Rupanya tawa mereka yang kelewat renyah jadi mengundang masalah baru.
"Kalian kok ketawa-ketawa, hah? Lagi mengejek aku, ya?"Suara Davinka sudah keburu terdengar sebelum tubuhnya sampai di meja tempat Putri dan Claudia bersantap."Lah, memangnya kamu siapa? Orang penting? FYI, namamu aja aku nggak tahu lho." Claudia yang memang ceplas-ceplos memulai serangannya."Hei, tutup mulutmu. Aku nggak bicara sama kamu."Putri menarik nafas lelah. Dimana-mana selalu saja ada hal yang membuat harinya buruk."Hei Putri, kamu dengar nggak? Kalian lagi mengejek aku, ya?" tuntut Davinka lagi."Maaf Kak, kami bukan orang kurang kerjaan." Putri menyahut tak sabar. Setelah itu dia langsung bangkit dan menarik tangan Claudia. "Kalau begitu, kami pamit ya, Kak. Maaf mengganggu telinganya."Tak menunggu respon selebgram, Putri segera beranjak bersama Claudia yang terseok-seok mengikuti langkahnya.Begitu tiba di halaNyess! Rasa nyeri menghunjam ulu hati Putri. Tindakan Cindy yang menjebaknya di Mon Troser dulu masih membekas hingga kini. "Dia pernah kerja di toko barang bermerk sebelumnya?" selidik Putri harap-harap cemas. Bagaimanapun, dia lebih suka tak punya hubungan apa-apa dengan orang yang sudah menyakitinya. "Wah, kok kamu bisa tahu? Dia memang pernah kerja di Mon Troser. Itu lho ... toko barang branded yang pusatnya di Angkasa Plaza. Kamu tahu, kan?"Putri kehabisan kata-kata. Jujur, dia bingung mengambil sikap. Di satu sisi, tak ingin kehilangan teman macam Claudia namun dia juga takut bakal berhubungan lagi dengan Cindy gara-gara Claudia. "Kamu nampak bingung, Putri? Kamu kenal adikku?"Putri menelan ludah susah payah. "Nggak kok, pangling aja. Kamu ternyata punya adik secantik ini," kilahnya hambar. Claudia yang tadi sibuk dengan gawainya, tiba-tiba menatap Putri semangat. Dengan senyum lebar di wajah, dia mulai berc
Sepertinya panggilan yang dadakan ini bikin supir juga kelabakan. Cepat-cepat dia merapikan celana dan pura-pura mengemudi dengan santun. "Kamu di mana? Makan malam bareng, ya?" terdengar suara Arya dari seberang sana. Alih-alih mengiyakan, Putri malah menyahut cepat. "Baik Bos, saya turun sekarang."Dengan telepon masih tersambung, Putri nanar menatap sekeliling. Ketika melihat ada mobil yang parkir di sisi jalan, berjarak beberapa meter di depan, dia segera berseru dengan suara lantang. "Stop Pak, saya turun di sini. Itu abang saya udah nunggu."Meski agak heran, sopir tetap menghentikan mobil mendadak hingga bannya berdecit nyaring. Tanpa mempedulikan raut wajah pengemudi, Putri melempar selembar uang dua puluh ribu lalu turun. Langkah yang tergesa nyaris membuatnya terjerembab. Saat kakinya sudah menjejak tanah, Putri terduduk lemas. Kaki yang sejak tadi berusaha keras menopang berat tubuhnya, mendadak lunglai.
Dengan jawaban acuh tak acuh itu, akhirnya Arya lanjut mengemudi hingga mereka tiba di sebuah restoran yang lagi-lagi masuk dalam kategori elit. Sama seperti restoran sejenisnya, pengunjung yang datang tidak terlalu ramai namun kaum mendang-mending langsung terintimidasi begitu sampai di ambang pintu. Dua resepsionis menyambut ramah lalu menuntun mereka ke meja yang belum di reservasi. "Berhubung dadakan, kita nggak sempat reservasi dulu." Arya menukas waktu mereka sudah duduk berhadapan. Putri cuma tersenyum kecil tetapi batinnya meringis. Dia bingung bagaimana cara mengatakan pada Arya bahwa makan dalam suasana hening mencekam sama sekali bukan hal yang menyenangkan. Mungkin saja, pria berwajah menawan itu tak pernah antri demi menikmati seporsi junkfood, mustahil menikmati makanan sembari tertawa keras, atau menguping obrolan pengunjung lain yang suaranya berisik saat bersantap di rumah makan Padang. Pendek kata, mereka
Sepulang dari mengantar Putri, Arya bergegas menuju apartemen. Tubuhnya penat sebab belum sempat istirahat seharian ini. Namun niat untuk merebahkan diri jadi buyar karena kehadiran Andini yang tak terduga di kediamannya. "Kamu ngapain kemari?" selidiknya sebal"Lah, bukannya kakak yang bilang kita bicara.""Ya nggak sekarang juga, kali."Meski sebal, Arya tetap duduk pada salah satu sofa di depan adiknya. Mengabaikan Andini tak pernah jadi keahliannya terlepas dari seberapa menyebalkan sikap sang adik terkadang. "Kak, tolong bilang kamu nggak serius jalan dengan Putri," tembak Andini sebelum Arya sempat menarik nafas. "Aku nggak suka kamu mempermainkan gadis itu."Ujaran adiknya sukses bikin Arya bungkam. Sejak mengantar Putri pulang tadi pun, hatinya sudah gelisah. Sebab itulah perjalanan mereka diwarnai keheningan hingga dia sampai di depan mulut gang menuju kediaman Putri. "Kenapa kamu pikir aku memperma
Beberapa hari berlalu setelah makan malam dengan Arya, dan Putri tak pernah lagi mendengar kabar dari atasan yang menyebalkan itu. Tak mau ambil pusing, dia memutuskan berangkat lebih awal ke kantor Arda Pictures. Para artis yang dapat nominasi untuk penghargaan malam ini diminta untuk berkumpul agar mudah memilih busana yang tepat. Tentu saja aturan ini tak berlaku untuk artis top. Mereka sudah memiliki tim sendiri untuk mengurusi hal-hal remeh. Biasanya, para sponsor juga sudah mengirimkan item yang akan mereka pakai jauh-jauh hari sebelum acara, terlebih bila sang bintang adalah brand ambassador. Putri sedang bersiap, ketika pintu kamarnya diketuk perlahan. Setengah hati, dia membuka pintu kayu itu ketika wajah pemilik kontrakan langsung muncul di ambang pintu. "Nduk, barusan ada paket untuk kamu. Kok tumben, ya?" sapa bu Ratih seraya menyerahkan kotak besar yang agak berat. "Eh? Dari siapa ya, Bu? Ada nama pengirimnya?"
Putri nyaris mengiyakan sebelum dia ingat situasi gaun-gaun yang tersisa dalam wardrobe. "Maaf Kak, saya bisa pakai gaun sendiri?" ujarnya lirih. "Memangnya kamu punya?"Rasa skeptis ini bukan tanpa alasan. Banyak artis muda yang terjun ke dunia hiburan dengan modal dengkul, terlebih mereka yang berasal dari keluarga pas-pasan. "Ada Kak, saya simpan di loker.""Hmm, coba ambil biar saya cek dulu." Setelah memberi instruksi, Mira menyibukkan diri dengan asistennya. Selain harus mengurus keperluan Putri, mereka juga mesti menolong Davinka dan salah satu artis senior lain yang juga dibawah manajemen Mira. Karenanya, Putri benar-benar tak bisa mengharapkan perhatian ekstra. Selang beberapa menit, Putri kembali dan meletakkan kotak besar itu di depan Mira. "Ini perlengkapan yang saya bawa, Kak. Silakan diperiksa dulu."Sikap acuh tak acuh sang manajer langsung berubah tatkala melihat semua perlengkapan yang ada di dalam.
Nasihat serius Mira jadi penutup episode hidup Putri sore itu. Malamnya, dia bersama rombongan dari Arda Pictures bergerak menuju venue acara yang merupakan gedung pertemuan milik keluarga Angkasa, Premiere Hall. Acara malam ini merupakan surganya insan perfilman. Sejak di pintu masuk, sudah banyak wartawan mengabadikan momen bersejarah para aktris maupun aktor yang wajahnya kerap menghiasi layar kaca. "Harap tampil dengan anggun dan berkelas. Kalau tidak jago berpose, setidaknya buatlah pose standar red carpet untuk sesi pemotretan sebelum masuk." Mira mewanti-wanti pada artis muda asuhannya. Pose standar yang dimaksud tentu saja gaya berfoto para aktris. Berkacak pinggang dengan satu tangan sementara tangan yang lain memegang clutch bag atau diletakkan dengan anggun di bagian depan paha.Jika Putri dan rekan seangkatannya mendapat arahan, artis senior macam Dewi Amor sudah melenggang masuk lebih dulu. Hamparan red carpet yang memben
Putri mengerling ke arah Davinka. Ketika rekan satu agensinya ini sedang dalam mode 'malaikat' dia jadi agak risih. "Iya, Kakak benar. Beliau memang luar biasa," sahut Putri demi ikut antusiasme rekannya. Setelah kemeriahan akibat kemenangan Dewi berakhir, mereka kembali mengikuti rangkaian acara hingga tiba saatnya nominasi untuk web series. "Pemeran utama wanita terbaik untuk kategori web series adalah... ."Kedua pemandu acara saling tatap dengan gaya dramatis, seolah hasil kemenangan punya hubungan dengan hidup-mati mereka. Sementara itu, layar raksasa tadi kembali menampilkan sederet nama beserta web series yang mereka bintangi. Hati Putri melonjak ketika Marion tampil sebagai salah satu nomine. Pada kategori film layar lebar, nama Marion juga masuk dalam daftar namun berhasil disingkirkan Dewi Amor. Sebab itu, kategori terakhir ini jadi penentu bagi pihak manajemen. Pasalnya, mereka bakal malu berat bila tak berhasil m