Share

Kamu lagi?!!

Kamu lagi?!

Waktu menunjukkan pukul 8 malam saat Matty tiba di rumah sakit melalui pintu lobby. Kepala security yang sudah lama mengenal Matty segera menundukkan kepalanya sedangkan Matty hanya meresponnya dengan tersenyum singkat.

"Siapa ndan?" Tanya seorang staf security bernama Agung yang baru bergabung sebagai security di rumah sakit Prince University.

"Anak yang punya rumah sakit ini." Jawab kepala security yang sudah berumur itu.

"Ooo.. heeeee... Lah Dia kan model iklan yang fotonya banyak di jalan-jalan dan di tipi -tipi itu to ndan?" ujar Agung dengan suara medoknya.

"Heeh..."

"Eladalah, bejo eram arek iku. Wis ganteng, sugih, kondhang, bapaké duwe omah sakit pisan. Mesti pacaré yo ayu-ayu." Gumam Agung yang asli sidoarjo dengan bahasa jawa. (Ya ampun, beruntung sekali orang itu. Sudah tampan, kaya, terkenal, ayahnya pemilik rumah sakit pula. Pasti pacarnya cantik-cantik.)

"Berisik!!! Balik ke pos sana." Perintah kepala security.

"Siap Ndan 86!!" Seru Agung dengan menghentakkan kaki dan memberi hormat penuh semangat.

Saat Agung balik badan hendak menuju ke posnya, dari arah parkiran mobil dia melihat Fio setengah berlari menuju ke lobby.

"Eh dokter Fio, baru sampai dok?" Ucap Agung yang mengenali Fio.

"Iya mas, ada panggilan darurat. Mari pak." Ucap Fio ramah sambil berjalan cepat meninggalkan Agung dan kepala security.

"Semangat dok." Teriak Agung yang dijawab Fio dengan mengacungkan jempolnya ke udara.

"Sok kenal kamu." Ujar kepala security.

"Kok sok kenal to ndan, Dr. Fiona itu kan memang terkenal. Siapa coba di rumah sakit ini yang tidak kenal Dr. Fiona si tangan emas."

"Hemmm.. Wis balik kono."jawab kepala security dengan bahasa jawa (sudah, kembali sana.)

"Siap ndan." Ucap Agung namun tak langsung beranjak dari posisinya malah melihat-lihat ke dalam lobby.

"Siap-siap nanging isih ngadeg ing kene wae, Minggat!!" Seru kepala security kesal. (Siap-siap tapi masih berdiri di sini saja, Pergi!)

"Nggih, ndan." Jawab Agung sambil berjalan melewati kepala security dengan membungkukkan badannya.

Ketika malam minggu begini panggilan darurat datang dari IGD. Seorang anak perempuan berusia 9 tahun dilarikan kerumah sakit karena nyeri yang amat sangat pada perut kanan bawahnya. Dr. Roni yang malam ini berjaga di IGD langsung menghubungi Fio setelah melakukan pemeriksaan darah dan USG dan ditemukan bahwa anak itu mengalami kolik abdomen akibat apendisitis (infeksi usus buntu). Kondisi sudah parah dimana infeksi yang dialami telah menyebar sehingga harus segera dilakukan operasi pengangkatan.

Fio bergegas berganti pakaian dengan seragam dinasnya dan segera melakukan visit ke IGD untuk memeriksa sendiri kondisi serta status pasien. Fio memeriksa dengan teliti, kondisi serta semua hasil pemeriksaan yang ada.

"Selamat malam bapak ibu. Saya dokter Fiona Arlita yang akan menangani putri bapak dan ibu." Ucap Fio dengan senyum mengambang.

"Malam dokter." ucap kedua orang tua pasien secara bersamaan.

"Hai gadis manis, jangan menangis lagi ya. Dokter akan tolong kamu sembuhin sakitnya. Mau?" Ucap Fio lembut, sambil membelai rambut pasien itu.

"Mau dokter." Ucap gadis kecil itu sambil masih meneteskan air mata karena menahan nyerinya.

"Percaya sama dokter, nanti setelah kamu bangun, sakitnya perlahan akan hilang. Okey?"

"Ya dokter."

"Anak pintar."

"Bapak dan ibu tidak usah terlalu panik. Putri bapak dan ibu terkena infeksi usus buntu. Saat ini kondisi fisiknya cukup stabil. Namun berdasarkan hasil pemeriksaan infeksinya memang sudah menyebar, sehingga kami perlu untuk melakukan tindakan pembedahan menggunakan bius total. Dengan begitu usus buntunya dapat diangkat dan infeksinya dapat segera tertangani. Secara umum operasi akan berjalan sekitar 1 jam dan semoga tidak ada hal yang serius sehingga bisa selesai tepat waktu. Itu informasi dari saya, mungkin ada yang mau ditanyakan?" Ucap Fio menjelaskan kondisi pasien.

"Tapi prosedurnya amankan? Lalu untuk pemulihannya berapa lama dokter?" Tanya ibu dari pasien.

"Aman kok. Kalau kondisi pasien baik, 3-4 hari sudah bisa pulang dari rumah sakit. Namun untuk masa pemulihan pasca operasi butuh sekitar 2-6 minggu. Selama kurun waktu tersebut nanti akan ada obat yang dikonsumsi serta kita akan jadwalkan pemeriksaan rutin. Nah untuk catatan lain nanti saya informasikan kembali setelah pasien selesai kami operasi. Begitu ya, ada lagi yang ingin ditanyakan?"

"Tidak ada dok, informasinya sudah lengkap."

"Baik kalau begitu. Oya, kondisi sudah puasa ya Dr. Roni?"

"Menurut kedua orang tuanya pasien sudah tidak makan apapun sejak jam 12 siang tadi." Ucap Dr. Roni cepat.

"Okey cukup. Kalau begitu saya tinggal dulu ya. 1 jam lagi kita akan mulai tindakan. Nanti biar disiapkan dokter Roni."

"Terima kasih dokter. Kami mohon tolong anak kami." Ucap ayah dari pasien.

"Pasti pak. Mohon doanya juga ya, semoga semua dilancarkan. Mari saya tinggal dulu." Ucap Fio sambil menyerahkan catatan medis pada suster Indah.

Fio bergegas ke ruang ganti untuk mengganti baju dinasnya  dengan baju OK lalu segera menuju ke OK (ruang operasi). Saat mencuci tangan dia melihat rekan sejawat, residen serta koas yang akan membantunya sudah standby di dalam ruangan.

"Malam semua." Ucap Fio memasuki OK dan langsung dibantu menggunakan jubah operasi.

"Malam dok." seru mereka semua serempak.

"Aman Win?" Tanya Fio pada Erwin selaku dokter anestesi, memastikan kondisi pasien.

"Aman." Ucap Erwin.

"Okey, rekan-rekan sebelum kita melakukan tindakan marilah kita berdoa terlebih dahulu, memohon kelancaran untuk operasi malam ini. Berdoa di mulai." Ucap Fio memimpin doa, semua orang tertunduk memanjatkan doanya masing-masing agar operasi berjalan lancar dan sukses.

"Berdoa selesai. Okey, semua tolong fokus ya."

"Anestesi?"

"Clear."

"Status?"

"Tensi 120/80, saturasi 98, denyut 88." Ucap seorang perawat.

"Mari kita mulai. Scalpel. Kasa, buka." Ucap Fio meminta pisau bedah pada perawat asisten yang ada disampingnya, dilanjutkan dengan perintah beruntun.

Fio sangat fokus ketika berada dalam ruangan bedah, tak banyak bicara serta bergerak dengan cepat dan cekatan, dia memeriksa secara teliti semua area sekitar usus buntu yang untungnya tidak pecah dan hanya ada sedikit ada peradangan di sekitarnya. Fio dengan cepat mengikat Apendiks menggunakan benang operasi lalu memotongnya. Sampai sejauh ini, semua orang hanya menatap Fio bekerja dengan cepat tanpa kesalahan dan sekarang malah sudah mulai menutup bekas sayatan yang tadi di buatnya.

"Cut!" Ucap Fio meminta asistennya untuk memotong ikatan benang yang terakhir.

"Cut."

"Perfect." Ucap Fio mengambil nafas panjang, merenggangkan punggungnya sambil mengamati hasil pekerjaannya.

"Hai gadis manis, kamu pasti sembuh. Semangat." Bisik Fio mengintip di balik kain penghalang yang menutupi wajah pasien

"Okey, tolong dilanjutkan tutup lukanya ya. Terima kasih semuanya." Ucap Fio lagi pada seluruh tim langsung keluar ruang operasi hendak menemui keluarga pasien.

"Baik dokter. Terima kasih dok." Ucap semua orang yang ada disana

"Dokter Fio memang secepat dan serapi itu ya kalo kerja?" Tanya seorang koas yang ikut asistensi."

"Itu biasa banget buat Fio. Andai ada maraton OP (prosedur operasi) mungkin dia pemenangnya. Jadi tau kan alasannya kenapa dia dapat julukan si tangan emas?" Ucap dr. Erwin sambil membereskan barangnya.

"Awesome..." Ucap koas itu sambil geleng-geleng kepala.

"Udah, ayo bantuin angkat pasien, pindahin ke brankar. Abis tu ikut anter ke RR (Ruang pemulihan)." Ucap Julio seorang residen bedah.

Usai bertemu keluarga pasien, Fio langsung kembali ke ruang ganti, membersihkan diri dan mengganti pakaiannya lalu bersiap pulang ke apartemenya. Saat di depan pintu ruang ganti dia berpapasan dengan Dr. Lionel Arsenio. Sp. BKTV.

"Lho Fi, abis OP?"

"Iya dok, apendisitis darurat tadi. Dokter OP juga?"

"Iya, tadi abis pasang stent. Kamu mau langsung balik Fi?"

"Iya lah. Udah malem juga."

"Ah... Kamu udah makan belum?"

"Makan? Hehe.. Belum ..."

"Hizzz.. Parah kamu. Makan bareng aja yuk aku mau ke Kwang Tung nih?"

"Nggak usahlah."

"Ayolah, sekalian balik."

"Ehm... Ya udah deh, dipikir-pikir aku nggak akan bisa tidur nyenyak kalau belum kenyang?"

"Hahaha...Okey ketemu di lobby ya?"

"Ketemu disana aja langsung gimana?"

"Kamu bawa mobil?"

"Iya."

"Okey deh, ketemu disana yah?"

"Sip."

Fio berjalan ke arah lobby hendak meninggalkan rumah sakit hingga terdengar suara yang membuatnya menghentikan langkah.

"Heii Fiona, dokter tak bertanggung jawab." Seru Matty kala lobby sedang kondisi lengang namun suara lantangnya jadi menggema. Fio yang mendengar teriakan itu langsung berbalik badan hendak melihat siapa orang gila yang meneriakinya.

"Kamu lagi? Apa maumu Tuan Matheo Aderald?" Ucap Fio ketus.

"Kamu menghafal namaku dengan baik."

"Sebetulnya aku malas mengingatmu, tapi kelakuan gilamu ini yang membuatku terpaksa mengingatmu."

"Hahaha... Gila katamu? Seharusnya kamu menanyakan kondisi bahuku yang kamu jahit dengan asal-asalan itu." Ucap Matty dengan memicingkan senyum yang justru membuat Fio mendidih.

" Apa katamu?"

"Ya jahitanmu terlihat berantakan dan mengganggu pemandangan."

"Wah... Wah .. wah.. bener-bener ni orang ngajakin berantem. Mulutnya nggak ada akhlak ya. Heii .. jangan kamu pikir aku perempuan jadi nggak berani lawan kamu yah."

"Jadi perempuan tu jangan galak-galak. Macam bulldog aja. Kalau nggak ada yang mau baru tau rasa."

"Heuh... Bikin emosi aja ni orang..." Ucap Fio langsung ngeloyor pergi meninggalkan Matty. Rasanya tak ada faedahnya melayani ocehan sinting Matty. Tapi bukannya marah, Matty malah kegirangan. Dia tau bahwa Fio akan mengingat dirinya mulai sekarang.

Perjumpaan singkat Fio dan Matty begitu menyenangkan bagi Matty. Bisa melihat wajah cantik Fio yang sedang kesal merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Matty. Tapi bagi Fio semua adalah kebalikan dari Matty. Dia benci luar biasa, kesal luar biasa, dan emosi luar biasa tiap kali bertemu dengan Matty.

"Kenapa Tuhan selalu mempertemukan gue dengan pria menyebalkan macam itu. Apakah mau Tuhan untuk menguji iman dan kesabaran gue?" Gumam Fio sepanjang jalan.

Saat tiba di Kwang Tung suasana Restoran tidak terlalu ramai. Dia memilih meja bulat di sisi belakang. Tak lama kemudian Lio tampak berjalan memasuki restoran bubur tersebut. Fio melambaikan tangan sambil tersenyum, namun seketika senyumnya memudar dan berganti dengan wajah kesal. Ada Matty yang berjalan di belakang Lio.

"Hai Fi." Ucap Lio

"Kamu ngikutin aku?" Seru Fio sambil menatap tajam ke arah Matty.

"Hah maksudnya?" Ujar Lio yang kebingungan dengan ucapan Fio sambil menatap Fio dan Matty bergantian.

"Siapa yang mengikutimu. Aku kesini untuk makan, dan tidak ada urusannya denganmu. Atau jangan-jangan kamu salah satu fansku?" Ucap Matty santai sambil tersenyum menggoda.

"Idih.. nggak sudi aku."

"Awas jatuh cinta nanti."

"Kalian saling kenal?" Tanya Lio yang masih kebingungan.

"Nggak." Ucap Fio ketus

"Bohong.. Kamu jelas mengenalku, wajahku banyak muncul di majalah bahkan TV. Dan yang pasti, dia yang menjahit bahuku dengan asal-asalan dan meninggalkan ku tanpa menutup luka bekas jahitannya."

"Hah gimana-gimana? Fio jahit asal-asalan? Nggak mungkin Matt, dia dokter paling rapi yang aku kenal. Dan jika dia meninggalkanmu, pasti suster yang bersamanya akan menutup lukamu itu."

"Itu kenyataannya bro."

"Sudahlah... Lain kali saja kita makan bareng. Selera makanku sudah menghilang. Permisi Dok." Ucap Fio menyahut tasnya lalu pergi.

"Fi.. Tunggu.." seru Lio namun Fio sudah meninggalkan resto.

"Kalian kenapa sih? Kamu ada masalah sama dr. Fio?"

"Nggak ada apa-apa bro. Udah jangan dipikirin. Ayo, mau makan kan? Belakangan kita jarang ketemu loh, jadi manfaatkan waktu yang ada." Ucap Matty dengan senyum menawannya sambil menarik lengan kakaknya agar duduk di sampingnya

"Hah... Okeylah.." ucap Lio sambil menghela nafas panjang lalu menuruti kata adiknya itu.

Lio dan Matty memang punya hubungan yang baik, Walaupun tak semua hal mereka ceritakan namun mereka berusaha untuk saling menjaga komunikasi satu dengan yang lain.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status