Mendadak Putri merasa sesak nafas. Ternyata tepat hari ini dia dilahirkan dua puluh satu tahun silam. Dan pada momen ini pula wanita yang melahirkannya selalu mengirimkan pesan singkat yang isinya nyaris sama setiap tahun.
"Apa ibu tahu usiaku berapa tahun sekarang?" bisiknya lirih.Diluar kendali, air mata Putri mulai jatuh. Biasanya dia selalu merindukan sekaligus membenci hari jadinya. Karena pada saat inilah dia ingat bahwa masih ada sosok ibu untuknya walau nyaris tak pernah hadir dalam momen hidupnya. Saking nihilnya peran Dahlia, Putri bahkan tak yakin kalau beliau masih ingat berapa usianya saat ini."Hi young Lady, you will attend my class, right?"Suara feminin yang lembut mendadak terdengar dari sisi tubuhnya hingga Putri buru-buru mengusap matanya yang berair."Yes, Miss. I just need to finish this call." Putri menyahut lalu pura-pura mengetikkan sesuatu pada layar gawainya.Perempuan muda ber-softlens abu-abu itSeminggu berlalu sejak berita makan malam yang menggemparkan itu, tak ada lagi kehebohan yang berarti. Berita yang semula santer bagai petasan, tiba-tiba lenyap ditelan bumi hingga netizen yang selalunya aktif mulai lupa lantaran sibuk mengurusi gosip lain. Begitu pula dengan Arya. Setelah memerintahkan Bram menyelesaikan masalahnya, dia kembali fokus pada bisnis yang dia jalani. Tetapi bukan berarti, janji makan malam tadi bisa dibatalkan begitu saja. Demi menghargai Dewa Mahendra, terpaksalah dia hadir sekarang di ruang makan keluarga ini. "Akhirnya kita bisa bertemu dengan layak," ujar Dewa memulai basa-basinya setelah bersalaman dengan Arya.Selain Dewa dan Putri, si sulung Deva serta ibu mereka juga turut hadir. Jadi total ada lima orang dewasa duduk di sekeliling meja bundar berkapasitas delapan kursi itu. "Iya Om, kemarin ada urusan mendesak hingga jadwalnya harus diundur hari ini."Jawaban Arya sukses mengundang gelak tawa Dewa
Bualan Deva yang narsistik membuat Arya menatapnya tajam. Dia nyaris tak mempercayai pendengarannya. Bagaimana mungkin, duo ayah dan anak ini begitu lancang menyodorkan putri mereka? Apa harga diri sudah tak ada artinya? "Seharusnya kamu duluan yang menikah, tuan Mahendra. Usiamu lebih tua daripada Putri." Arya menangkis datar. Kesabarannya makin menipis. "Tidak segampang itu, Dude. Sebagai pewaris tunggal, banyak hal yang perlu kupertimbangkan."Tangan Arya mengepal. Ucapan Deva secara tersirat sudah menyindirnya sebagai pewaris 'ban serap'. Selama ini, dia memang terkenal suka menyombongkan statusnya sebagai anak tunggal. Sedangkan untuk Putri sendiri, tidak pernah masuk pertimbangan dalam bursa pewaris. Pasalnya, Putri cuma anak yang diadopsi Dewa dari seorang sosialita asal Amerika yang kini menetap di Bali, bernama Marion Shelby. "Cukuplah untuk malam ini." Akhirnya Dewa menengahi seraya menghembuskan asap cerutunya. "Kurasa Arya
Putri tengah sibuk merapikan tas-tas mewah yang jadi tanggung jawabnya, ketika kasak-kusuk terdengar di sekelilingnya. "Hei ada inspeksi dadakan." Suara pramuniaga yang bertugas di sebelah Putri terdengar lirih. Tentu saja peringatan ini tak ditujukan padanya melainkan pada pramuniaga laki-laki yang bertugas di seberang. "Tapi kenapa? Emangnya ada masalah apa?"Pramuniaga laki-laki yang ditegur tadi bertanya balik, namun wanita yang memberi peringatan cuma mengedik tak acuh. Walaupun agak risau, Putri tetap fokus melakukan tugasnya hingga suara manajer toko tiba-tiba memanggil mereka berkumpul di ruangan yang kerap dipakai untuk briefing. "Selamat sore semuanya," ujar manajer memulai percakapan. Seisi ruangan menyahut lemah, tidak ramai seperti biasa. "Jadi, hari ini ada inspeksi dadakan karena sebuah dompet seharga delapan juta rupiah hilang dari toko."Serempak semuanya saling tatap. Ada kebingungan juga rasa takut kalau sampai insiden ini bakal membuat mereka dipecat. Mendapat p
Berbekal petunjuk seadanya, Putri berhasil menemukan restoran khas makanan oriental bernama Oriental Palace itu. Namun dia jadi ragu lantaran desainnya yang kelewat mewah. Tebakan Putri pastilah harga minimal seporsi makanan di sini menyamai gajinya sehari. "Selamat sore Kak, ada yang bisa dibantu?" Seorang resepsionis berpakaian rapi menyapanya ramah. Putri yang agak celingak celinguk sejak tadi jadi tersipu malu. "Maaf Kak, bisa bertemu dengan manajernya?""Sudah ada janji sebelumnya?"Putri mengangguk yakin. Berbekal surat rekomendasi di tangan, dia sangat yakin kalau atasannya yang lama sudah mengatur segalanya. "Boleh saya tahu nama Kakak siapa?" Resepsionis tadi bertanya lagi dan kembali Putri menyebutkan namanya dengan mantap. Resepsionis meminta Putri duduk di ruang tunggu dan tak lama kemudian seorang wanita berpenampilan menarik datang menemuinya. Putri langsung bangkit, memberikan senyum terbaik lalu meng
Seminggu berlalu dan Putri sudah bekerja kembali seperti biasa. Mulanya dia ragu bakal dipecat dari D'Artz, namun diluar perkiraan, manajernya malah memberi cuti dua hari agar dia bisa istirahat. Dan sekarang, di sinilah Putri bergelut dengan worksheet Excel yang dipenuhi angka-angka. Pembukuan restoran sebelumnya banyak yang keliru hingga Putri harus rela berputar-putar demi mendapatkan angka balance yang sempurna. "Eh, ada artis datang ke restoran kita." Salah satu pramusaji yang bertugas tiba-tiba mencetus pada salah satu temannya. "Jangan norak, ah. Artis memang sering mampir kemari."Kedua gadis muda itu kembali melanjutkan percakapan mereka dengan nada lirih sementara Putri tetap menunduk memeriksa angka demi angka pada layar monitornya. Pekerjaannya makin berat karena dia juga merangkap jadi kasir. Pada saat pegal di pundaknya tak tertahan lagi, Putri menengadah, melakukan sedikit peregangan pada otot-ototnya yang kaku. Matanya memindai sekeliling restoran dalam sekejap dan
Sesuai dugaan Arya, besoknya sang ibu langsung bertandang ke lantai dua puluh lima Bharata Tower. Tujuan beliau tentu saja menegur sang anak karena sudah melukai hati calon menantu kesayangan. "Seharusnya kamu lebih sabar dan pengertian. Usiamu sangat jauh di atas Putri," ucap nyonya Bharata memulai nasihatnya. "Aku sudah berusaha tapi dia memang keterlaluan. Suka cemburu, angkuh, ... .""Arya, cukup. Kalau Putri cemburu itu wajar. Berarti dia sayang sama kamu. Kamu bilang dia angkuh? Hmph, jangan bercanda Arya. Dia perempuan paling sopan yang pernah Mama temui."Nyaris Arya tertawa mendengar pembelaan sang ibu. Sebagai aktris jempolan, akting Marion memang tak perlu diragukan. Jangankan nyonya Bharata, para netizen setanah air pun berhasil dia kelabui. Setiap mencari berita soal Marion, maka yang keluar adalah cerita soal kebaikan, ketulusan, bahkan kerendahan hati. Orang-orang di luar sana tak pernah tahu betapa besar kerja keras tim
Ketika Arya tengah sibuk dengan rencana bisnisnya, Putri pun tak kalah sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya. Nyaris satu bulan berlalu sejak terakhir kali Arya dan kekasihnya bertandang ke Oriental Palace, namun gelagat Arya yang aneh waktu itu --mendadak meninggalkan Putri Marion -- masih membekas dalam ingatan Putri. Sejak hari itu dia selalu memakai masker saat bekerja agar tak ada lagi orang yang mengenali wajahnya. Sama seperti hari-hari sebelumnya, pagi ini dia juga tengah berkutat dengan pekerjaannya, ketika manajer toko mereka yang selalunya bermuka dingin, tergesa masuk dengan senyum sumringah. "Guys, tolong cepat dirapikan kursi dan meja-meja. Restoran kita mau dipakai jadi lokasi syuting."Putri dan yang lainnya masih berusaha mencerna perkataan ini ketika manajer itu kembali bertepuk heboh. "Ayo, apa lagi yang kalian tunggu? Cepat, cepat, ini bisa jadi ajang promosi untuk restoran kita," ujarnya mendesak. Tak butuh waktu l
Masih seperti mimpi, Putri segera diboyong ke ruang ganti dan diberi makeup minimalis. Penata rias tampak senang karena kulitnya yang sehat tak butuh banyak polesan. "Semangat, Mbak. Dibawa rileks aja," ujarnya pada Putri yang tengah serius mengamati pantulan mukanya di cermin. Kata terima kasih terucap dari bibir Putri untuk nasihat yang baik ini. Setelah segalanya siap, Putri pun beranjak ke set pengambilan gambar. Begitu Putri muncul, sutradara meneriakkan crew call hingga semua yang ambil bagian, siap di posisi masing-masing. Setelah itu, petugas yang memegang clapperboard, atau yang lazim disebut clapper meneriakkan informasi singkat tentang nomor babak, scene, dan jumlah take. "Mark it!" sambar kameramen begitu informasi singkat tadi sudah terucap dan "clap!" bunyi clapperboard pun terdengar di udara yang langsung diikuti pembukaan film yang sudah melegenda. "Action!"Maka adegan pun dibuka dengan Putri yang