Share

Bab 3.

Langit gelap mulai dipenuhi bintang. Hara yang akan ke rumah sakit terpaksa mau dijemput oleh Ardhan. Padahal, ia berniat menghindarinya sekarang. Setelah berdebatan panjang, kemenangan ada di pihak Ardhan. Sebab Hara hanya mengatakan alasan konyol yang tidak kuat dasarnya. 

"Bisakah kamu memakai pakaian yang lebih tertutup, Hara?"

Baru saja mobil berjalan, tetapi Ardhan sudah mengacaukan emosinya. Padahal ia memakai rok selutut dengan atasan baju panjang. Di mana sisi terbukanya? Bukankah roknya juga masih wajar? Bahkan pahanya sama sekali tak terlihat. 

"Saya sudah memilih beberapa pasang gaun untuk pernikahan. Semoga saja ada yang kamu suka."

Ardhan menyodorkan ponselnya. Hara hanya menatap dan tak mengambilnya. 

"Untuk apa gaun pernikahan? Kita tidak akan menikah. Aku tidak setuju," ucapnya dengan nada kesal. 

"Setuju atau tidak kita akan menikah, Hara. Itu kemauan ibumu. Jadi saya harap kamu bisa menjadi anak yang berbakti. Cepat pilih," perintah Ardhan dengan nada tegas. 

Kali ini Hara merasakan aura yang berbeda. Ia takut dengan Ardhan. Selain karena lebih tua, ada beberapa waktu Ardhan terlihat menakutkan baginya, seperti sekarang salah satunya. 

Dengan terpaksa ia melihat-lihat gaun itu. Matanya hampir copot salah melihat gaun yang dipilih Ardhan. Ia tak habis pikir dengan pria tua itu. Memakai rok selutut saja dikatakan terbuka, tetapi apa ini. Gaun yang menjadi pilihan semuanya memperlihatkan bentuk tubuh dengan bagian dada rendah dan punggung terbuka. 

"Ini apa, Om? Kenapa seperti ini?" tanya Hara dengan sedikit emosi. 

"Itu gaun untuk resepsi kita nanti. Bagaimana? Ada yang kamu suka?" tanya Ardhan tanpa merasa bersalah. 

"Om bilang pakain aku harus lebih tertutup. Tapi gaun yang dipilih Om semuanya memperlihatkan bentuk tubuh dengan bagian dada rendah dan punggung terbuka. Bukan kah ini berlebihan?" 

Ardhan menoleh, menatap Hara yang melihatnya marah. "Bukankah tidak masalah? Tubuhmu tak begitu padat. Dadamu juga, em ... tidak menggoda? Lalu, punggungmu juga tidak terlalu membuat pria lain tertarik. Saya rasa gaun itu wajar," jawab Ardhan membuat wajah Hara memerah. Ia merasa marah sekaligus malu. Mengapa pria tua ini mengatakan hal yang tak seharusnya. 

"Kalau Om tahu aku tidak menggoda mengapa memaksa menikah? Bukankah di luar sana banyak wanita yang tubuhnya bagus. Mereka akan lebih memuaskan Om di ranjang daripada aku," ujar Hara dengan marah dan suara cukup tinggi. 

Tiba-tiba Ardhan menghentikan mobilnya di pinggir jalan yang cukup sepi.Membuat Hara bertanya-tanya mengapa berhenti. 

Lalu Ardhan melepas sabuk pengamannya. Ia mendekati Hara. Sontak Hara memundurkan badannya dan terhimpit antara pintu mobil dan tubuh Ardhan yang kian mendekat. 

Wajah dengan kumis tipis dan sedikit keriput di ujung mata begitu jelas terlihat oleh netra cokelat Hara. Napasnya tak beraturan dan ia merasa ketakutan sekarang. 

"Om mau apa? Mundur! Mundur!" perintah Hara dengan suara bergetar karena takut. Namun ia tak bisa berbuat apa-apa. 

Wajah itu semakin mendekat, membuat Hara memalingkan wajah ke kanan dan menutup mata. Ia sangat takut sekarang. Dalam otaknya ia memikirkan hal yang tidak-tidak. 

Hara sedikit merinding saat merasakan embusan napas di telinga kirinya. Matanya semakin memejam. 

"Alasan saya mau menikah dengan kamu bukan soal urusan ranjang. Tapi karena saya berhutang budi pada keluargamu. Mungkin dengan ini saya bisa membayar impas utang itu," ucap Ardhan tepat di telinga Hara. Dengan suara kecil, tetapi sangat mengandung ketegasan di tiap katanya. 

Setelah mengucapkan itu Ardhan menoleh ke kanan. Melihat mata Hara yang terbuka setelah mendengar ucapannya. Belum sempat ia memundurkan kepalanya, Hara sudah menengok, mungkin karena terkejut atas pengakuan Ardhan. 

Namun, yang terjadi adalah kedua bibir itu bertemu. Hara membulatkan matanya karena terkejut. Ardhan sebenarnya juga terkejut, tetapi ia justru melumatnya, netra hitamnya membuat Hara terdiam. Ardhan tak sampai disitu, ia merasakan bibir Hara yang manis semakin memperdalam ciuman itu. 

Entah apa yang dirasakan Hara sekarang, ia justru menutup matanya. Menikmati sensasi menggelikan yang baru pertama kali ia rasakan. Ardhan tak puas, karena bibir Hara masih tertutup, Ardhan menggigit bibir Hara, membuatnya terkejut sehingga membuka bibir itu. 

Hara masih terpejam meski terkejut, ia tak mau membuka matanya sekarang. Membiarkan Ardhan semakin memperdalam ciuman mereka. Entah setan dari mana, Hara menggerakkan bibirnya, meski baru kali pertama. Ia mengikuti nalurinya. Kedua tangan Ardhan memegang kepala Hara. Ia berusaha memperdalam lumatannya, meski begitu ia tak brutal dalam melakukannya. 

Keduanya saling menikmati. Ardhan melumatnya dengan lembut, ia ingin lebih, tetapi dengan Hara membalas perbuatan bibirnya sudah cukup bagi Ardhan. Saat napas keduanya hampir habis. Mereka baru melepaskan kesenangan itu. 

Ardhan langsung kembali ke kursi kemudi dan menggenakan sabuk pengaman. Sementara itu, Hara juga membenarkan posisi duduknya. Namun, ia tak berani menoleh ataupun melirik ke arah Ardhan. Ia memilih menatap jalanan. 

Jantungnya berdetak lebih kencang. Entah perasaan apa yang dirasakan sekarang. Hara merutuki dirinya yang bodoh ini. Bukannya mendorong, justru ia membalas perbuatan itu, bahkan menikmatinya. Membuat semburat merah tercipta di pipi tirusnya. 

Ardhan hanya melirik, lalu diam. Ia masih tak menyangka apa yang ia lakukan. Entah dorongan darimana ia melumat bibir mungil itu. Namun, ia tak menyesal. Bibir merah muda itu sangat manis menurutnya, dan ia menginginkan lagi lain kali. 

"Saya suka bibir kamu, Hara ... manis," ucap Ardhan membuat Hara semakin malu dan ingin menghilang saja dari bumi. 

"Untuk orang yang pertama kali melakukannya. Kamu cukup mahir," sambung Ardhan. Kali ini ia menoleh dan menatap Hara yang tetap bungkam. Ia tersenyum kecil saat menyadari Hara sedang malu saat ini. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status