Laras mengangguk pelan, tatapan matanya acuh tak acuh saat almarhum suaminya dibahas.
"Turut berduka cita," ucap Sofia, mengusap pundak Laras penuh empati. "Baiklah, kalau begitu aku akan meninggalkanmu di kamar Chloe. Kamu bisa tinggal di kamar ini. Akan lebih mudah bagimu merawat Chloe. Lalu ada kamar Ardhan dan Winda di sisi lain. Lantai dua ini memang khusus untuk Ardhan, istrinya, dan Chloe.”
Sofia berhenti sejenak seolah mengingat sesuatu lalu memberi tahu Laras. “Omong-omong, di kamar ini ada CCTV yang terhubung langsung ke kamar Ardhan. Ardhan biasanya selalu mengawasi keadaan Chloe dari kamarnya. Jadi, hati-hati kalau ingin melakukan apa pun. Sedikit salah, kamu bisa dipecat oleh Ardhan.”
Dia menunjuk ke sudut ruangan tempat kamera CCTV terpasang.
"Oh..." Laras sedikit terkejut, buru-buru menutup bagian payudaranya yang terbuka karena menyusui Chloe, lalu melirik ke arah CCTV. "Apa ini nggak apa-apa?"
"Yah, sudah terlambat. Aku lupa memberitahumu. Tapi Ardhan juga bukan orang aneh atau mesum. Dia laki-laki terhormat dan seorang Presdir. Jangan berpikir yang macam-macam tentangnya."
"Ya, Bu Sofia," sahut Laras lega. Ia teringat mata dingin dan ekspresi acuh tak acuh pria itu. Ardhan memang tampak seperti pria yang sulit didekati. Semoga dia bukan orang seperti Dian, suami Sinta.
"Tapi kamu tetap harus berhati-hati. Semua tindakanmu di kamar Chloe diawasi. Kalau sampai Chloe kenapa-kenapa, Ardhan bisa memenjarakanmu. Dia sangat protektif terhadap putrinya karena Chloe adalah anak satu-satunya. Banyak sekali kasus pengasuh yang menganiaya anak-anak, jadi kamu hati-hati ya. Kalau mau ganti baju, sebaiknya di kamar mandi saja," tegas Sofia lagi.
"Ya, Bu Sofia."
Sofia pun meninggalkan Laras di kamar Chloe.
Laras menghela napas, memandang bayi perempuan dalam pelukannya yang sudah mulai pulas. Ia tersenyum tipis, mengusap pipi mungil itu.
Chloe seumuran dengan Aidan, membuat Laras teringat pada putranya dan seketika merindukannya.
Beruntung Santi sangat baik hati mau menjaga Aidan selagi Laras bekerja. Dia juga merasa tenang meninggalkan Aidan dan rumahnya di bawah pengawasan Sinta.
Sinta dan suaminya adalah orang cukup disegani di lingkungan tempat tinggal Laras karena mereka kaya dan berkerabat dengan keluarga konglomerat. Ibu mertuanya bahkan segan pada mereka.
Yanti maupun keluarga mertuanya tidak akan macam-macam dengan rumahnya maupun dengan Aidan yang disayangi Sinta.
Laras melirik ke luar jendela, melihat hari sudah sore. Ia pun menidurkan Chloe di ranjang bayi, lalu mulai
menata barang-barangnya.
.
.
.
Laras berjaga hingga tengah malam karena Chloe terus menangis dan menolak menyusu. Bayi itu baru tenang dan tertidur setelah dua jam diayun dalam pelukan Laras. Laras akhirnya bisa beristirahat sekitar pukul 1 dini hari.
Winda, ibu Chloe, hanya menengok putrinya setelah makan malam, lalu menyerahkannya sepenuhnya pada Laras dan pergi keluar sekali lagi dengan teman-temannya, belum kembali hingga kini.
Winda adalah seorang wanita cantik dan aktris yang cukup terkenal, meski Laras tidak terlalu kenal karena jarang menonton TV.
Sofia menyebut Winda sebagai ibu dan istri yang tidak berguna, yang hanya peduli pada kesenangan dirinya sendiri. Urusan anaknya benar-benar diserahkan pada orang lain. Menelepon untuk menanyakan keadaan bayinya pun tidak.
Laras menghela napas, melirik Chloe yang akhirnya tidur nyenyak, lalu dengan hati-hati meletakkannya di ranjang bayi.
Setelah memastikan Chloe tertidur pulas dan tidak akan bangun, dia kemudian keluar dari kamar menuju dapur untuk mencari air minum.
Seluruh mansion tampak sunyi. Para pelayan sudah tidur, dan hanya lampu kuning remang-remang menyala di beberapa sudut ruangan menjadi penerangan.
Laras melangkah telanjang kaki, pelan-pelan agar tidak menimbulkan suara, menuju dapur. Rumah ini sangat besar, dan Laras belum familiar dengan sebagian besar ruangannya, namun ia merasa sungkan membangunkan pelayan.
Setelah sepuluh menit dia akhirnya menemukan dapur dan memuaskan dahaganya, lalu kembali ke kamar.
"Kamu dari mana saja?"
Suara dingin menyambut Laras begitu dia masuk ke kamar Chloe. Matanya mengerjap kaget melihat sosok Ardhan yang masih mengenakan piyama hitamnya, di kamar Chloe sambil menggendong putrinya yang menangis.
"Sa-saya... Keluar tadi ambil minum..." Laras tergagap, lalu buru-buru menghampiri Ardhan sambil mengulurkan tangan meminta Chloe yang menangis. "Maaf, Pak Ardhan, tadi Nona Chloe tertidur nyenyak. Jadi saya keluar sebentar untuk minum. Saya nggak meninggalkan Nona Chloe dengan sengaja.”
Ardhan tidak membalas, matanya menatap acuh tak acuh lalu menyerahkan Chloe padanya. "Bukan salahmu. Dia menangis saat aku gendong."
"Ah..." Laras mendongak menatapnya sambil mengerjap.
Jadi Ardhan yang membuat Chloe terbangun? Laras ingin mengusap kepalanya karena stres. Butuh dua jam untuk menenangkan dan menidurkan anak bayi dari pria itu, tapi dia malah membangunkan anaknya dengan sengaja.
Seolah membaca pikiran Laras, Ardhan mengerutkan kening dan mendelik. "Apa kamu bisa menenangkan Chloe? Aku hanya ingin menggendong anakku, tapi dia menangis begitu aku gendong."
Laras tersenyum profesional sambil meraih Chloe ke pelukannya. "Anak-anak sensitif dan gampang bangun."
Dia menenangkan Chloe dan mengecek popoknya. Popoknya sudah diganti setengah jam yang lalu, jadi belum penuh.
Tangisan Chloe mereda sejenak begitu pindah ke pelukan Laras. Wajah mungilnya bersandar di payudara Laras dan menggosok-gosok mulut kecilnya seolah mencari sesuatu.
"Ah, Chloe mau nenen ya..." Laras tersenyum kecil, menurunkan piyamanya memperlihatkan payudara putihnya, lalu sadar masih ada Ardhan di sebelahnya.
Pria itu tampak tertegun sesaat, menatap ke arah dada Laras. Ketika pandangan mereka bertemu, dia membuang muka.
Laras langsung menarik kembali piyamanya dan menatap Ardhan gelisah. Dia berbalik memunggungi Ardhan dan hendak berjalan menuju ke area yang tidak terlihat kamera CCTV.
"Apa yang kamu lakukan?"
"Maaf, Pak, saya perlu menyusui Chloe. Bisakah... Anda tinggalkan kamar ini sebentar?" Laras melirik Ardhan melalui bahunya.
Ardhan berdeham lalu berbalik untuk keluar dari kamar itu.
"Aduh!"
Ardhan langsung berbalik mendengar teriakannya dan Chloe yang kembali menangis. Dia menghampirinya dengan cepat.
"Ada apa? Chloe terluka?" Kecemasan terdengar dalam suaranya. Lalu sesaat dia berhenti dan membuang muka.
"Pak Ardhan!" Laras berseru dengan wajah memerah lalu menutupi payudaranya yang putingnya agak berdarah. Darah bercampur cairan susu menetes di kain baju depannya. "Maaf, Pak. Ini karena Chloe menggigit." Dia meringis karena sudah berteriak, lebih parah berteriak pada Ardhan.
Suara tangis Chloe masih terdengar. Dia menenangkan bayi itu lalu membalikkan badannya membelakangi Ardhan, mencoba menyusui Chloe dengan payudara satunya. Tangisan gadis kecil itu langsung berhenti saat kembali disusui. Dia menyusu dengan antusias, suara hisapan lembutnya terdengar di kamar yang sunyi ini.
Ardhan terpaku di tempatnya. Meski dia telah mengalihkan pandangannya, bayangan payudara putih terpatri di benaknya. Suara lembut Chloe yang menyusu terdengar jelas di kamar yang sunyi itu. Ardhan tak bisa menahan matanya untuk melirik sekali lagi. Dia hanya melihat pundak mulus Laras karena bagian kerah bajunya diturunkan. Kulitnya putih bercahaya di bawah lampu. Aroma samar tubuhnya dan susu bercampur tercium samar-samar.
Ardhan merasa aneh. Aroma samar dari tubuh Laras tampak familiar. Dia mengendus sambil mendekat. Matanya menatap punggung Laras intens, membuat wanita itu bergerak tidak nyaman.
Kepalanya tertunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah. Dia merasakan kehadiran Ardhan di belakangnya. Hawa panas tubuhnya dan aroma khas feromon pria tercium dari tubuhnya.
Jantung Laras berdebar. Pipinya memerah gelisah. Dia takut Ardhan akan mendengar suara detak jantungnya yang keras.
"Kamu..."
Laras menegang merasakan pria di belakangnya mengendus lehernya. "Aroma tubuhmu agak familiar. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
Ardhan merasakan perasaan samar-samar mengenali aroma tubuh Laras di suatu tempat, tapi dia tidak tahu di mana dia pernah menciumnya. Aroma melati manis itu membuat dia merasa deja vu. Ardhan memejamkan mata dan menundukkan kepala mengendus leher Laras. Entah dia sadar atau tidak dengan jarak tubuh mereka.
Laras yang merasa tegang karena hawa panas tubuh Ardhan di punggungnya dan hidungnya hampir menempel di lehernya, berkata dengan terbata-bata, "Pak Ardhan... Apa yang kamu lakukan? Tolong... Agak jauh... Saya butuh ruang menyusui anakmu."
Ardhan membuka mata dengan ekspresi datar, melirik ke bawah karena Laras lebih pendek darinya. Dari sini dia bisa melihat belahan dada Laras yang lembut dan montok sedang menyusui putrinya . Ardhan membuang nafas kasar merasakan darahnya berdesir, dia buru-buru berbalik dan berjalan menjauh.
"Lupakan apa yang aku lakukan tadi."
Kemudian dia berjalan keluar dari kamar Chloe.
Laras menghembuskan napas lega sambil mengipasi wajahnya yang terasa panas. Jantungnya masih berdebar.
‘Ingat Laras. Pak Ardhan sudah punya istri.’
"Hmm ...." Wajah Ardhan terlihat acuh tak acuh menatap istrinya."Sarapan pasti sudah disiapkan. Pergilah dulu, nanti aku menyusul sambil membawa Chloe." Winda tersenyum manis.Ardhan tak mengucapkan sepatah kata pun dan hanya mengangguk lalu berjalan pergi dengan tas kerjanya.Setelah Ardhan pergi, Winda mendelik pada Laras."Saat aku dan suamiku berduaan, jangan tiba-tiba muncul atau mengganggu kami.""Maaf, Bu Winda. Saya nggak tahu Bu Winda dan Pak Ardhan keluar dari kamar. Saya hanya mau keluar bawa Chloe berjemur di bawah sinar matahari pagi untuk mendapat vitamin D,” ujar Laras meminta maaf."Jangan banyak alasan. Ini peringatan pertama, ya. Awas kalau mengganggu waktu berduaan kami lagi. Kalau lihat aku dan Ardhan berdua, kamu harus menjauh dan bawa juga Chloe ...." Winda menatap putrinya.Sebelah alis Laras terangkat melihat kilat kecemburuan di mata Winda saat menatap putrinya sendiri.Wajar seorang ibu cemburu karena perhatian Ardhan lebih banyak tertuju pada putrinya.“Sud
Keesokan paginya, Laras terbangun dengan lingkaran gelap di bawah matanya karena dibangunkan oleh seorang pelayan yang mengantar sarapan dan obat herbal khusus untuk memperlancar ASI.Sarapan Laras terdiri dari bubur kacang hijau, buah kurma, dan susu almond. Makanan ini telah diatur sesuai resep dokter agar Laras dapat menyusui anak sang Presdir, cucu pertama keluarga Wikraman yang berharga.Ini adalah kali pertama Laras merasakan makanan seenak ini sejak melahirkan, meskipun hanya bubur kacang hijau dan buah kurma. Selama beberapa bulan terakhir, ia hanya mengkonsumsi sayur bening dan daun katuk demi bisa menyusui anaknya."Mbak Laras mandi dulu. Biar aku yang jaga dan rapikan kamar Nona Chloe.”Laras mengangguk sambil berterima kasih. tenaganya terkuras karena terjaga saat mengurus Chloe.Ia merasa lebih segar setelah mandi dan sarapan, meskipun lingkaran gelap di bawah kelopak matanya masih membuat wajahnya terlihat lelah dan kurang tidur. Ia berganti pakaian dengan baju babysitte
Laras mengangguk pelan, tatapan matanya acuh tak acuh saat almarhum suaminya dibahas."Turut berduka cita," ucap Sofia, mengusap pundak Laras penuh empati. "Baiklah, kalau begitu aku akan meninggalkanmu di kamar Chloe. Kamu bisa tinggal di kamar ini. Akan lebih mudah bagimu merawat Chloe. Lalu ada kamar Ardhan dan Winda di sisi lain. Lantai dua ini memang khusus untuk Ardhan, istrinya, dan Chloe.”Sofia berhenti sejenak seolah mengingat sesuatu lalu memberi tahu Laras. “Omong-omong, di kamar ini ada CCTV yang terhubung langsung ke kamar Ardhan. Ardhan biasanya selalu mengawasi keadaan Chloe dari kamarnya. Jadi, hati-hati kalau ingin melakukan apa pun. Sedikit salah, kamu bisa dipecat oleh Ardhan.”Dia menunjuk ke sudut ruangan tempat kamera CCTV terpasang."Oh..." Laras sedikit terkejut, buru-buru menutup bagian payudaranya yang terbuka karena menyusui Chloe, lalu melirik ke arah CCTV. "Apa ini nggak apa-apa?""Yah, sudah terlambat. Aku lupa memberitahumu. Tapi Ardhan juga bukan orang
Laras sejenak tertegun, lalu membelalak, buru-buru menutup belahan dadanya yang terbuka."Ha-halo..." Ia menyapa kaku dan gelisah, menundukkan kepalanya. Melihat pakaiannya, sepertinya ia adalah orang penting. Laras berbalik, lalu buru-buru membungkuk hormat."Selamat sore, Pak Ardhan."Ardhan mengerjap dan berdeham, lalu berjalan menghampiri mereka. "Ada apa dengan Chloe? Aku mendengar tangisannya dari luar."Laras mengernyit mendengar suara bariton dingin dan datar itu. Rasanya seperti ia pernah mendengarnya di suatu tempat. Ia menatap Ardhan lekat. Pria itu sangat tampan, tinggi, dengan potongan rambut cepak. Tubuhnya agak kekar dan ramping, tampak pas dengan setelan kerjanya. Lengan kemejanya digulung, memperlihatkan otot lengan dan urat yang menonjol.Merasakan tatapan Laras, pria itu menoleh, membalas tatapannya. Laras agak tersentak dan menundukkan kepalanya cepat. Jantungnya berdebar kencang. Pipinya terasa panas."Tadi Nona Chloe menangis, tidak bisa berhenti dan nggak mau m
"Laras..."Laras sedang menyapu teras rumah sambil menggendong Aidan ketika seseorang memanggilnya. Dia mendongak melihat tetangganya yang baik hati melambai dari dalam mobil. Sepertinya mereka baru pulang. Sinta, tetangga yang selalu membantu Laras, menyediakan popok dan baju untuk Aidan. Ia turun dari mobil sambil membawa kantong belanjaan yang penuh.Mereka pindah ke lingkungan tempat tinggal Laras sepuluh tahun yang lalu dan telah bertetangga selama bertahun-tahun."Kak Sinta, baru pulang ya..." Laras tersenyum pada wanita itu.Sinta menghampirinya sambil membawa kantong belanjaan sementara suaminya memarkir mobil di garasi rumah mereka yang besar di depan rumah Laras."Ini aku beli popok dan baju baru Aidan. Juga sembako untuk makan sehari-hari kalian...." Sinta memberikan kantong belanjaan pada Laras lalu meraih Aidan dari gendongannya.“Aduh Kak Sinta … ini ….”“Jangan merasa sungkan. Sebagai tetangga harus saling membantu.” Sinta mengedip pada Laras, lalu menatap bayi di pelu
Dalam kegelapan, tak ada yang terlihat jelas. Ruang sempit itu dipenuhi suara serak pria dan erangan lembut seorang wanita. Keringat dan cairan tubuh mereka bercampur tak beraturan. Derit ranjang dan tamparan kulit antar kulit tak henti-hentinya bergema di kamar yang gelap itu. Laras tak bisa melihat dalam kegelapan, tapi sensasi benda asing dan kenikmatan yang menusuk bagian bawah tubuhnya membuat mulut tak henti-hentinya mendesah. Bibir panas dan basah menghisap bibirnya dengan rakus.“Aahhh~ siapa … kamu siapa … mmnh~” Laras tak bisa menampik kenikmatan yang diberikan orang asing itu di tubuhnya. Dia melingkari kakinya di pinggang pria yang terus mendorong pinggulnya ke tubuhnya dengan beringas.“Sial … jangan menjepitku ….” Suara serak nan seksi berbisik di telinganya sambil menampar pantatnya.Laras terisak memohon memeluk lehernya erat saat pantatnya tiba-tiba terangkat tinggi oleh lengan kekar yang kuat dan daging panas pria itu menusuknya semakin dalam ke dalam tubuhnya bers