Share

Bab 5. Kenapa Kau Memakai Kaca Mata Hitam?

Odelia melepaskan heels dan tasnya, lalu meletakan ke sembarangan arah. Wanita itu masuk ke dalam kamar yang sama sekali tak tertata rapi. Banyak tumpukan barang di kardus itu. Barang-barang pemberian dari mantan kekasihnya.

Ya, sebelumnya Odelia telah mengemasi barang-barang hadiah dari mantan kekasihnya. Termasuk foto-foto kenangan mereka di masa lalunya dengan sang mantan kekasih. Odelia bermaksud memasukan barang-barang itu ke dalam gudang penyimpanan barang yang sudah tak terpakai.

Odelia ingin melupakan semua kenangan-kenangan palsu itu, dan mengubur dalam-dalam semuanya. Tiga tahun Odelia habiskan waktunya hanya untuk pria pengecut yang sama sekali tak mencintainya dengan tulus.

Jika saja sejak awal Odelia tahu sifat Viktor, maka pasti Odelia tak akan membuang waktunya bertahun-tahun hanya untuk sia-sia. Rasanya Odelia ingin menertawakan kehidupannya yang amat menyedihkan ini.

Patah hati, lalu berakhir one night stand dengan CEO baru di perusahaannya.

Odelia yakin takdir sangat mengutuk kehidupannya. Mungkin di kehidupan sebelumnya, dia bukanlah wanita baik, sampai harus menderita seperti ini.

Odelia duduk bersimpuh di lantai. Satu demi satu air mata Odelia berlinang membasahi pipinya. Tatapannya teralih melihat satu fotonya dengan sang mantan kekasih yang masih terpanjang. Foto yang memperlihatkan betapa bahagianya dia.

Sayangnya, semua hanya palsu. Cinta sang mantan kekasih padanya, hanya omong kosong belaka.

Odelia mengambil foto itu dan langsung menyimpannya di dalam kardus. Dia tak mau ada satu pun barang dari mantan kekasihnya yang masih berada di kamarnya.

“Pria sialan sepertimu tidak layak untuk tetap berada di hatiku,” seru Odelia dengan berapi-api. Melupakan bukanlah hal yang mudah, namun Odelia berjanji untuk tak lagi mengingat tentang kenangan pahitnya. Dia yakin seiring berjalannya waktu, luka di hatinya akan sembuh walau itu semua tidaklah mudah.

***

Noah menatap gedung-gedung bertingkat dari dalam ruang kerjanya. Pria itu mengetuk-ngetuk meja seraya menatap lurus ke depan. Tatapan yang tersirat memiliki arti dalam.  

Sorot mata Noah tajam. Kilat matanya nampak sangat menusuk. Aura wibawa dan ketegasan amat sangat menonjol dari pria tampan itu.

“Tuan Noah?” Barney—asisten Noah—melangkah mendekat pada Noah.

Noah mengalihkan pandangannya pada sang asisten. “Ada apa?” tanyanya dingin.

“Tuan, minggu ini Anda harus ke London. Perkiraan Anda harus menetap di London selama enam bulan. Project yang kita tangani ini besar. Jadi Anda harus menetap cukup lama di sana,” jawab Barney memberi tahu sekaligus mengingatkan Tuannya pada project baru yang tengah ditangani.

“Kau minta Direktur Perwakilan menggantikanku ke London,” ucap Noah yang sontak membuat Barney terkejut.

“Tuan, Anda membatalkan ke London?”

“Ya, aku masih harus mengurus Gaston Group yang baru saja aku beli.”

“Tuan, Gaston Group bukanlah perusahaan besar. Anda tidak perlu repot untuk mengurus perusahaan itu. Biar saya saja yang menangani Gaston Group.”

“Tidak usah, aku ingin sendiri menangani Gaston Group.”

Kening Barney mengerut. “Tuan, Anda yakin?” tanyanya memasikan.

Noah mengambil vodka di atas meja, dan menyesap perlahan. “Sejak kapan aku tidak yakin dengan apa yang aku putuskan, Barney?” ujarnya membalikkan ucapan sang asisten.

Barney terdiam, lalu mengangguk sopan. “Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi. Saya akan mengatur apa yang telah Anda perintahkan.”

Noah kembali mengalihkan pandangannya menatap lurus ke depan sambil menggerak-gerakan gelas sloki di tanganya. Senyuman samar di wajahnya terlukis. Pria itu sama sekali tak mengira kalau wanita yang dia kencani adalah karyawan dari perusahaan yang nyaris bangkrut yang telah dibelinya.

Well, sejak dulu Noah tak suka memiliki hubungan dengan karyawannya, namun kali ini berbeda. Pria itu sama sekali tak tahu tentang Odelia. Yang membuat Noah sedikit tertarik pada Odelia adalah karena wanita itu patah hati sampai harus mabuk dan melupakan segala kewarasannya. Termasuk memberikan keperawanannya pada pria asing yang bahkan tak sama sekali dikenali wanita itu.

***

Odelia membenci keadaan di mana matanya sembab dan harus tetap masuk ke dalam kantor. Menangis sepanjang malam membuat mata Odelia bengkak. Terpaksa, pagi ini Odelia mendatangi kantor dalam keadaan mata yang memakai kaca mata hitam.

Sangat konyol! Tapi apa boleh buat? Jika Odelia tak memakai kaca mata hitam, bisa-bisa semua orang akan tahu kalau matanya sembab. Hal yang paling Odelia benci adalah orang iba pada kehidupannya. Odelia tak akan membiarkan orang-orang menatapnya dengan tatapan kasihan.

“Odelia? Apa kau sudah gila? Kenapa kau memakai kaca mata hitam ke kantor??” Darla dibuat takjub dengan Odelia yang memakai kaca mata hitam.

“Tadi malam aku begadang sampai membuat mataku bengkak,” dusta Odelia.

Sampai detik ini, belum ada yang tahu bahwa Odelia telah berpisah dengan kekasihnya. Odelia masih belum memberi tahu siapa pun, baik itu keluarga ataupun temannya. Alasannya, karena Odelia masih membutuhkan waktu untuk menyesuaian diri. Termasuk menenangkan hatinya yang telah patah.

Darla berdecak. “Kenapa kau harus begadang, Odelia? Ah, atau jangan-jangan—”

Perkataan Darla terhenti di kala mendengar suara langkah kaki mendekat ke arahnya dan Odelia. Refleks, Odelia dan Darla mengalihkan pandangannya pada suara langkah kaki yang mendekat ke arah mereka.

“S-selamat pagi, Tuan Danzel.” Darla segera menyapa Noah dengan sopan dan gugup.

“Selamat pagi, Tuan Danzel.” Odelia menundukan kepalanya di kala melihat Noah datang. Odelia harus membiasakan diri untuk selalu bertemu dengan pria itu. Keadaan yang memaksanya untuk menerima.

Noah menatap Odelia yang memakai kaca mata hitam. “Apa ruangan ini terlalu silau untukmu, Nona Jackson?”

Odelia panik dan gugup. “T-tidak, Tuan. T-tadi malam saya begadang sampai membuat mata saya bengkak. Maaf, saya memakai kaca mata di ruangan.” Odelia berbicara dengan formal meski kegugupan sedikit melanda. Lebih tepatnya, wanita itu sangatlah panik, karena takut Noah tahu matanya sembab akibat menangis.

Sial! Akibat dirinya mabuk, sampai menyebut nama Viktor, dan akhirnya Noah menjadi tahu bahwa dirinya adalah wanita korban dari patah hati.

Noah diam mengamati wajah Odelia. Meski memakai kaca mata hitam, tapi Noah sedikit bisa melihat bahwa benar mata Odelia sembab. Senyuman di wajah Noah pun terlukis samar. Pria itu tahu alasan kenapa mata Odelia sembab. Begadang hanyalah alasan. Noah bukan orang bodoh yang mampu ditipu oleh Odelia dengan mudah.  

Odelia meremas pelan kedua tangannya, akibat gugup Noah terus menatapnya seperti tersangka pembunuhan. Berkali-kali Odelia membenarkan posisi kaca matanya. Demi Tuhan! Odelia mengumpati dirinya yang semalaman menangis. Dia lupa kalau besoknya masih bekerja. Alhasil matanya sembab. Oh, astaga. Odelia rasanya ingin pindah ke planet lain yang mana tak bertemu dengan Noah Danzel.

“Darla, apa laporan keuangan yang aku minta sudah kau siapkan?” Noah mengalihkan pandangannya pada Darla, tanpa menjawab penjelasan Odelia.

“Sudah, Tuan. Saya sudah siapkan laporan keuangan yang Anda minta. Sekarang laporan keuangan itu ada di atas meja kerja Anda,” jawab Darla sopan.

Noah mengangguk singkat, tanpa mengatakan apa pun, Noah melangkah pergi meninggalkan Odelia dan Darla. Namun seketika langkah pria itu terhenti sebentar.

“Odelia, berikan aku laporan bulananmu sore ini,” ucap Noah dingin dan tegas.

Odelia mengangguk cepat. “B-baik, Tuan Danzel. Sore ini saya akan memberikan laporan yang ada minta.”

Noah melanjutkan langkahnya, masuk ke dalam ruang kerjanya.

Darla mendesah lega di kala Noah sudah pergi. “Oh, God. Tuan Noah Danzel itu tampan sekali, Odelia. Jantungku selalu berdetak kencang setiap kali berada di dekatnya.”

Odelia memutar bola matanya malas. “Kalau jantungmu tidak berdetak, kau pasti mati, Darla.”

Darla mendengkus tak suka. “Bukan itu maksudku, Odelia. Ck. Kenapa kau begitu saja tidak paham? Memangnya kau tidak kagum pada CEO baru kita?”

No, aku sama sekali tidak kagum,” ketus Odelia. Jangankan kagum, melihatnya saja dirinya tak mau. Walau harus Odelia akui Noah sangatlah tampan, tapi tetap saja dia tak akan kagum pada pria menyebalkan itu.

“Ah, iya, kau sudah memiliki Viktor,” kekeh Darla menggoda Odelia sengaja.

“Aku ingin masuk ke ruang kerjaku. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan.” Odelia melangkah meninggalkan Darla yang masih bergeming di tempatnya. Jika sudah pembahasan tentang Viktor, maka sudah pasti Odelia memilih untuk menghindar.

Darla mendecakkan lidahnya pelan di kala Odelia pergi meninggalkannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status