara berat Edgar yang meninggi.

“Bu! Harus kubilang berapa kali, AKU BUKAN EDWARD!” 

Sylvia berhenti melangkah, tapi telinganya masih menyimak pembicaraan itu. Walaupun tertutup lemari kaca, Sylvia masih bisa melihat sosok Edgar yang duduk di sofa bersama Catherine.

Entah ekspresi apa yang ditunjukkan pria itu, tapi Sylvia bisa merasakan amarah dan rasa lelah dari suara Edgar.

“Dan aku gak mau menjadi pengganti dia lagi! Cukup dengan pernikahan ini,” lanjut Edgar.

Sylvia masih diam di anak tangga. Ia bahkan tidak berani bernapas keras, khawatir Edgar ataupun ibu mertuanya tahu keberadaannya.

“Kamu gak punya hak untuk menolak keputusan Ibu,” suara Catherine terdengar dingin.

“Ibu kenapa selalu memaksakan kehendak seenaknya? Pertama, Ibu meminta aku untuk menikahi calon istrinya Edward, sekarang Ibu meminta aku untuk menggantikan posisinya Edward di perusahaan. Apa nantinya Ibu akan memaksa aku untuk menghamili Sylvia hanya demi mendapatkan pewaris?”

Deg!

Sylvia tiba-tiba saja merasakan sesuatu menghantam dadanya cukup keras. Tanpa sadar, ia meremas pegangan tangga setelah mendengar ucapan Edgar.

“EDGAR!”

“Dengar, Bu.” Edgar berdiri dari duduknya, Sylvia bisa melihat itu. “Berhenti mengatur kehidupanku! Aku bukan Edward yang bisa Ibu setir sesukanya—”

PLAK!

Sylvia menutup mulutnya ketika mendengar suara tamparan yang keras itu. Catherine tampak sudah berdiri di depan Edgar dengan tegak. Bisa dipastikan, wanita itu pasti yang menampar anaknya.

“KURANG AJAR!” teriak Catherine. “Kamu bahkan tidak layak dibandingkan dengan Edward!”

“Oh? Kalau begitu, kenapa Ibu memintaku menggantikannya?” terdengar nada sarkas dari Edgar. “Ah, benar… karena tidak punya pilihan lain, kan, untuk menyelamatkan egomu itu.”

“Kamu akan menyesal karena tidak mendengarkan Ibu!”

“Terserah saja.”

Ketika Edgar berjalan menjauhi ruang tengah, Sylvia pun tersadar. Ia buru-buru berbalik badan dan berniat kembali ke kamar. Sampai suara Catherine kembali menghentikannya, termasuk Edgar.

“Lantas apa kamu pikir, usaha recehan kamu itu akan berhasil?” 

Sylvia berbalik badan, begitu pun dengan Edgar. “Jangan pernah Ibu meremehkan bisnisku!” ucapnya tertahan.

Catherine mendengus. “Memangnya bisa apa kamu tanpa uang dariku?” 

Tidak ada balasan dari Edgar.

“Aku bisa membuat toko barang rongsokanmu itu langsung hancur.”

Tanpa Sylvia duga, pria itu berjalan cepat menghampiri ibunya, dan berhenti tepat di depan wanita itu. Sylvia tidak bisa mendengar jelas apa yang pria itu ucapkan selanjutnya. Ia hanya sekilas mendengar soal

“….aku tidak peduli sekalipun kamu adalah Ibuku.”

Edgar kembali berbalik badan dan pergi. Namun kali ini, ia tidak pergi menuju tangga, melainkan ke luar rumah. Tidak berapa lama kemudian, terdengar suara pintu depan yang dibanting keras, diikuti oleh suara mobil yang meninggalkan pekarangan rumah.

Sylvia masih terdiam di anak tangga. Ia jadi teringat persyaratan yang Edgar berikan kemarin. Ia meminta Sylvia mendukung pendanaan dan koneksi untuk bisnis pribadinya.

‘Sebenarnya apa bisnis yang dimaksud oleh Edgar? Kenapa bisnisnya itu gak didukung oleh ibunya? Ini berbeda sekali dengan yang Edward lakukan.’

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status