Share

Adit dituduh

Author: Risya Petrova
last update Huling Na-update: 2025-08-17 22:46:01

Rooftop kantor MIMPI MEDIA terasa sepi. Angin pagi berembus ringan, membawa aroma dingin bercampur samar wangi cat dinding yang baru mengering. Dari ketinggian itu, Adit bisa melihat jalanan ibu kota mulai padat, deru kendaraan bersahutan bagai orkestra kehidupan yang tak pernah berhenti.

Ia duduk di kursi besi yang menghadap ke pagar pembatas, menunduk sambil memegangi ponselnya. Nafasnya berat, pikirannya kalut. Wajah Bu Rini dan tatapan tajam Lala masih terbayang jelas di kepalanya. Seolah-olah mereka menuduhnya diam-diam, padahal Adit sendiri sama sekali tidak mengenal sosok Aji.

Belum sempat ia mencari kontak Sarah di layar, dering telepon masuk. Nama itu muncul begitu saja—Sarah. Jantung Adit berdegup lebih cepat. Ia buru-buru menekan tombol hijau dan menempelkan ponsel ke telinga.

“Halo, Sarah ….” Suaranya serak, nyaris tenggelam oleh desir angin.

Di seberang, suara Sarah terdengar lirih namun penuh kecemasan. “Gimana di sana? Apa yang terjadi? Kenapa Yuli memintamu datang pada
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Ingin bercinta dengan Bela

    Ketika Adit berada di ruangan Yuli, di waktu yang sama pula, di dalam kamar yang cukup luas, suara dentuman playstasion dari televisi terdengar mengisi ruangan. Hardian duduk di ranjang, kedua kakinya tetap lurus, dan joystick di tangannya, sementara Bela duduk bersila di sampingnya. Tawa mereka pecah ketika karakter yang dikendalikan Bela jatuh ke jurang dalam permainan.“Ya ampun, Bel, kamu itu refleksnya lambat banget!” Hardian menepuk paha sambil tertawa terbahak.Bela mencebik, lalu merebut joystick dari tangannya. “Hei, jangan ngeledek. Aku tadi cuma nggak siap aja. Coba sekarang, aku pasti bisa menang.”Hardian mengangkat tangan tanda menyerah. “Oke, oke. Tunjukin kemampuanmu.”Permainan berlanjut, dan benar saja, Bela kali ini lebih fokus. Setiap gerakannya cepat dan tepat. Hardian sampai ikut bersorak setiap kali Bela berhasil mengalahkan musuh. Mereka tertawa, saling ejek, lalu terdiam sejenak saat layar game menampilkan kemenangan Bela.“Liat? Aku bilang apa, aku bisa menan

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Digoda Yuli

    Ruang kerja yang luas ini terasa ramai dengan bunyi ketikan keyboard dan dentingan notifikasi email. Aroma kopi instan bercampur pendingin ruangan yang dingin menusuk. Meski pikirannya masih dibayangi percakapan pagi tadi dengan Sarah, Adit memaksa dirinya untuk fokus pada layar laptop. Ia mengetik laporan media partnership, berusaha menenggelamkan keresahan di balik rutinitas.Namun ketenangan itu pecah ketika sebuah suara berat memanggil dari samping. “Dit, lu dipanggil sama Yuli.”Adit menoleh. Anton berdiri dengan map di tangan, wajahnya datar tapi terdengar sedikit ragu. Lalu buru-buru meralat, “Eh, maksud gue, Bu Yuli.”Adit mengerjap. “Sekarang?” tanyanya dengan nada tak yakin.Anton mengangguk singkat. “Iya. Katanya penting.”Percakapan singkat itu tak luput dari pengamatan seseorang. Erni, yang duduk beberapa meja di belakang, sempat menoleh dari layar komputernya. Senyum sinis merekah di wajahnya, tatapan penuh sindiran.‘Yuli … Yuli. Masih aja kamu penasaran sama Adit,’ b

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Adit dituduh

    Rooftop kantor MIMPI MEDIA terasa sepi. Angin pagi berembus ringan, membawa aroma dingin bercampur samar wangi cat dinding yang baru mengering. Dari ketinggian itu, Adit bisa melihat jalanan ibu kota mulai padat, deru kendaraan bersahutan bagai orkestra kehidupan yang tak pernah berhenti.Ia duduk di kursi besi yang menghadap ke pagar pembatas, menunduk sambil memegangi ponselnya. Nafasnya berat, pikirannya kalut. Wajah Bu Rini dan tatapan tajam Lala masih terbayang jelas di kepalanya. Seolah-olah mereka menuduhnya diam-diam, padahal Adit sendiri sama sekali tidak mengenal sosok Aji.Belum sempat ia mencari kontak Sarah di layar, dering telepon masuk. Nama itu muncul begitu saja—Sarah. Jantung Adit berdegup lebih cepat. Ia buru-buru menekan tombol hijau dan menempelkan ponsel ke telinga.“Halo, Sarah ….” Suaranya serak, nyaris tenggelam oleh desir angin.Di seberang, suara Sarah terdengar lirih namun penuh kecemasan. “Gimana di sana? Apa yang terjadi? Kenapa Yuli memintamu datang pada

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Siapa yang tau

    Adit melangkah cepat keluar dari lift. Sepatu kets warna putihnya menapak di lantai marmer koridor, meninggalkan gema samar. Jam digital di dinding menunjukkan pukul 07.15 pagi—terlalu awal bagi sebagian besar karyawan MIMPI MEDIA untuk tiba di kantor. Koridor panjang gedung itu masih sunyi, hanya beberapa cleaning service yang sibuk mengelap kaca dan meja kerja.Di tangannya, Adit masih menggenggam ponsel. Pesan singkat dari Yuli yang masuk setengah jam lalu terus terngiang. "Cepat menghadap ke ruanganku, saat kamu sudah sampai kantor."Tidak ada tambahan penjelasan lain. Nada pesan itu singkat, lugas, tapi cukup untuk membuat dada Adit terasa berat. Setengah hatinya berkata, sebetulnya Yuli hanya ingin cari gara-gara dengannya dan Sarah, seperti biasanya.Sampai di depan pintu ruang direktur, Adit mengetuk dua kali. Tok … tok .…Dari dalam terdengar suara Yuli, tegas namun tenang. “Masuk.”Adit mendorong daun pintu kayu besar itu perlahan. Begitu melangkah masuk, pandangannya lang

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Jujur lebih baik dari pada dusta yang manis

    Aroma kopi panas yang baru diseduh memenuhi udara, berpadu dengan wangi roti bakar yang gosong tipis di bagian pinggirnya. Mbak Wati menata tumpukan roti yang sudah ia olesi selai stroberi dan taburan keju parut di atas piring porselen biru besar, lalu menaruhnya di meja makan. Sementara itu, segelas susu murni hangat sudah lebih dulu tersedia, uapnya mengepul lembut di udara.“Bu Sarah, sarapan sudah siap,” ucap Mbak Wati dengan nada sopan, tangannya menunjuk piring besar di meja.Sarah menoleh sekilas, lalu mengangguk pelan. “Iya, terima kasih, Mbak.”Namun netranya tidak benar-benar melihat makanan itu. Tatapannya menembus roti dan segelas susu di depannya, menarawang jauh. Kepalanya masih penuh dengan bayangan wajah Damar beberapa menit lalu—pucat, gugup, bergetar. Fakta yang hampir tak bisa ia sangkal lagi: sifat asli lelaki itu memang sebusuk yang ia duga beberapa waktu belakangan ini.‘Jadi benar … feeling Bela tidak salah. Sponsor di panti itu … mungkin memang Damar.’Sarah m

  • Terjerat Pesona Mama Temanku   Damar mulai was-was

    “Apa maksudmu?” tanya Damar lirih. Wajahnya mendadak pucat, datar tapi jelas terguncang. Matanya menatap Sarah tanpa berkedip, seolah mencari celah untuk memahami seberapa jauh perempuan itu tahu.Sarah tidak langsung menjawab. Ia hanya berdiri tegak, menatap balik dengan sorot mata dingin. Hening menggantung di antara mereka, menebal seperti kabut yang menutup pandangan. Sesekali Sarah bisa melihat rahang Damar mengeras, giginya bergemeletuk menahan sesuatu—marah atau cemas, ia tidak tahu pasti.Detik berjalan lambat. Kebisuan itu nyaris membuat Sarah sendiri kehabisan napas. Ia tahu ia sedang bermain api, tapi juga sadar, ini satu-satunya cara untuk melihat retakan di balik topeng Damar.Dan saat ini adalah waktu yang tepat untuk melihat wajah asli Damar. Pria yang selama ini tinggal satu atap dengannya selama dua puluh satu tahun, tapi tak secuil pun sifat aslinya yang ia ketahui.Ketukan pintu diiringi suara lembut seorang perempuan memecah ketegangan. “Selamat pagi ….”Sarah da

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status