Share

Bab 08

Richard Bill POV

Stacey Welsh Waldermar, satu-satunya orang yang menjadi mimpi burukku selama aku bekerja sebagai pengawal, dia bukan hanya seseorang yang menyebalkan tapi dia seseorang yang membuat kesabaranku teruji, dia selalu membuatku ingin marah setiap kali dia mengatakan tidak ketika aku mengatakan bahwa dia harus selalu berada di sampingku.

Aku tidak tahu berapa kali dalam satu bulan dia mengunjungi bar dan setiap kali aku melarangnya untuk memasuki tempat itu, dia selalu memiliki cara agar masuk ke dalam sana dan bersikeras untuk datang, dia selalu membuat kita kembali bertengkar dan akulah yang harus mengalah untuk ini—aku tidak yakin jika aku bisa bertahan bersamanya hingga kontrakku habis.

“Aku tidak akan lama di sini.”

Dia melirikku kemudian dia turun dari kursinya dan berjalan melewatiku, baik, dia tidak minum tapi hanya mengambil barang dari temannya, Emma Williams, dia istri dari pemilik kelab yang sering didatangi Stacey dan tidak memiliki catatan criminal apapun termasuk suaminya, jadi dia tidak menimbulkan ancaman bagi Stacey dan aku tidak perlu mencurigainya—bukan berarti aku tidak hati-hati, aku memeriksa semua latar belakang pada semua orang yang berhubungan dengan Stacey setiap malam setelah dia tertidur karena dia selalu bertemu dengan orang baru.

Sementara itu, sepanjang perjalanan hanya keheningan, aku duduk di samping Prescott dan memperhatikan jalan sesekali melirik kaca spion untuk memastikannya masih bernapas karena sejak pagi tadi dia selalu marah jadi aku patut mencurigainya jika dia tidak tahan dengan kehadiranku dan membunuh dirinya sendiri yang akan membuatku masuk penjara atas kasus pembunuhan berencana.

Stacey duduk di belakang Scott, dia seperti disney princess yang bersandar menghadap luar jendela ketika malam hari dan aku mengakui bahwa dia cantik saat melakukan apapun bahkan jika dia hanya duduk diam seperti itu—mata sebiru lautan itu hanya focus memandangi jalanan, dia sempurna untuk menjadi seorang gadis.

Aku kembali memusatkan pandanganku ke jalan sesaat setelah mobil memelan dan pintu gerbang terbuka lebar—begitu mobil berhenti, aku segera keluar, melihat keadaan seraya melepas kancing jasku dan membuka pintunya.

“Nona Stacey,” kataku seraya meletakkan tangan kananku di pintu saat dia akan keluar—mata kami bertemu selama beberapa detik sebelum akhirnya dia memutuskan kontak mata untuk masuk ke dalam.

“Thank you, Bill.”

“James,” kataku.

Pria itu hanya menggeleng pelan. “Aku benar-benar minta maaf dengan sikapnya tidak baik denganmu hari ini, akan kuberitahu dia.”

“Tidak masalah.”

Aku melangkah masuk ke dalam, suara bising mulai terdengar karena suatu hal yang Stacey pegang, dia selalu membantingnya dan aku menyusulnya ke dapur karena dia berada di sana, menyibukkan diri dan membanting setiap barang yang dia pegang.

Stacey berdiri di depan lemari es, dia mengambil sebotol jus jeruk dan sebelum dia menuangkan jus itu, aku mengambil gelas dan meletakkan gelas itu di depannya.

“Kau harus minum menggunakan gelas,” kataku.

“Terima kasih.”

Dia menuangkan penuh ke dalam gelas kemudian tanpa sepatah kata, dia membalikkan tubuh dan pergi dari hadapanku. Mataku tertuju padanya ketika dia menaiki anak tangga hingga tubuhnya hilang dari balik dinding—aku menggeleng pelan, lalu menutup botol jus itu dan mengembalikan ke dalam lemari es untuk ditukarkan dua soda dari sana.

Aku bergerak mematikan semua lampu kecuali lampu dapur dan melangkah keluar, menghampiri Prescott yang sedang duduk di depan kolam renang.

“Kau suka soda, Scott?”

Dia menoleh. “Ya, aku tidak mendengar kau datang.”

Aku mendengus seraya melempar botol itu padanya lalu bersandar di pagar kolam renang—pria itu tersenyum mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celananya.

“Kau merokok, Bill?”

Aku mengangguk dan menerima sebatang rokok itu lalu menyalakannya. “Sudah berapa lama kau bekerja dengan Bakeer Waldermar?” tanyaku.

“Cukup lama, mungkin sekitar 20 tahun, saat Stacey masih sangat kecil.”

Hening.

Aku mengangguk paham. “Seperti apa dia di belakang layar?”

“Menarik.” Dia mendengus. “Ada yang menyukainya dan ada juga yang tidak menyukainya, dia orang yang sangat sibuk, di hari liburpun dia tetap bekerja, bahkan kerabat terdekatnya harus membuat janji jika mereka ingin bertemu, bahkan untuk Stacey sekalipun.”

Aku menoleh. “Bagaimana hubungan mereka berdua?”

“Stacey dan Bakeer?” tanya Prescott.

Aku mengangguk. “Sudah 4 tahun mereka tidak bertemu, Bakeer adalah orang yang keras termasuk dengan kedua putrinya dan seringkali Stacey berontak untuk mencari perhatian dari ayahnya saat dia masih kecil dulu ketika Bakeer lebih memperhatikan Stella yang saat itu baru. Aku tahu yang gadis itu lakukan karena aku mempunyai seorang putri yang sebaya dengannya, dia hanya mencari teman dan membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya dan Bakeer melupakan itu, jadi terkadang aku membawanya pulang ke rumahku agar dia bermain dengan putriku, Daisy. Sejak kecil Stacey selalu sendirian, hanya kami yang menemaninya.”

“Mereka tidak pernah berbicara lewat telpon atau lainnya?”

Prescott menggeleng. “James selalu menjadi penengah antara mereka berdua, mereka dulu sedekat nadi tapi kemudian semuanya hancur dan Stacey membenci ayahnya ketika Bakeer memutuskan menikah lagi dengan wanita itu. Bakeer selalu menepati janji tapi setelah dia menikah, dia selalu menjanjikan sesuatu pada Stacey dan mengingkarinya, setiap saat dan itulah mengapa mereka tidak dekat seperti dulu.”

Prescott menoleh ke arahku. “Gadis memiliki masalah ayah cenderung lebih liar, terkadang mereka tidak bisa mengontrol diri dan aku selalu khawatir dengannya setiap kali dia pulang dalam keadaan mabuk berat. Kenapa kau bertanya itu?”

Aku menggeleng dan membuang asap dari mulutku. “Tidak, hanya bertanya.”

Stacey menghabiskan seharian penuh berada di luar dan dia tak pernah lepas dari pandanganku—pembicaraan kami berhenti setelah dia bertanya tentang nama ibunya kemudian kami tidak lagi berbicara, dia sibuk dengan pekerjaannya dan aku sibuk untuknya. Untungnya semua tampak normal, Stacey tidak terus mengoceh seperti siang tadi.

Jarum jam sudah tertuju pada angka dua belas dini hari, aku mematikan puntung rokokku dan mengalihkan pandanganku ke lantai dua—Stacey berdiri di sana, memegang pagar dan melihat ke arahku tapi dia segera mengalihkan pandangannya lalu berbalik ke kamarnya saat mataku bertemu dengannya tapi aku cukup yakin jika dia terkejut saat aku memergokinya memperhatikan kami berbicara.

Bahuku mengendur, kepalaku tetap menghadap ke kamarnya yang masih terang—aku mengangkat tangan melirik jam di lenganku.

“Pukul berapa Stacey tidur, Scott?” tanyaku tanpa mengalihkan pandanganku.

“Pukul 9.”

“Saat usianya berapa dia tidur pukul 9?”

Hening.

“16, sepertinya.”

Aku menoleh ke belakang, mataku melirik ke kanan dan kiri memantau keadaan di luar mansion kemudian kembali menghadap kamarnya. “Apakah dia memiliki kebiasaan mengintip dan menguping?”

“Terkadang.”

Stacey berdiri di samping jendela, dia terlalu bodoh untuk tidak menyadari bahwa bayangan tubuhnya terlihat begitu jelas di balik gorden tipis dari bawah sini dan dia sedikit mendorong jendela itu hingga setengah terbuka. “Kapan terakhir kali kau memergokinya?”

“Saat James berkencan dengan mantannya dulu, sepertinya, aku lupa…”

“Kau tahu apa yang dia lakukan di atas sana?”

Prescott menoleh ke arahku, aku mengangkat daguku ke arah kamarnya, dia mendongak. “Oh that girl…”

Dia tertawa kecil melihat apa yang gadis itu lakukan di jendela kamarnya dan aku menegakkan tubuhku, dia menarik perhatianku dan membuat kedua kakiku berjalan memasuki rumah—aku menggeleng pelan, bibirku menyunggingkan senyum tipis saat kujajaki kakiku menaiki tangga menuju kamarnya.

Perlahan aku membuka lebar pintu kamarnya, aku bersandar di kusen pintu sambil memasukkan kedua tanganku di saku celana menghadapnya selagi dia terus mencari posisi yang tepat untuk duduk di jendela agar lebih leluasa mendengar apa yang aku dan Prescott bicarakan.

Setelah dia mendapati tempatnya, dia sedikit mengintip keluar. “Dimana dia?” gumamnya, kepalanya menoleh ke segala arah.

“Di sini.”

Suaraku tidak terlalu besar tetapi berhasil membuatnya terkejut, dia hendak menoleh tetapi dia membuat tubuhnya tidak seimbang hingga bebannya terjatuh ke lantai yang dingin itu dengan cepat.

“Argh!”

Aku mendengus dan melangkah masuk ke dalam. “Kau baik-baik saja?” tanyaku.

“Menurutmu?”

Aku berjongkok di depannya, dia berdecak kesal ketika aku membantunya meluruskan kedua tangannya. Aku menggeleng pelan saat menyentuh lengannya untuk memeriksa sikunya, tampak sedikit memerah karena tangannya menjadi tumpuan saat dia jatuh tadi.

“Does it hurt?” tanyaku menatapnya.

Stacey mengangguk pelan. “Sedikit…”

“Bagian mana?”

“Hanya siku,” gumamnya.

“Saat kau akan jatuh, kau tidak boleh menggunakan tanganmu untuk menjadi tumpuan, kau bisa membuat tanganmu cedera, yang boleh kau lakukan jatuhkan seluruh tubuhmu ke lantai jadi tidak ada bagian yang menjadi tumpuan, mengerti?”

“Bagaimana bisa aku melakukan itu? Aku jatuh secara spontan bukan disengaja dan kau membuatku terkejut,” gurutunya.

“Lalu kenapa kau mengintip dan menguping pembicaraanku dengan Prescott?”

Dia mendongak. “Kau menuduhku?”

“Aku melihatmu mengintip,” kataku.

Stacey mengibaskan helai rambut dari wajahnya yang tampak memerah menahan malu dan bangkit dengan cepat kemudian dia berjalan untuk duduk di ranjang dengan wajah ditekuk. “Tidak seharusnya kau di sini, kau harus tahu batasanmu, Mr. Bill,” ucapnya.

Aku mengembalikan perhatianku padanya lalu aku bangkit dan mengunci jendela kamar juga pintunya sembari memantau keadaan di luar pagar mansion. “Tidak seharusnya kau mengintip dan menguping pembicaraanku dengan Prescott, kau harus tahu batasanmu, Miss. Waldermar,” kataku seraya menyentuh gagang pintu balkon kamar.

“Hey!”

Aku memutar tubuhku menghadapnya. “Seberapa sering kau membuka pintu balkon ini?”

Stacey terdiam dan berkata. “Sesering mungkin, setiap malam.”

“Aku ingin kau tidak membuka pintu saat tengah malam hanya untuk mencari udara malam, itu berbahaya, aku tidak ingin seseorang melihatmu berdiri di balkon itu sendirian dengan semua lampu menyala.”

Keningnya berkerut. “Aku bebas melakukan apapun, ini rumahku dan—”

“Dan ini peraturanku,” sambungku. “Kau bisa turun ke bawah dan mencari udara di dekat kolam renang seperti yang kulakukan dengan Prescott, itu lebih aman daripada kau berdiri di atas sini,” kataku.

Dia sedikit berdecak. “Aku tidak ingin bertengkar, Bill…”

“Aku juga, selamat malam, Nona Stacey,” kataku.

・༓☾ ☆ ☽༓・

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status