Laras sejenak tertegun, lalu membelalak, buru-buru menutup belahan dadanya yang terbuka.
"Ha-halo..." Ia menyapa kaku dan gelisah, menundukkan kepalanya. Melihat pakaiannya, sepertinya ia adalah orang penting. Laras berbalik, lalu buru-buru membungkuk hormat.
"Selamat sore, Pak Ardhan."
Ardhan mengerjap dan berdeham, lalu berjalan menghampiri mereka. "Ada apa dengan Chloe? Aku mendengar tangisannya dari luar."
Laras mengernyit mendengar suara bariton dingin dan datar itu. Rasanya seperti ia pernah mendengarnya di suatu tempat. Ia menatap Ardhan lekat.
Pria itu sangat tampan, tinggi, dengan potongan rambut cepak. Tubuhnya agak kekar dan ramping, tampak pas dengan setelan kerjanya. Lengan kemejanya digulung, memperlihatkan otot lengan dan urat yang menonjol.
Merasakan tatapan Laras, pria itu menoleh, membalas tatapannya. Laras agak tersentak dan menundukkan kepalanya cepat. Jantungnya berdebar kencang. Pipinya terasa panas.
"Tadi Nona Chloe menangis, tidak bisa berhenti dan nggak mau minum susu. Untungnya ada Mbak Laras yang datang untuk wawancara dan bisa menenangkan Nona Chloe," ujar Tania, menunjuk Laras.
Ardhan menatap Laras yang sedang menyusui putrinya. Wanita itu terlihat muda, mungkin seumuran istrinya. Ia memiliki kulit putih bersih, tubuh ramping, dan cantik untuk seorang ibu muda yang sudah melahirkan.
"Jadi ini pengasuh yang direkomendasikan Bibi Sofia?"
"Ya, Pak."
Laras mengatur detak jantungnya dan menatap Ardhan dengan senyum sopan. "Halo. Selamat sore, Pak. Saya Laras Nugrahayani. Saya direkomendasi oleh Kak Sinta, adiknya Bu Sofia, di sini sebagai pengasuh dan ibu susu."
"Sepertinya kamu sudah berpengalaman dan sangat mudah menyusui anakku yang rewel." Ardhan melirik putrinya yang sedang menyusu dengan tenang di dada Laras, lalu mengalihkan pandangannya dengan cepat.
Namun, bayangan payudara putih dan montok itu terbayang di kepalanya. Ardhan menggelengkan kepalanya dan memasang ekspresi acuh tak acuh.
“Anak saya juga usianya sama dengan Nona Chloe,” balas Laras. “Jadi mudah untuk menyusui Nona Chloe.”
“Katanya ASI Mbak Laras melimpah dan pandai mengurus anak, karena itu Bu Sofia rekomendasinya tapi nggak sempat mewawancarainya. Mbak Laras sudah menunggu hampir seharian,” ujar Tania memberitahu.
“Aku mengerti. Di mana istriku? Dia seharusnya menggantikan Bibi Sofia mewawancarai, kenapa kalian membuat tamu menunggu lama?” Suara Ardhan terdengar dingin, tatapannya menajam ke arah Tania.
Dia adalah kepala pelayan yang mengatur segala urusan di mansion Wikrama.
“Itu … Bu Winda sedang ada urusan di luar dan belum pulang sampai sekarang.”
“Dari jam berapa?”
“Jam delapan pagi …..”
“Selama itu dia belum pulang dan meninggalkan Chloe?”
“Y … ya … tadi saya coba hubungi Bu Winda karena Nona Chloe nggak berhenti menangis tapi Bu Winda … sepertinya sibuk,” balas Tania, menundukkan kepalanya, gentar di bawah tatapan tajam Ardhan yang jelas sedang menahan amarah.
“Begitu, bagus sekali. Dia bersenang-senang dan meninggalkan anaknya sendiri.”
Winda adalah istri yang dinikahinya setahun lalu karena sebuah ‘kecelakaan’, yang kemudian melahirkan Chloe. Istrinya, seorang aktris cukup terkenal, tidak betah berdiam diri di rumah mengurus anak. Dia juga tidak bisa menyusui Chloe, yang menyebabkan anaknya rewel dan sensitif, hingga membutuhkan ibu susu untuk menggantikan peran Winda.
Ardhan mengusap keningnya, lalu melirik Laras. Wanita itu terlihat cukup terampil, mampu langsung menenangkan Chloe dan membuatnya minum susu, sesuatu yang tidak bisa ditangani oleh pengasuh yang mereka pekerjakan sebelumnya.
“Karena dia bisa mengurus dan menyusui Chloe, dia boleh bekerja sebagai ibu susu dan pengasuh. Aku serahkan padamu untuk menilainya. Aku ingin cek lagi kesehatannya dengan dokter pribadi keluarga Wikrama,” ujarnya pada Tania.
"Jangan khawatir, Pak. Aku akan mengurusnya."
“Aku akan ke kamar, nanti aku akan mengecek Chloe di kamarnya.” Ardhan berjalan menuju lantai dua, ke arah kamarnya.
Ardhan berdiri di tengah kamar, melepaskan kancing kemeja hitamnya satu per satu. Setiap kancing yang terbuka memperlihatkan sedikit demi sedikit kulit dada yang kokoh dan berotot.
Ia melepaskan seutuhnya kemeja itu, menjatuhkan kainnya di lantai. Otot dada dan perutnya yang kencang tampak jelas di bawah cahaya.
Ardhan berjalan menuju kamar mandi sambil melepaskan sabuk pinggang dan celananya hingga telanjang.
Ia lalu berdiri di bawah shower dan membiarkan air hangat menyiram tubuhnya. Kepalanya mendongak, merasakan sensasi air yang menenangkan.
Tiba-tiba, bayangan seorang wanita muncul di benaknya. Wajahnya cantik, tampak malu-malu berusaha menutupi payudara putih dan montok dari pandangan Ardhan. Kulitnya putih bersih, leher jenjangnya tampak mulus, menggoda untuk dicicip.
Ardhan sekejap membuka mata dan menelan ludah. Rasanya dia bisa membayangkan saat menenggelamkan kepalanya di leher halus itu, mencicipi kulitnya dari leher hingga buah dadanya yang penuh.
Napas Ardhan mulai terengah-engah sambil mengulurkan tangannya ke bawah, mengelus miliknya yang mulai mengeras.
Dia pasti sudah gila membayangkan ibu susu putrinya sambil bermasturbasi di kamar mandinya.
.
.
.
Setelah melalui serangkaian pemeriksaan kesehatan yang ketat, Laras akhirnya diterima bekerja sebagai pengasuh sekaligus ibu susu untuk Nona Muda Chloe, putri semata wayang Presdir Ardhan Wikrama dan cucu pertama keluarga Wikrama.
Sejauh yang Laras dengar, sang Presdir amat menyayangi putrinya, bahkan terlampau protektif, sehingga pengasuh pengasuh untuk Chloe dilakukan dengan sangat teliti dan tidak ada riwayat penyakit.
"Wow, akhirnya ada juga yang bisa menenangkan bayi rewel ini," puji Sofia, adik Sinta, akhirnya bertemu dengan Laras.
Dia seorang wanita yang masih terlihat muda di usia 38 tahun, delapan tahun lebih tua dari Ardhan, anak tirinya.
Namun yang Laras dengar dari pelayan adalah bahwa Sofia bukan istri sah; dia seorang gundik dari Hendra Wikrama, kepala keluarga Wikrama yang sudah berusia 60 tahun.
Sementara istri pertama Hendra sudah bercerai puluhan tahun, dan istri kedua meninggal saat melahirkan putra kedua Hendra.
Sofia mengangguk puas saat Chloe berhenti menangis. Ia kemudian menoel hidung Chloe dengan gemas.
"Anak ini benar-benar bikin seisi rumah pusing. Dia sangat sensitif, rewel, dan sulit sekali ditenangkan. Winda ngidam entah apa sampai anaknya seperti ini," keluh Sofia, bercerita pada Laras. "Mama nya itu juga nggak berguna. Bukannya menenangkan anaknya, dia malah menyerahkannya semuanya pada pengasuh untuk ngurus anaknya, bahkan menyusui pun tidak becus. Yang dia tahu cuma menghambur-hamburkan uang."
"Oh, bagaimana dengan pengasuh sebelumnya?" tanya Laras, diliputi rasa ingin tahu, sembari terus menyusui Chloe.
"Mereka hanya bisa mengasuh, tapi nggak bisa menyusui. Dan mereka semua sudah paruh baya, mana mungkin masih bisa menyusui. Chloe juga sangat sensitif, dia nggak bisa menerima ASI dari donor atau susu formula. Jadi, mereka semua terpaksa kami berhentikan. Adikku yang menyarankan agar aku mencari pengasuh dan ibu susu dari wanita yang baru saja melahirkan. Tapi ya, sulit sekali mencari ibu muda yang mau meninggalkan bayinya dalam waktu lama. Untungnya ada kamu," jelas Sofia panjang lebar.
"Ah, begitu rupanya..." Laras mengangguk mengerti.
"Bagaimana dengan anakmu sendiri? Apa kamu nggak apa-apa meninggalkan bayimu?" tanya Sofia ingin tahu.
"Nggak apa-apa. Aidan nggak rewel dan mudah diurus. Dia bisa minum ASI dan susu formula. Kak Sinta yang merawatnya," jawab Laras.
"Oh, Sinta ya... Dia memang nggak bisa punya anak. Wajar saja kalau dia mau merawat anakmu. Suamimu sudah meninggal, ya?"
"Hmm ...." Wajah Ardhan terlihat acuh tak acuh menatap istrinya."Sarapan pasti sudah disiapkan. Pergilah dulu, nanti aku menyusul sambil membawa Chloe." Winda tersenyum manis.Ardhan tak mengucapkan sepatah kata pun dan hanya mengangguk lalu berjalan pergi dengan tas kerjanya.Setelah Ardhan pergi, Winda mendelik pada Laras."Saat aku dan suamiku berduaan, jangan tiba-tiba muncul atau mengganggu kami.""Maaf, Bu Winda. Saya nggak tahu Bu Winda dan Pak Ardhan keluar dari kamar. Saya hanya mau keluar bawa Chloe berjemur di bawah sinar matahari pagi untuk mendapat vitamin D,” ujar Laras meminta maaf."Jangan banyak alasan. Ini peringatan pertama, ya. Awas kalau mengganggu waktu berduaan kami lagi. Kalau lihat aku dan Ardhan berdua, kamu harus menjauh dan bawa juga Chloe ...." Winda menatap putrinya.Sebelah alis Laras terangkat melihat kilat kecemburuan di mata Winda saat menatap putrinya sendiri.Wajar seorang ibu cemburu karena perhatian Ardhan lebih banyak tertuju pada putrinya.“Sud
Keesokan paginya, Laras terbangun dengan lingkaran gelap di bawah matanya karena dibangunkan oleh seorang pelayan yang mengantar sarapan dan obat herbal khusus untuk memperlancar ASI.Sarapan Laras terdiri dari bubur kacang hijau, buah kurma, dan susu almond. Makanan ini telah diatur sesuai resep dokter agar Laras dapat menyusui anak sang Presdir, cucu pertama keluarga Wikraman yang berharga.Ini adalah kali pertama Laras merasakan makanan seenak ini sejak melahirkan, meskipun hanya bubur kacang hijau dan buah kurma. Selama beberapa bulan terakhir, ia hanya mengkonsumsi sayur bening dan daun katuk demi bisa menyusui anaknya."Mbak Laras mandi dulu. Biar aku yang jaga dan rapikan kamar Nona Chloe.”Laras mengangguk sambil berterima kasih. tenaganya terkuras karena terjaga saat mengurus Chloe.Ia merasa lebih segar setelah mandi dan sarapan, meskipun lingkaran gelap di bawah kelopak matanya masih membuat wajahnya terlihat lelah dan kurang tidur. Ia berganti pakaian dengan baju babysitte
Laras mengangguk pelan, tatapan matanya acuh tak acuh saat almarhum suaminya dibahas."Turut berduka cita," ucap Sofia, mengusap pundak Laras penuh empati. "Baiklah, kalau begitu aku akan meninggalkanmu di kamar Chloe. Kamu bisa tinggal di kamar ini. Akan lebih mudah bagimu merawat Chloe. Lalu ada kamar Ardhan dan Winda di sisi lain. Lantai dua ini memang khusus untuk Ardhan, istrinya, dan Chloe.”Sofia berhenti sejenak seolah mengingat sesuatu lalu memberi tahu Laras. “Omong-omong, di kamar ini ada CCTV yang terhubung langsung ke kamar Ardhan. Ardhan biasanya selalu mengawasi keadaan Chloe dari kamarnya. Jadi, hati-hati kalau ingin melakukan apa pun. Sedikit salah, kamu bisa dipecat oleh Ardhan.”Dia menunjuk ke sudut ruangan tempat kamera CCTV terpasang."Oh..." Laras sedikit terkejut, buru-buru menutup bagian payudaranya yang terbuka karena menyusui Chloe, lalu melirik ke arah CCTV. "Apa ini nggak apa-apa?""Yah, sudah terlambat. Aku lupa memberitahumu. Tapi Ardhan juga bukan orang
Laras sejenak tertegun, lalu membelalak, buru-buru menutup belahan dadanya yang terbuka."Ha-halo..." Ia menyapa kaku dan gelisah, menundukkan kepalanya. Melihat pakaiannya, sepertinya ia adalah orang penting. Laras berbalik, lalu buru-buru membungkuk hormat."Selamat sore, Pak Ardhan."Ardhan mengerjap dan berdeham, lalu berjalan menghampiri mereka. "Ada apa dengan Chloe? Aku mendengar tangisannya dari luar."Laras mengernyit mendengar suara bariton dingin dan datar itu. Rasanya seperti ia pernah mendengarnya di suatu tempat. Ia menatap Ardhan lekat. Pria itu sangat tampan, tinggi, dengan potongan rambut cepak. Tubuhnya agak kekar dan ramping, tampak pas dengan setelan kerjanya. Lengan kemejanya digulung, memperlihatkan otot lengan dan urat yang menonjol.Merasakan tatapan Laras, pria itu menoleh, membalas tatapannya. Laras agak tersentak dan menundukkan kepalanya cepat. Jantungnya berdebar kencang. Pipinya terasa panas."Tadi Nona Chloe menangis, tidak bisa berhenti dan nggak mau m
"Laras..."Laras sedang menyapu teras rumah sambil menggendong Aidan ketika seseorang memanggilnya. Dia mendongak melihat tetangganya yang baik hati melambai dari dalam mobil. Sepertinya mereka baru pulang. Sinta, tetangga yang selalu membantu Laras, menyediakan popok dan baju untuk Aidan. Ia turun dari mobil sambil membawa kantong belanjaan yang penuh.Mereka pindah ke lingkungan tempat tinggal Laras sepuluh tahun yang lalu dan telah bertetangga selama bertahun-tahun."Kak Sinta, baru pulang ya..." Laras tersenyum pada wanita itu.Sinta menghampirinya sambil membawa kantong belanjaan sementara suaminya memarkir mobil di garasi rumah mereka yang besar di depan rumah Laras."Ini aku beli popok dan baju baru Aidan. Juga sembako untuk makan sehari-hari kalian...." Sinta memberikan kantong belanjaan pada Laras lalu meraih Aidan dari gendongannya.“Aduh Kak Sinta … ini ….”“Jangan merasa sungkan. Sebagai tetangga harus saling membantu.” Sinta mengedip pada Laras, lalu menatap bayi di pelu
Dalam kegelapan, tak ada yang terlihat jelas. Ruang sempit itu dipenuhi suara serak pria dan erangan lembut seorang wanita. Keringat dan cairan tubuh mereka bercampur tak beraturan. Derit ranjang dan tamparan kulit antar kulit tak henti-hentinya bergema di kamar yang gelap itu. Laras tak bisa melihat dalam kegelapan, tapi sensasi benda asing dan kenikmatan yang menusuk bagian bawah tubuhnya membuat mulut tak henti-hentinya mendesah. Bibir panas dan basah menghisap bibirnya dengan rakus.“Aahhh~ siapa … kamu siapa … mmnh~” Laras tak bisa menampik kenikmatan yang diberikan orang asing itu di tubuhnya. Dia melingkari kakinya di pinggang pria yang terus mendorong pinggulnya ke tubuhnya dengan beringas.“Sial … jangan menjepitku ….” Suara serak nan seksi berbisik di telinganya sambil menampar pantatnya.Laras terisak memohon memeluk lehernya erat saat pantatnya tiba-tiba terangkat tinggi oleh lengan kekar yang kuat dan daging panas pria itu menusuknya semakin dalam ke dalam tubuhnya bers