Share

Chapter 3

Penulis: Dara Mahveen
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-30 12:59:58

“Kakak …. Aku pulang dulu, ya.” Pamit Jihan-salah satu karyawati yang  ceria dan humoris saat melintas di samping meja Purple. Wanita itu membalasnya dengan senyuman manis. “Iya, bye….”

“Kerjaan Ibu masih banyak?” tanya Dilan-karyawan junior di tim marketing. Purple mengangguk lemas. Melihat wanita itu udah kehabisan tenaga, Dilan berinisiatif menawarkan bantuan agar pekerjaannya cepat selesai dan bisa pulang bareng.

“Hmmm … nggak usah. Kamu bisa pulang duluan.”

“Beneran nggak apa saya tinggal pulang? Atau saya temani Ibu aja, ya, saya juga nggak buru-buru, kok.” Dilan masih bersikeras tak enak mau pulang lebih dulu.

“Serius nggak usah Dilan, saya malah nggak bisa fokus kerja kalau ditungguin.” Purple melempar senyum kecil.

“Lagipula masih ada pak Alfa dan bosnya di sana.” Kepalanya mengarah ke ruangan yang masih menyala. Akhirnya Dilan menyerah. Dia pulang terlebih dulu. Namun sebelum pulang dia membelikan minuman cokelat hangat untuk menemani Purple bekerja agar tidak mengantuk.

Pukul 19.00 WIB

“Pak ….”

“Kenapa? Mau pulang duluan?” Morgan menjawab tanpa melihat sekretarisnya yang sedari tadi tampak resah.

Alfa cengar-cengir malu maksud hatinya terbaca Morgan. “Hehehe, iya, kalau boleh.”

“Ya, udah sana pulang. Sebentar lagi saya juga selesai, kok.”

Sepuluh menit kemudian setelah Alfa selesai membereskan dokumen di meja, dia lalu keluar dari ruangan.

“Lho, Ibu belum pulang?” Alfa tampak kaget melihat masih ada orang tersisa di kantor.

“Tanggung, Pak. Tinggal dikit lagi. Saya juga mau sekalian laporan.”

“Oh…. Kalau gitu saya duluan ya, Bu.” Purple mengangguk seraya tersenyum.

Baru beberapa langkah meninggalkan Purple, pria itu kembali lagi.

“Bu … nitip pak bos, ya. Dia belum makan malam.” Purple tersenyum kecil seraya mengusap pelipis kanannya.

Pukul 20.00 WIB

Tok… tok…tok

Purple memberanikan diri memasuki ruangan setelah orang yang ada di dalamnya memersilakan masuk. Kehadirannya sama sekali tak mengusik ketenangan pria itu.

“Pak, RAB-nya sudah selesai. Silakan Bapak periksa terlebih dulu.”

“Hmmm …. taruh di atas meja aja,” jawabnya singkat.

“Kalau Bapak sibuk, bisa memeriksanya besok.” Morgan hanya mengangguk seolah sosok Purple tak kasat mata.

“Pak… saya boleh bicara sebentar?”

“Kenapa? Ngomong aja saya denger, kok.”

“Hmmm …. Boleh nggak, Pak, saya kerja dari rumah aja?” Morgan menghentikan jarinya yang sedari tadi sibuk memeriksa laporan keuangan.

“Saya, kan bukan termasuk ….”

“Nggak boleh.” Morgan melipat kedua tangannya ke dada seraya menatap tajam Purple. Tatapan mematikan yang membuat lawan bicaranya tak sanggup membantah.

“Ke-napa nggak boleh?”

“Ya, karena saya nggak suka sesuatu yang ribet. Kalau mendadak ada hal yang perlu saya diskusin denganmu, tinggal panggil aja. Kalau jauh mesti telepon dulu terus nunggu lagi. Se-simple itu alasannya.” Purple nampak mengatupkan bibirnya. Tak akan menang berdebat dengan pria keras kepala itu.

“Sekarang saya tanya balik, kenapa nggak mau kerja di sini? Apa fasilitasnya kurang? Mau disiapkan computer yang lebih besar? Besok saya minta Alfa…”

“Bukan… bukan soal itu. Lebih ke perasaan nyaman aja, sih, Pak. Saya lebih nyaman di rumah. Dan nggak enak juga sama karyawan yang lain, karena saya kan hanya kerja sampai kontrak selesai. Rasanya….”

“Oh, karena nggak enak sama yang lain. Ya udah mulai besok pindah ke sana aja.” Kepalanya mengarah ke meja Alfa.

“Hah?” Purple bengong lalu keluar ruangan dengan tubuh lemas. Percuma ngomong sama batu, bukannya dapat solusi justru dapat masalah baru.

Sebelum pulang Purple ke kamar mandi terlebih dulu agar di perjalanan tidak berhenti di tengah jalan karena kebelet pipis. Sekembalinya dari kamar mandi RAB yang tadi diserahkan sudah ada di mejanya kembali. Setelah dia buka, terdapat  banyak coretan di dalamnya.

“Morgan, apa-apaan ini?” Purple kembali masuk ke ruangan tanpa mengetuk pintu.

“Ini kantor, panggil yang benar.”

“Nggak bisa, aku lagi marah.” Morgan menutup bibirnya yang tersenyum dengan jarinya. Mana ada orang marah bilang-bilang.

“Kamu nggak salah coret sebanyak ini?” Purple berdiri di samping bangku Morgan sembari membuka RAB-nya. Memerlihatkan sebanyak apa dia harus revisi ulang.

“Kamu tahu nggak aku kasih harga ini setelah survei lapangan. Semua material yang kupake di sini adalah harga yang paling kompetitif dengan kualitas yang standart. Kenapa semua dicoret? Kalau ….”

See ….” Morgan menuliskan koreksi di sebelah coretan satu per satu dengan sabar. Purple memerhatikannya dengan saksama. Ternyata ada beberapa material yang Morgan minta agar pakai yang kualitasnya lebih bagus. Ada juga yang sebaliknya. Keduanya juga mendiskuskusikan warna cat dan keramik yang lebih cocok daripada sebelumnya.

“Sudah semua, Pak?” tanya Purple setelah Morgan menghentikan tulisannya.

“Hmmm ….”

“Baik, besok saya perbaiki.”

“Besok?” Purple mengangkat tangan dan mengetuk jam tangannya. Menunjukkan sudah jam 8 malam.

“Saya capek…. Besok, ya, revisinya.” Purple menopang wajahnya yang mungil dengan satu tangan seraya menatap wajah Morgan yang terlihat sama lelahnya. Pria itu tampak salah tingkah hingga mengangguk tanpa sadar.

“Kamu mau pulang jam berapa?”

“Kerjaanku masih banyak.”

“Oh….Ya, udah, aku pulang duluan, ya.” Morgan mengangguk lagi.

See you, Babe….” Wajah Morgan langsung memerah mendengar sapaan sayang yang tak terduga itu. Benar-benar wanita yang susah sekali ditebak dan membuat perasaannya campur aduk. Marahnya wanita itu pun juga masih terlihat manis. Sejauh mana dia bisa bertahan dengan godaan-godaan kecil seperti itu?

Purple menuju mejanya kembali untuk merapikan laptop, berkas-berkas serta handphone di meja dia masukkan ke dalam tas mungilnya. Memastikan tak ada barang tertinggal. Kemudian berjalan menuju lift yang letaknya tak jauh dari ruangan.

Dia menekan tanda panah yang ada di dinding. Tak berselang lama pintu lift pun terbuka dan dia melangkah masuk. Saat pintu akan menutup tiba-tiba Morgan menahannya.

“Lho … tadi katanya kerjaan masih banyak?” Morgan memilih tak menjawab karena malu menjilat ludah sendiri atas ucapannya tadi. Sementara Purple tersenyum melihat Morgan yang salah tingkah.

“Mau … makan bareng?” tanya Purple. Morgan menggeleng ragu. Tubuhnya bertolak belakang dengan hatinya yang bilang, “iya, mau.”

“Mau … anterin aku pulang, nggak?” Kali ini Morgan menatap Purple tajam.

“Bercanda, ih. Serius banget.”

Ting

“Jangan bersikap kayak gitu di depan laki-laki lain.” Morgan mengatakannya sembari melangkah keluar lift.

“Apa? Apa? Aku nggak denger.”

“Besok pergi ke THT,” teriak Morgan sambil melangkah menuju bassment. Dia mengatakannya seraya tersenyum meledek.

“Ih, jahat banget ngatain aku budek.” Purple bergumul seraya menyentak-nyetakkan sepatunya.

“Kenapa, Mbak?” Seorang OB yang tengah mengepel lantai kaget dengan wanita yang tiba-tiba kesal itu.

“Nggak apa-apa, Mas. Kaki saya kesemutan.”

“Oh, kirain kenapa.” OB itu kembali menyelesaikan pekerjaannya. Sementara Purple masih ngedumel seraya berjalan keluar gedung.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Pesona Sang Mantan   Chapter 27

    Selangor, Malaysia – 09.00 pagi“Sial!” umpat Morgan setelah mematikan sambungan telepon dari sang kekasih. Walau tadi dia berusaha tenang dan menyembunyikan rasa cemburunya tetap saja dia merasa was-was jika sudah menyangkut sahabat kecil dari kekasihnya itu.Alfa yang berdiri di sampingnya tak berani menanyakan apa yang tengah membuat bosnya mendadak kesal saat meeting akan dimulai beberapa menit lagi.“Al, kita usahakan meeting ini selesai secepat mungkin. Ga usah terlalu banyak basa-basi. Jika pihak mereka banyak permintaan kita cari investor lain.“Baik, Pak.”Ting.Bersamaan dengan itu pintu lift terbuka, keduanya menuju ruangan ujung sebelah kanan, tempat berlangsungnya meeting yang akan menguras banyak waktu.Samarinda, IndonesiaSaat Purple akan membuka pintu mobil hitam yang mengantarkannya sampai depan rumah, Rudra bertanya, “Akankah hubungan kita berubah?”“Kalau udah tahu hubungan kita gak akan sama seperti dulu lagi, bukankah sebaiknya gue ngak perlu tahu gimana perasaan

  • Terjerat Pesona Sang Mantan   Chapter 26

    Chapter 26Tin … tinSuara klakson dari sebuah mobil hitam yang terasa sangat familiar menarik perhatian Purple yang tengah berdiri di pinggir jalan menunggu taksi dengan tangan menenteng sebuah koper. Dia akhirnya memilih pulang sendiri karena Alfa hari ini sakit dan pacarnya mendadak harus ke Malaysia untuk negoisasi harga dengan customer barunya.“Masuk,” perintah laki-laki dari dalam mobil setelah kaca bagian penumpang terbuka. Sebelum memutuskan untuk mengikuti perintah laki-laki itu, Purple mengangkat kopernya. Sebagai kode minta tolong agar supir ganteng itu mau menaruh kopernya di bagasi. Begitu sang supir keluar dari mobil dan mengambil alih koper dari tangan Purple, sang pemilik justru dengan santainya masuk ke dalam mobil.“Lo habis dari mana?” tanya Purple seraya memakai sabuk pengamannya.“Abis service monitorku rusak.”“Oh ….” Setelah mengucapkan sepatah kata itu Purple menyandarkan kepalanya dan perlahan menutup mata.“Lo habis dari mana? Berhari-hari ngak bisa dihubungi

  • Terjerat Pesona Sang Mantan   Chapter 25

    Chapter 25Lebih baik dari perkiraan, ternyata tak sampai seminggu luka Morgan sudah mengering. Lima hari berlalu begitu saja tanpa terasa. Seperti sebelumnya, Purple tetap tekun dengan pekerjaannya. Sama sekali tak goyah dengan rengekan Morgan tiap kali wanita itu ingin berangkat kerja. Dan entah disengaja atau memang benar sibuk, Purple selalu pulang malam. Itulah yang ada di pikiran Morgan tiap kali pacarnya pulang jam 19.00 WITA.Aktivitasnya yang begitu padat membuat rumah Morgan hanya jadi tempat persinggahan untuk tidur. Tiap selesai memberikan obat dan mengganti perban, mereka mengobrol ringan. Kadang Purple tertidur saat obrolan mereka belum berakhir. Dan seperti biasa Morgan hanya dapat menahan hasratnya selama beberapa hari itu dengan amat tersiksa. Apalagi saat wanita itu tertidur di bahunya dengan hanya mengenakan tank top dibalut outer tipis. Outer berbahan satin yang kadang terbuka tanpa sengaja seakan terus mengejek dirinya ya

  • Terjerat Pesona Sang Mantan   Chapter 24

    Chapter 24Selepas kepergian Desi yang berhasil membuat mood-nya berantakan, Purple membereskan sisa sarapan yang baru dia makan setengah. Dia buang sisanya karena nafsu makannya hilang seketika. Menutup jatah sarapan Morgan dengan tudung saji di atas meja makan, lalu pergi ke kamar mandi.30 menit kemudianKeluar dari kamar mandi Purple merapikan sedikit bagian dapur yang berantakan. Membuang sampah yang berserakan di meja, menaruh beberapa makanan dan minuman ke dalam kulkas, terakhir dia manyapu dan mengepel lantai agar terlihat bersih. Kemudian menuju kamar tidur mengambil shoulder bag-nya. Mengeluarkan beberapa buah peralatan make up yang akan dia gunakan untuk merias diri.Merasa penampilannya sudah sempurna dengan baju kasualnya, Purple menghampiri Morgan yang masih tertidur. Mengecup kening pria itu sambil berkata, “Aku berangkat kerja, ya.” Diikuti senyuman tipis di bibirnya yang berwarna peach.

  • Terjerat Pesona Sang Mantan   Chapter 23

    Samarinda-Sinar baskara yang menerobos gorden putih di kamar tidur Morgan membuat mata Purple terasa silau. Dia mengerjap untuk sesaat. Berusaha menyadarkan diri bahwa ini adalah kali pertama dia tidur di rumah seorang pria yang bahkan tidak pernah terpikir sedikit pun mereka akan bertemu lagi setelah sekian lama. Sebuah takdir yang sulit dipercaya. Di tengah keputus asaannya dulu mencari cinta yang hilang ternyata Tuhan sudah mengatur waktu yang paling tepat bagi mereka untuk bertemu kembali. Entah takdir atau kebetulan, dia tetap merasa bersyukur.Purple memiringkan badannya ke kanan. Mengamati dengan saksama durja rupawan seorang pria yang menemaninya tidur semalam. Setiap pahatan indah dalam diri pria itu seakan tak memiliki cela di dalamnya. Dalam tuturnya yang lembut dan setiap perlakuan terhadap dirinya penuh dengan perhatian serta pertimbangan. Agar tak menyakiti atau melukai. Menggambarkan dengan jelas perasaan takut kehilangan dan ditinggalkan seperti dulu.S

  • Terjerat Pesona Sang Mantan   Chapter 22

    Ruangan yang semula dipenuhi suara erangan Purple mendadak berubah hening karena kepergian dua manusia itu ke tempat yang berbeda. Purple memutuskan untuk membersihkan diri, sementara Morgan memilih untuk menahan gairah yang tadi sempat membara dengan menyulut sebatang tembakau di teras rumah. Hanya itu satu-satunya pelarian yang tersisa mengingat dia sudah bertekad untuk tak menjadi pecandu alkohol lagi dan hidup lebih baik demi wanita yang dicintainya.“Kenapa merokok? Kondisimu kan lagi ngak baik.” Suara lembut wanita yang muncul di belakangnya membuat Morgan kaget. Buru-buru dia membuang rokok yang baru terisap setengah itu dengan asal, lalu menyeka bibirnya agar tidak terlalu bau.“Apa ada hal buruk sampai kamu merokok lagi?” Morgan menggeleng.“Aku hanya sedang melampiaskan hasrat yang tak tersalurkan. Kamu tahu, kan aku ini pria dewasa dengan usia yang tepat untuk menyalurkan hasrat.”Deg!Purple tahu betu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status