LOGINKeesokan paginya, Laras terbangun dengan lingkaran gelap di bawah matanya karena dibangunkan oleh seorang pelayan yang mengantar sarapan dan obat herbal khusus untuk memperlancar ASI.
Sarapan Laras terdiri dari bubur kacang hijau, buah kurma, dan susu almond. Makanan ini telah diatur sesuai resep dokter agar Laras dapat menyusui anak sang Presdir, cucu pertama keluarga Wikraman yang berharga.
Ini adalah kali pertama Laras merasakan makanan seenak ini sejak melahirkan, meskipun hanya bubur kacang hijau dan buah kurma. Selama beberapa bulan terakhir, ia hanya mengkonsumsi sayur bening dan daun katuk demi bisa menyusui anaknya.
"Kamu bisa mandi dulu. Biar aku yang jaga dan rapikan kamar Nona Chloe.”
Laras mengangguk sambil berterima kasih. tenaganya terkuras karena terjaga saat mengurus Chloe.
Ia merasa lebih segar setelah mandi dan sarapan, meskipun lingkaran gelap di bawah kelopak matanya masih membuat wajahnya terlihat lelah dan kurang tidur. Ia berganti pakaian dengan baju babysitter berwarna biru muda.
Waktu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Pelayan itu sudah membereskan kamar Chloe sementara bayi itu masih tertidur pulas di box bayi.
Laras menoleh saat mengancingkan bagian depan seragam babysitter, merasakan tatapan aneh dari pelayan itu.
"Ada apa? Kenapa kamu melihatku seperti itu?"
“Laras masih 25 tahun ya?"
"Iya."
"Tapi kenapa kamu agak berbeda dengan ibu muda lain?”
"Hm, maksudnya?"
Pelayan itu tersenyum ramah padanya.
"Wow, kamu terlihat cantik untuk orang yang sudah melahirkan dan menyusui. Biasanya yang aku lihat ibu-ibu yang sudah melahirkan itu wajahnya kusam, gendut, dan tak terawat. Kamu justru sebaliknya Laras, wajahmu tidak kusam malah glowing, langsing, dan cantik. Hanya payudaramu yang besar."
Pelayan itu menatap Laras dengan tatapan ingin tahu.
Laras memiliki kulit putih, rambut hitam berkilau meski diikat asal-asalan. Dia memiliki wajah mungil dan kulit mulus meski sedikit berisi serta bibir pink pucat tanpa lipstik.
Kecantikannya tampak alami. Yang menarik adalah mata coklat beningnya dan terang di bawah sinar matahari.
"Ah, benarkah?" Laras tersipu malu sambil mengusap lehernya mendengar pujian pelayan itu.
"Apa sih rahasianya? Kamu olahraga dan melakukan perawatan?"
"Aku tidak melakukan perawatan. Kondisiku kurang mampu buat perawatan. Kalau olahraga, mungkin karena aku sering mengerjakan pekerjaan rumah.”
"Hanya itu?" Pelayan itu tampak tidak percaya. "Nyonya Winda saja sering rajin perawatan, gym, dan pilates tiga bulan setelah melahirkan, belum bisa kayak kamu, Laras."
Ia berhenti sejenak lalu berbisik pada Laras. "Makanya Nyonya Winda tidak mau menyusui anaknya. Dia takut penampilannya jelek di depan Tuan Ardhan dan karena dia mantan artis. Kamu beruntung banget langsing dan glowing tanpa perawatan apapun."
Laras hanya bisa tersenyum kikuk menanggapinya.
"Mungkin kondisi tiap orang beda-beda.”
"Begitu ya... Omong-omong, namaku Lina," pelayan itu memperkenalkan dirinya.
"Oh hai Lina, tidak perlu sopan denganku. Kita kelihatannya seumuran."
Lina mengangguk lalu melirik ke boks bayi.
"Nona Chloe sudah bangun."
Laras melirik lalu mendekati boks bayi. Chloe mengerjapkan matanya mengantuk dan menguap. Untungnya, ia tidak menangis.
Laras mengulurkan tangannya mengusap pipi gadis kecil itu dan memeriksa popoknya.
"Chloe, sudah bangun ya... Mari periksa popokmu dan mandi, okay...." Dia mengajak bayi tiga bulan itu berbicara sambil melepas popoknya yang sudah penuh.
"Aku akan keluar, aku harus melanjutkan pekerjaanku. Tania akan marah jika aku bermalas-malasan."
Laras mengangguk saat Lina keluar dari kamar itu.
Dia menatap Chloe sambil tersenyum kecil dan menggendongnya. Ia menurunkan kerah bajunya dan mulai menyusui Chloe sambil membelakangi kamera CCTV.
Pukul tujuh, Winda belum datang ke kamar untuk melihat putrinya.
Jadi, Laras membawa Chloe keluar dari kamar.
"Sayang, biar aku yang ikat dasimu....."
Saat keluar dari kamar Chloe, dia kebetulan melihat pasangan di kamar sebelah yang berdiri di depan pintu kamar tidur mereka.
Winda mencoba mengikat dasi suaminya dengan masih mengenakan gaun tidur yang cukup minim. Belahan dadanya sangat rendah, rok gaun hampir memperlihatkan celana dalamnya.
Berbeda dengan ekspresi genit Winda, Ardhan terlihat acuh tak acuh dan kesal.
Mendengar suara pintu dibuka, pria itu menolehkan pandangannya ke samping dan bertatapan dengan Laras.
Laras dengan cepat menundukkan kepalanya menghindari tatapan Ardhan, khawatir wajahnya memperlihatkan ekspresi aneh pada Ardhan dan Winda.
bayangan kejadian tadi malam saat Ardhan melihatnya menyusui Chloe dan mengendus lehernya melintas di benaknya, membuatnya memerah.
"Selamat pagi, Tuan Ardhan dan Nyonya Winda." Suaranya terbata-bata menyapa mereka.
Winda tampak cemberut saat menatap Laras seolah dia telah mengganggu. "Kamu bangun sangat pagi," komentarnya, terdengar ketus.
"Uhm, yah... Karena aku harus mengurus Nona Chloe. Dia bangun pagi dan harus disusui."
"Kamu tidak tidur semalam?" Ardhan bertanya, memperhatikan lingkaran hitam di bawah kelopak mata Laras.
Laras mengerjap menatapnya lalu mengangguk. "Ini hal biasa saat mengurus anak. Nona Chloe terbangun tengah malam dan subuh. aku terjaga untuk merawatnya."
Ardhan tidak bertanya lagi, tapi berjalan menghampirinya. Dia berhenti di depan Laras lalu memandang putrinya yang sedang mengisap jari mungilnya.
Melihat wajah Ardhan yang tiba-tiba muncul dan seolah mengenali ayahnya, tangan mungil Chloe terentang ke atas dan mulut kecilnya tersenyum lucu.
"A... O... O...."
Senyum lembut muncul di wajah tampan Ardhan. Dia mengulurkan tangannya mengusap pipi putrinya dan menundukkan kepalanya untuk mencium keningnya.
Aroma susu dan bedak bayi tercium dari tubuh putrinya. Selain itu, ada aroma mawar manis Laras yang bercampur, membuat Ardhan memejamkan mata. Bayangan kejadian semalam muncul di benaknya.
Ardhan menyukai aroma mawar manis Laras yang membuatnya merasa familiar dan ingin tahu di mana dia pernah mencium aroma seperti dari seseorang. Dia berusaha untuk tidak menatap ke arah payudara Laras yang tepat di depan mukanya, saat dia mencium kening putrinya.
Tubuh Laras agak menegang dan canggung karena wajah Ardhan begitu dekat dengan dadanya. Aroma feromon dan parfum mahal menguar dari tubuh pria itu, mengingatkan Laras pada tindakan Ardhan tadi malam.
Laras mencoba menjaga ekspresi wajahnya agar terlihat biasa karena Winda menatapnya dengan tajam.
"Sayang, kamu
akan terlambat ...." Winda menghampiri dan meraih tangan suaminya, menjauhkannya dari Laras.
Mobil itu sangat familiar, seperti BMW hitam yang selalu dikendarai Ardhan.Ardhan memiliki kesukaan untuk mengoleksi mobil dari merek BMW. Bahkan garasi keluarga Wikrama lebih banyak terparkir mobil BMW dibandingkan jenis mobil merek lain yang dipakai anggota keluarga Wikrama yang lain.Laras sudah beberapa kali menaiki mobil itu dan akrab dengan mobil BMW yang dikendarai Ardhan Wikrama.Namun ketika dia melihat plat nomor mobil itu berbeda, Laras menghembuskan napas yang tanpa sadar di tahannya.Konyol jika dia berpikir Ardhan ada di sini sekarang.Namun mobil itu bukan mobil yang dipakai Sinta atau Dian. Mungkinkah mereka membeli mobil baru? Atau ada tamu yang datang berkunjung di rumah mereka?"Kak Laras, sedang apa?" Sandra berdiri di sampingnya lalu menatap mobil mewah yang terparkir di halaman rumah Shinta."Wah, itu mobil yang sangat mewah. Apa itu jenis mobil BMW keluaran terbaru? Aku bisa tahu karena salah satu teman kampusku punya mobil seperti itu. Sepertinya tetanggamu j
"Hmm ...." Laras menanggapi dengan acuh tak acuh mulai berjalan mencari susu formula untuk Aidan."Baiklah, aku anggap Kak Laras sudah memaafkan kami," kata Sandra dengan riang lalu menyusul Laras."Wah, Aidan sudah tumbuh tambah besar dan gemuk. Lihat wajah lucu dan kulit putihnya, dia sangat mirip dengan Kak Rizal." Sandra mengulurkan tangannya untuk mencubit pipi Aidan di stroller.Laras langsung menahan tangannya."Apa yang kamu lakukan?" Tanyanya dengan waspada. "Aku hanya ingin memegang pipi Aidan.""Apa kamu sudah mencuci tangan?""Uhmm apa itu perlu?" Sandra mengernyit.Laras mendorong tangan Sandra menjauh dari wajah Aidan."Kulit anak-anak itu sensitif. Jadi jangan sembarang mencubit atau memegang Aidan," balas Laras datar.Sandra ingin memutar matanya mendengar kata-kata Laras. Namun karena dia sedang ingin berbaikan dengan Laras, dia menahan sikap yang seperti biasa."Oh, aku tidak tahu hehehe ... Omong-omong Kak Laras banyak uang ya? Kamu bahkan bisa membeli stroller yan
Sebelum pulang, Laras singgah di sebuah toko supermarket untuk membeli kebutuhan popok dan susu untuk Aidan. Dia kebetulan bertemu Sandra, mantan adik iparnya."Kak Laras, apa kabar?" dia menyapa Laras dengan sikap yang sangat ramah.Laras menatapnya sesaat dengan sebelah alis terangkat.Sandra, adik iparnya yang dulu selalu bersikap ketus dan mengompori hubungan Laras dan Rizal agar mereka bertengkar, lalu menghasut ibu mertuanya untuk membenci Laras.Laras membuang muka dan mendorong stroller Aidan menjauh. Dia sudah memutuskan untuk menjauh dari keluarga mertuanya yang toxic dan tidak ingin terlibat apapun dengan mereka."Kak Laras, tunggu!" Sandra buru-buru mengejarnya lalu berjalan di sebelahnya. "Kak Laras, kapan pulang?" Dia bertanya dengan nada yang sangat ramah dan manis."Minggu lalu," balas Laras datar, malas meladeni mantan adik iparnya namun dia tidak mau bertengkar saat sedang berbelanja di supermarket karena dia tahu Sandra tidak akan berhenti meski dia mengabaikannya.
“Sa-sayang aku ….”“Pertimbangkan pilihan yang aku berikan padamu. Mulai sekarang aku akan membekukan seluruh kartu kredit yang aku berikan padamu.”“Kenapa kamu seperti ini? Padahal semuanya baik-baik saja dan Chloe tidak rewel ….”Tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi dari kamar sebelah.Tak lama kemudian, pintu kamar mereka diketuk dari luar dengan keras dan mendesak.“Tuan! Nyonya! Tolong keluar sebentar!”Ardhan hanya menatap pintu kamar dengan dingin dan tak beranjak dari tempatnya.Winda dengan kesal berdiri lalu menuju pintu kamar dan membuka pintu.Vina, pengasuh baru Chloe berdiri di depan pintu mereka dengan campur aduk kesal, lelah dan tak berdaya.“Apa yang terjadi?”“Nyonya, Nona Chloe mulai demam.”“Lalu kenapa kamu tidak mengurusnya? Beri obat atau telpon Dokter Andrew untuk memeriksa Chloe.”“Tapi Nyonya ….”Winda berdecak dan mengusir Vina karena tidak tahan mendengar tangisan anaknya.“Bawa Chloe pergi. Bukankah tugas kamu untuk menenangkannya? Kenapa kamu membawa
Ketika Winda pulang pada pukul 12 malam, dia melihat Ardhan belum tidur. Suaminya duduk di sofa dan laptop yang terbuka di atas meja dalam kamar mereka.Dia melipat tangan di depan dada dan mendongak dengan tatapan tajam di matanya saat Winda masuk ke kamar mereka.“Sayang, kamu sudah pulang? Kenapa belum tidur?” Winda menyisir rambutnya dan bertanya dengan lembut sambil mendekati Ardhan.“Kamu dari mana?” Suara Ardhan terdengar dingin dan menusuk.“Uhm … aku ada syuting iklan tadi siang lalu bertemu dengan teman-temanku. Maaf ya, aku pulang agak telat. Aku lupa waktu, hehe jangan marah, ok?” Dia duduk di samping Ardhan sambil tersenyum manis meraih lengan suaminya.“Winda ….” Ardhan memanggilnya dengan suara rendah.“Kamu pergi seharian tapi sama sekali tak memedulikan Chloe?”“Apa maksudmu? Tentu saja aku peduli pada Chloe. Lagipula bukankah ada pengasuh yang selalu menjaga Chloe?”“Kamu meninggalkan Chloe pada pengasuh yang baru kamu kenal?” Suara Ardhan terdengar semakin dingin.
Ketika Ardhan pulang kerja pada pukul 10 malam dan pergi ke kamar Chloe untuk memeriksa putrinya, dia melihat seorang wanita paruh baya dengan seragam babysitter sedang menggendong putrinya yang menangis dan memaksanya minum susu dari dot.Dia tak melihat keberadaan Laras di kamar itu."Kamu siapa?" Ardhan bertanya dengan suara tajam. "Apa yang kamu lakukan pada putriku?!""Halo Tuan, aku Vina, pengasuh baru yang dipekerjakan Nyonya Winda." Pengasuh memperkenalkan dirinya dan berhenti memaksakan dot susu pada bayi perempuan di pelukannya."Pengasuh baru? Lalu di mana Laras?""Laras? Maksud Tuan pengasuh Nona Chloe sebelumnya? Dia sudah diberhentikan. Jadi aku pengasuh baru Nona Chloe. Nyonya Winda tidak memberitahumu, Tuan?"Raut wajah Ardhan berubah membeku sesaat lalu mengerutkan kening dengan ekspresi keras.Jadi sekarang Laras tidak berada di mansion ini lagi. Ardhan merasakan perasaan aneh mendengar pengasuh muda putrinya itu sudah tidak ada lagi di rumah ini, dan tidak akan melih







