Share

6 Tahun Lalu

6 Tahun lalu

Sebegitu parahnya Fio menghindari hubungan romantisme dengan para pria. Padahal ada banyak pria yang coba mendekatinya. Bagaimana tidak, Fio seorang dokter muda, cerdas, cantik, seksi, berbakat, dan yang pasti high quality jomblo. Bohong besar jika ada pria normal menatap Fio lalu berkata bahwa dia tidak tertarik.

Fio punya auranya sendiri. Walau dalam keadaan kesal atau marah pun wajahnya tetap menawan, apalagi jika dalam keadaan emosi yang sangat baik, auranya jadi begitu memikat. Fio adalah target incaran para pria, para dokter dan hampir semua staff di Prince University tempatnya bekerja kenal siapa dia. Dan uniknya para pasien juga mengenal Fio, bahkan yang bukan pasien Fio pun bisa mengenalnya. Tak hanya kecantikan dan keterampilan Fio yang memikat namun juga keramahannya yang luar biasa. Dia memang bukan tipe perempuan yang sombong setelah terkenal. Banyak pasien pria yang coba mengambil hatinya, mulai dari yang hanya modal mulut dengan ngegombalin Fio, sampai yang bener-bener gila dengan kirim barang-barang mewah ke tempat prakteknya.

Pernah suatu ketika seorang pasien mengirim 1 buket besar bunga mawar putih disertai dengan hadiah sebuah jam merek rolex limited edition. Gilanya Fio langsung meminta si kurir membawa pulang semua pemberian itu bahkan memberi note tambahan di kartu ucapannya bahwa dia tidak tertarik pada si pengirim bunga dan hadiah itu. Memang Fio ini luar biasa, dia selalu menutup diri dari hubungan romantis dengan pria manapun. Semua ini terjadi karena seorang pria dari masa lalu Fio yang bernama Bramandi Haris.

*Flashback On

6 tahun yang lalu

Jakarta - Sabtu,14 Februari - 06.00 ;

Honolulu - Jumat, 13 Februari - 13.00

Fio berjalan gontai menuju ruangan Co-Ass berkumpul. Waktunya pergantian shift masih 1 jam lagi, tapi mata Fio sudah terasa sangat berat. Tadi malam banyaknya pasien darurat begitu menyiksanya. Saat memasuki ruangan yang tampak kosong terdengar suara dering dari ponsel Fio. Dari nada deringnya sudah jelas panggilan masuk itu dari tunangannya tercinta.

"Moning beb. Happy valentine's day." Ucap Bram dari seberang panggilan telephone.

"Hai bi. Happy valentine's day juga ya." Ucap Fio mencoba semangat.

"Udah ganti shift?"

"Masih 1 jam lagi sih."

"Terus kenapa suaranya gitu? Are you okey?"

"Aku cuma kecapean aja kok sama agak sedikit pening kepalanya. Semalam pasien daruratnya lagi lumayan banyak, mana semalam ada kecelakaan beruntun juga." Keluh Fio kada Bram

"Tapi semua okey kan?"

"Okey kok."

"Jam berapa pulang ke apartemen?"

"Jam delapanan paling baru nyampe. Tadi udah lunch?"

"Udahlah, disini semua serba disiplin beb. Jadi semua sudah terjadwal."

"Iya deh. Kamu udah beberapa lama nggak pulang rumah bi? Masih betah tinggal di asrama?"

"Ya di asrama kan banyak temennya beb. Kalau di rumah ada siapa coba. Kamu sih diajakin pindah kesini susah banget." Ucap Bram

"Ya sayang aja bi, tinggal sedikit lagi kok sekolah aku beres. Abis itu aku susulin kamu deh."

"Janji yah?"

"Janji." ucap Fio yang tanpa sadar mengangkat jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf V.

"Kebetulan besok aku kan libur, paling mau balik rumah trus beres-beres rumah. Senin baru balik ke asrama lagi."

"Okey deh. Nanti kalau sempet video call yah bi. I miss you so much."

"Miss you too beb. Gini ni resiko LDR mana beda waktunya banyak lagi."

"Sabar ya, bentar lagi aku pasti susulin kamu kok. Ya udah aku beresin pergantian shift dulu yah. Kontak aku nanti malam ya bi."

Bram dan Fio sudah 1 tahun bertunangan. Pacaran jarak jauh yang dijalani mereka selama 4 tahun belakangan memang tergolong berat. Jarak dan waktu memisahkan mereka dimana Fio di Jakarta sedangkan Bram ada di Hawaii waktunya pun berbeda 17 jam. Selain itu juga profesi mereka yang berbeda jauh. Fio yang masih dokter muda, sedangkan Bramandi Haris adalah seorang tentara amerika berpangkat letnan pertama, statusnya sebagai pemegang green card di dapat dari pernikahan pertamanya dengan perempuan berwarga negara Amerika. Latar belakang Bram yang seorang duda tidak jadi masalah buat Fio yang masih gadis. Mereka berdua memutuskan untuk menjalin hubungan sejak pertama kali Bram harus tugas lapangan ke Irak. Mereka bisa bertahan menjalani cinta yang begitu lama karena Fio yang terlalu cinta Bram.

**

Jakarta- Sabtu,14 Februari - 12.30 ;

Honolulu - Jumat, 13 Februari - 19.30

Laptop Fio menyala, menampilkan wajah tampan Bram di seberang sana. Senyum Lebar Bram sungguh menenangkan hati Fio. Rasanya tak pernah ada ragu untuk pria yang sudah menemaninya selama 4 tahun belakangan.

"Hai beb."

"Hai bi. Ehem... gantengnya tunangan aku, abis mandi ya..."

"Iyalah, sayangnya siapa dulu."

"Sampai rumah jam berapa?"

"Jam 6 sore tadi sudah sampai terus beres-beres dulu."

"Weisss... Rajinnya..."

"Oya beb, kira-kira kamu kapan bisa nyusul aku ke sini?"

"Aku studi tinggal 6 bulan lagi kok, abis itu aku bisa susulin kamu. Kenapa?"

"Gimana kalau kita langsung nikah aja? Aku udah nggak sabar biar bisa cepet nikah sama kamu."

"Okey, kita bilang papi mami dulu ya. Walaupun pernikahan itu kita yang putuskan tapi seenggaknya biar mereka tau juga bi."

"Okey, aku bakal siapin semuanya buat kita."

"Iya, apapun yang kamu mau, aku akan turutin."

"Wah, nggak sabar aku."

"Eh beb, nanti aku kontak kamu lagi ya. Kelihatannya ada yang datang didepan rumah deh."

"Okey, Love you bi."

"Love you too beb."

Pernikahan impian, di Hawaii, bersama dengan seseorang yang sangat kamu cintai, itu mungkin juga jadi impian banyak perempuan. Fio sudah membayangkan betapa indahnya pernikahan mereka nanti. Tapi tampaknya impian akan sekedar jadi impian bagi Fio.

Jakarta- Sabtu,14 Februari - 18.00 ;

Honolulu - Sabtu, 14 Februari - 01.00

Ponsel Fio berdering, saat dirinya sedang dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Hari ini adalah jadwalnya shift malam lagi. Dia tau dari nada deringnya itu dari Bram. Dia melihat jam menunjukkan pukul 6 sore di Jakarta artinya ini jam 1 malam di Hawaii.

"Kenapa Bram menghubunginya tengah malam?" Pikir Fio, perasaannya tak enak dan jantungnya tiba-tiba berdebar kencang."

Saat hendak diangkat panggilannya terhenti. Fio mulai berpikir apakah ada suatu hal yang terjadi pada Bram. Dia segera melajukan mobilnya memasuki parkiran mobil di rumah sakit tempatnya bertugas. Setelah memarkirkan mobilnya, dia mengambil ponselnya hendak menghubungi Bram, namun panggilan dari Bram lebih dulu masuk ke ponsel Fio.

"Hallo bee. Kenapa telepon malam-malam? Kamu baik-baik aja kan." Seru Fio panik.

"I'm fine Fi."

"Fi?" tanya Fio bingung karena Bram tidak pernah memanggil nama Fio sejak mereka pacaran hingga saat ini.

"Kamu kenapa sih bi?"

"Ehm... Aku mau bicara serius tentang hubungan kita." Ucap Bram dengan suara bergetar

"Hubungan kita? Ada apa sama hubungan kita?"

"Fi, keliatannya kita nggak bisa sama-sama lagi."

"Heii bi... Kamu ngomong apa sih?"

"Aku mau kita putus Fi."

"Wait, kamu ngigau ya bi? Come on, jangan bercanda dong. Tadi kita baik-baik aja kok. Aku udah mau mulai shift malam juga nih."

"Aku nggak bercanda. Kita nggak bisa sama-sama lagi. Aku mau kita putus." Seru Bram dengan nada lebih tinggi

"Bi..." panggil Fio memelas

"Jangan hubungi aku lagi Fi. Hubungan kita cukup sampai disini."

"Apa kamu bilang?! Kenapa kamu mau putus hah?! Kasih aku penjelasan Bramandi Haris!!" Teriak Fio penuh emosi, kepalanya mendadak pusing, pandangannya kabur, dan nafasnya tersengal-sengal, tapi dia tetap bertahan untuk mendengar penjelasan Bram."

"Maaf Fi, beberapa bulan ini aku sudah bohong sama kamu." Ujar Bram mengakui perbuatannya.

"Kamu bohong apa sama aku?"

"Aku... Aku... Aku..."

"Kamu kenapa? Jawab Bram..!!! Jangan buat aku gila gini!" Teriak Fio frustasi.

"Aku… Aku sudah menikah 3 bulan lalu dengan wanita pilihan papiku."

"Apa kamu bilang?"

"Fiona aku sudah menikah 3 bulan lalu dengan wanita pilihan papiku!"Seru Bram tak kalah frustasi

"Jadi selama beberapa bulan ini kamu nggak pulang karena?"

"Itu alasanku saja tak mau pulang kerumah, dan memilih untuk tinggal di asrama. Aku tidak mau kamu tau bahwa aku sudah punya istri." Ucap Bram yang benar-benar membuat hati Fio tersayat-sayat.

"Okey cukup. Kamu bisa hentikan panggilan ini sekarang. Aku sudah cukup mendengar pengakuanmu. Berhenti menghubunginya dan tinggalkan dia mulai sekarang. Aku tidak suka ada perempuan lain diantara kita. Mengerti kamu Bram?" Terdengar suara perempuan yang diyakini Fio adalah istri Bram. Dan nampaknya istri Bram berada tak jauh darinya sambil mendengar semua percakapan mereka karena suaranya terdengar dengan jelas di telinga Fio.

"Maaf kan aku Fi. Kamu tau perasaanku yang sebenarnya, jadi maafkan aku." Ucap Bram langsung mematikan panggilan.

"Bram... Bram! Bram!!!!" Teriak Fio kencang, lantas dengan penuh emosi membanting ponselnya kuat - kuat, hingga layarnya menyala dan menampilkan foto mereka berdua saat liburan di Florida dengan layar yang sudah retak.

Fio benar-benar hancur. Hatinya remuk, benar-benar sakit. Rasanya ingin dirinya meninggalkan rumah sakit dan pergi jauh entah kemana. Pikirannya benar-benar kacau saat ini, tubuhnya terguncang, kepalanya berdenyut, nafasnya memburu, hingga menimbulkan suhu tubuhnya naik beberapa derajat.

Kewarasannya hampir memudar hingga wajah Ipeh nampak di jendela samping mobilnya dan mengetuk jendela itu. Walaupun saat ini Fio membutuhkan sahabatnya, namun dia juga tak mau sahabatnya itu menjadi cemas jadi perlahan Fio membuka jendela itu.

"Napa lo wak?" Ucap Ipeh yang sadar sesuatu sedang terjadi pada sahabatnya. Fio tak menjawab dan hanya menatap Ipeh lekat dengan mata masih berkaca-kaca.

Perlahan Ipeh membuka pintu mobil Fio lalu menundukkan kepala dan langsung memeluk Fio. Tangis Fio langsung pecah begitu tubuhnya merasakan dekapan Ipeh. Ipeh tak berani menanyakan apapun karena Fio sudah menangis sejadi-jadinya. Mendengarkan tangis Fio membuat hati Ipeh terasa begitu miris. Dia yakin sesuatu terjadi pada sahabatnya, ditambah lagi ketika dia melihat ponsel Fio menyala dengan layar yang sudah retak.

Perlahan, Fio mulai berhenti menangis walaupun pandangannya masih kosong. Ipeh menyadari bahwa pikiran Fio sedang tidak ada disini dan entah melayang kemana.

"Lo nggak ijin sakit aja ya wak. Nanti gue yang maintain ijinnya ke Dr. Anjar."

"Nggak bisa, hari ini gue harus ketemu Dr. Anjar. Susah mau ketemu dia." Ucap Fio sambil menghapus air matanya.

"Lo yakin Fi? Tapi badan lo agak demam Fi." Ujar Ipeh menyentuhkan tangannya di kening Fio.

"gue yakin. Tunggu bentar ya, gue benerin make up dulu." Ucap Fio mengambil tisu basah membersihkan sisa air matanya, lalu menaburkan bedak tipis untuk menutupi bengkak di matanya. Ipeh hanya menganggukkan kepala dan dengan setia menunggui Fio.

Malam itu Ipeh tak meninggalkan Fio sama sekali. Dia takut sesuatu yang buruk terjadi pada Fio, selai itu karena malam ini mereka berjaga di ICU. Tiba-tiba terdengar bunyi dari monitor hemodinamik dan saturasi salah satu pasien yang ada di dalam ruang ICU. Suara berisiknya membuat kesadaran Fio kembali dan bergegas menyusul para perawat yang sudah lebih dulu berlari.

"Pasien henti jantung." Ucap seorang perawat.

"Fio naik lakukan CPR." Seru Dr. Anjar memerintahkan Fio yang ada dibelakangnya.

"Siap dok." Ucap Chacha langsung naik keranjang dan kemudian melakukan CPR (atau RJP - Resusitasi Jantung Paru - menekan dada untuk memompa jantung agar mengalirkan darah ke seluruh tubuh.) dengan sungguh-sungguh.

"PEA (Pulseless Electrical Activity - irama jantung ada tapi nadi tidak teraba) " Seru Ipeh

"Suntik Epifrin 10ml. DC Shock 200 joule."

"DC Shock Ready"

"All Clear." Seru Dr. Anjar meminta semua menjauh

"Clear" Seru semua orang

"Shock" 

"Lanjut CPR." Ucap Dr. Anjar. Fio segera naik kembali, berusaha sekuat tenaga mengembalikan detak jantung pasien tersebut.

"Balik, ayo balik.. Jangan sekarang, please balik.." gumam Fio disela melakukan CPR.

Fio dan bersama dengan Dr. Anjar dan perawat yang lain sudah berusaha semaksimal mungkin berulang kali melakukan CPR dan DC shock namun tak membuahkan hasil.

"Fio, cukup." Ucap Dr. Anjar meminta Fio menyerah. Tubuh Fio penuh dengan keringat, matanya mulai basah menghadapi kasus kematian pertamanya.

"Pasien atas nama Munjaeri usia 64 tahun, waktu kematian 11.54." lanjut dr. Anjar mengumumkan waktu kematiannya.

Para perawat bergegas melepas alat-alat yang menempel di tubuh pasien lalu menutupinya dengan kain putih. Dr. Anjar berjalan ruang tunggu pasien untuk menemui keluarga pasien dan  memberitahukan kematian pasien. Fio berjalan keluar dari ruang ICU bersama Ipeh dengan gontai, matanya sudah basah, tubuhnya lelah, pikirannya kacau, hatinya sakit luar biasa karena putus cinta sekaligus kehilangan nyawa pasien. Hingga begitu sampai di luar ruang ICU tiba- tiba Fio merasakan tubuhnya ringan, semuanya tampak berputar lalu gelap.

*Flashback Off

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status