Share

Pagi di Udara Dingin

Author: THANISA
last update Last Updated: 2025-10-31 21:00:54

Udara pegunungan terasa segar pagi itu. Kabut tipis menari di sela pepohonan pinus, dan cahaya matahari menembus lembut jendela besar mansion baru keluarga Santiago.

Aroma kopi hangat dan roti panggang memenuhi dapur yang luas.

Elera berdiri di meja dapur, rambutnya diikat asal dengan celemek bergambar singa kecil di depan dada. Di kursi bar, Kai duduk santai—atau lebih tepatnya berusaha santai—dengan perban masih melingkari pinggangnya.

“Kau tahu, pasien pascaoperasi seharusnya tidak ikut bikin sarapan,” kata Elera tanpa menoleh.

Kai meneguk kopinya dengan gaya paling tak berdosa di dunia. “Aku tidak bikin sarapan. Aku cuma mencicipi. Untuk memastikan gizinya seimbang.”

“Untuk memastikan gula darahku naik karena kesal, maksudmu.”

Elera melemparkan potongan roti ke arahnya. Kai dengan refleks menangkis—dan langsung meringis. Luka di perutnya masih belum sepenuhnya sembuh.

Dari ruang tengah, tawa kecil menggema. Alva sedang berlarian dengan pakaian tempur mini, membawa pedang mainan da
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Di Balik Senja

    Matahari mulai turun perlahan di balik pegunungan. Cahaya keemasan menyapu jendela besar mansion itu, membuat seluruh ruang keluarga terasa hangat dan damai. Untuk pertama kalinya setelah berhari-hari penuh kewaspadaan, suasana di rumah itu tampak… normal.Kai duduk di teras belakang, selimut menutupi kakinya, sementara Alva duduk di sebelahnya dengan papan strategi kecil di pangkuan. Di hadapan mereka, bayi kembar tertidur pulas di kereta dorong, wajah mereka tenang seperti tak ada dunia di luar sana yang bisa menyentuh.“Kau tahu,” kata Kai sambil tersenyum, “kalau mereka besar nanti, aku yakin mereka akan jadi lebih cerdas dari ayahnya.” Alva terkikik. “Tapi nggak bisa ngalahin Papa main strategi!” Kai mencondongkan tubuh, pura-pura berbisik, “Kalau kau di timku, kita pasti menang.”Alva menatapnya penuh semangat, lalu berlari ke dalam rumah sambil berteriak, “Papa! Paman Kai ngajak latihan perang lagi!”Elera muncul dari dapur, membawa nampan teh. Rambutnya dibiarkan terurai so

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Pagi di Udara Dingin

    Udara pegunungan terasa segar pagi itu. Kabut tipis menari di sela pepohonan pinus, dan cahaya matahari menembus lembut jendela besar mansion baru keluarga Santiago.Aroma kopi hangat dan roti panggang memenuhi dapur yang luas.Elera berdiri di meja dapur, rambutnya diikat asal dengan celemek bergambar singa kecil di depan dada. Di kursi bar, Kai duduk santai—atau lebih tepatnya berusaha santai—dengan perban masih melingkari pinggangnya.“Kau tahu, pasien pascaoperasi seharusnya tidak ikut bikin sarapan,” kata Elera tanpa menoleh.Kai meneguk kopinya dengan gaya paling tak berdosa di dunia. “Aku tidak bikin sarapan. Aku cuma mencicipi. Untuk memastikan gizinya seimbang.”“Untuk memastikan gula darahku naik karena kesal, maksudmu.”Elera melemparkan potongan roti ke arahnya. Kai dengan refleks menangkis—dan langsung meringis. Luka di perutnya masih belum sepenuhnya sembuh.Dari ruang tengah, tawa kecil menggema. Alva sedang berlarian dengan pakaian tempur mini, membawa pedang mainan da

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Di Antara Tawa dan Bayangan

    Hari-hari di mansion baru itu terasa seperti kehidupan kedua.Tak ada suara sirene, tak ada langkah tergesa penjaga yang panik—hanya suara tawa anak-anak, deru angin di taman belakang, dan aroma kue yang baru keluar dari oven.Kai sudah mulai berjalan tanpa tongkat sekarang. Setiap pagi, Alva akan menunggunya di teras sambil membawa dua cangkir kecil berisi teh—satu untuk “Paman Kai yang berani,” dan satu untuk dirinya sendiri.“Cepat, Paman, hari ini kita latihan strategi lagi!” seru Alva, wajahnya berseri-seri.Kai terkekeh, duduk di samping bocah itu. “Kau ini calon jenderal atau pengusaha kue, hm?”“Dua-duanya,” jawab Alva dengan bangga. “Papa bilang orang cerdas harus bisa memimpin perang dan pesta ulang tahun.”Kai tertawa sampai matanya menyipit, lalu menepuk kepala Alva pelan. “Leon benar. Tapi jangan lupakan satu hal—pemimpin sejati juga harus tahu kapan harus istirahat.”“Kayak Paman Kai sekarang?”Kai tersenyum. “Persis.”Dari jendela dapur, Elera memperhatikan keduanya den

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Sinyal di Tengah Kabut

    Malam itu, mansion di pegunungan seolah terisolasi dari dunia.Api di perapian berderak lembut, memantulkan cahaya ke wajah Kai yang sedang memangku salah satu bayi di kursi panjang. Alva tertidur di lantai, berselimut tebal, sementara Elera duduk di samping mereka dengan secangkir teh di tangan.“Dia mirip kamu,” kata Elera pelan, menatap bayi yang tertidur di pelukan Kai.Kai terkekeh kecil, matanya hangat. “Kalau mirip aku, artinya dia akan keras kepala.”Elera menatapnya sebentar, lalu tersenyum samar. “Bagus. Dunia ini tidak ramah untuk anak yang penurut.”Keheningan kembali turun. Hanya suara lembut malam, dan angin gunung yang menggesek dedaunan di luar jendela besar.Di ruang kontrol lantai bawah, Leon menatap deretan layar holografik yang menampilkan perimeter keamanan mansion. Matanya yang tajam memantul cahaya biru sistem digitalnya.Semua normal. Hening.Namun sesuatu di dalam dirinya terasa janggal. Terlalu hening.Ia mengetik beberapa perintah, meninjau ulang log keamana

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Uji Coba

    Sirene darurat meraung lembut, bergema di seluruh rumah. Lampu merah di dinding menyala berkedip, memantulkan bayangan wajah tegang ke seluruh ruang bawah.“Pos tiga hilang sinyal,” lapor Dante cepat sambil menatap monitor cadangan yang baru aktif. “Mereka berhasil jamming sebagian sistem keamanan, tapi belum menembus pintu utama.”Leon berdiri tegak di tengah ruangan. Suaranya tenang, tapi setiap kata terasa seperti perintah. “Aktifkan sistem manual. Kunci perimeter dan kirim sinyal ke unit luar.”Kai, meski belum pulih sepenuhnya, bergerak ke konsol medis yang juga berfungsi sebagai stasiun darurat. Jemarinya menari cepat di layar sentuh. “Sistem medis dan cadangan daya siap. Jalur oksigen aman.”“Elera, bawa bayi-bayi dan Alva ke ruang aman,” kata Leon tanpa menoleh.Elera menatapnya sejenak, lalu mengangguk. Tidak ada bantahan. Dalam situasi seperti ini, semua tahu siapa yang memimpin. Dia mengangkat dua boks kecil dan menggandeng Alva yang sudah mulai panik.“Tante, apa yang terj

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Pagi yang Terlalu Tenang

    Cahaya pagi masuk lewat jendela besar, menimpa ruang makan yang dipenuhi aroma kopi dan suara sendok kecil beradu dengan cangkir.Elera sibuk menyiapkan bubur bayi di dapur, sementara Maya membantu Alva menyiapkan kotak bekalnya.Kai sudah bisa berjalan lebih stabil, meski masih mengenakan sabuk penopang di perut. Ia duduk di meja, membaca laporan kesehatan dari tablet medis—tapi setiap dua menit, perhatiannya teralihkan oleh suara tawa kecil di ruang sebelah.“Papa, lihat! Dia genggam jariku!” seru Alva dengan suara penuh takjub.Leon menatap dari kursinya, wajah kerasnya melunak saat melihat bayi perempuannya—si kecil Lyra—memegang jari Alva dengan genggaman mungil tapi kuat. Di sebelahnya, bayi laki-laki, Lysander, tertidur dengan wajah tenang seperti salinan mini dirinya.Kai melirik pemandangan itu, tersenyum kecil. “Kalau nanti besar, mereka akan jadi masalah besar untuk dunia.”Elera menatapnya sekilas, senyum lembut di wajahnya. “Kalau mereka meniru sifat keras kepala kalian s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status