Share

114.

Author: Bintangjatuh
last update Last Updated: 2025-12-24 21:00:16
Acara inti—pengajian dan pemotongan rambut bayi (Cukur Jambul) telah selesai. Kini saatnya sesi santai. Para tamu berbaur, menikmati hidangan sambil mengobrol.

Aurora, yang merasa tidak nyambung dengan obrolan politik, memisahkan diri menuju area stand makanan. Ketika ia sedang mengambil segelas es buah tiba-tiba Bunda Martha menghampirinya.

"Aurora," panggil Martha pelan, menyentuh lengan putrinya.

"Eh, Bunda. Mau es buah juga?" tawar Aurora.

Martha menggeleng sambil tersenyum, tapi tatapannya menyiratkan ada hal serius yang ingin disampaikan. Ia menarik pelan Aurora agak menjauh dari keramaian, ke dekat kolam ikan koi.

"Sayang, Bunda perhatikan dari tadi... kamu kalau manggil suamimu itu masih 'Rasya, Rasya' terus ya?" tegur Martha lembut.

Aurora mengerjap bingung, sendok es buahnya berhenti di udara. "Lho? Memangnya kenapa, Bun? Kan dari dulu manggilnya gitu."

Aurora buru-buru menambahkan pembelaan diri. "Lagian Aku nggak selalu pakai nama aja kok. Aurora juga suka panggil Ra
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terjerat Takdir Cinta Sang Pangeran Aetherion   117.

    Jantungnya berdegup kencang hanya dengan memikirkannya. Ia tidak punya pengalaman. Bagaimana kalau dia salah? Bagaimana kalau Rasya malah merasa aneh atau tidak nyaman?Tapi mengingat betapa lelahnya Rasya tadi, dan keinginan Aurora untuk menjadi tempat istirahat terbaik bagi suaminya... rasa takut itu perlahan surut. Ia ingin mencoba.Dengan napas ditarik dalam-dalam, Aurora membawa nampan kecil itu menaiki tangga.Saat Aurora masuk ke kamar, Rasya sudah duduk bersandar di headboard ranjang. Rambutnya masih sedikit basah dan acak-acakan, tetesan air menempel di lehernya.Rasya hanya mengenakan celana tidur santai, membiarkan dada bidangnya terekspos. Pemandangan itu saja sudah membuat lutut Aurora lemas."Makasih, Baby," ucap Rasya dengan suara serak-basah khas orang baru mandi, saat menerima cangkir teh itu.Aurora duduk di sisi ranjang, memperhatikan Rasya menyesap tehnya sampai habis lalu meletakkan cangkir kosong itu ke nakas."Udah enakan?" tanya Aurora pelan."Lumayan." Rasya t

  • Terjerat Takdir Cinta Sang Pangeran Aetherion   116.

    Langit mulai gelap. Aurora dan Rasya sudah berpamitan pada keluarga yang punya acara.​Mereka menghampiri Ayah Fattah dan Bunda Martha yang masih asyik mengobrol di ruang tengah.​"Yah, Bun, kami pamit duluan ya," ucap Rasya sopan menyalami mertuanya. "Besok Rasya ada meeting pagi, dan Aurora juga harus cek butik."​"Lho, udah mau pulang?" tanya Bunda Martha, lalu melirik jam. "Iya juga sih, kasihan kalian kalau kemalaman."​Fattah merogoh saku celananya, mengeluarkan kunci mobil.​"Kalian bawa mobil Ayah aja," ucap Fattah, melemparkan kunci itu ke Rasya. Rasya menangkapnya dengan sigap.​"Ayah masih lama. Masih mau ngobrol sama Om Pras, jarang-jarang dia di Jakarta, kalian hati-hati," lanjut Fattah santai. ​Rasya dan Aurora berjalan menuju mobil Fattah yang terparkir.​"Jadi..." Rasya memecah keheningan, matanya tetap fokus ke jalan tapi senyum jahil bermain di bibirnya.​"Sejak kapan namaku berubah di KTP?"​Aurora yang sedang melihat ke luar jendela langsung menoleh, pura-pura t

  • Terjerat Takdir Cinta Sang Pangeran Aetherion   115.

    Aurora duduk di bangku kayu gazebo, menikmati angin sore. Di pangkuannya ada seorang bayi yang sedang tertidur lelap—bayi Mbak Sarah yang hari ini di aqiqah-kan.Mbak Sarah duduk santai di samping Aurora, sementara di hadapan mereka, tiga sepupu lainnya, Mbak Mita, Mbak Vina, dan Dea yang sedang sibuk mengunyah batagor."Gila ya, Mbak Rara," celoteh Dea dengan pipi yang masih menggembung. "Suami Mbak cakepnya nggak ngotak. Tadi pas dia benerin kerah batik, gue kira aktor Korea lagi syuting.""Heh, mata dijaga. Itu suami kakak sepupu sendiri," tegur Sarah sembari tertawa kecil.Mita, si sepupu tertua, menatap Aurora yang sedang menepuk-nepuk pantat bayi dengan luwes. "Gimana rasanya jadi istri sultan, Ra? Pasti dimanja banget, ya? Spill dong kehidupan pengantin baru."Aurora tersenyum simpul. "Biasa aja kok, Mbak. Dia... eh, Mas Rasya baik banget. Sabar."Alis Sarah terangkat sedikit mendengar panggilan baru itu. Ia ingat betul, t

  • Terjerat Takdir Cinta Sang Pangeran Aetherion   114.

    Acara inti—pengajian dan pemotongan rambut bayi (Cukur Jambul) telah selesai. Kini saatnya sesi santai. Para tamu berbaur, menikmati hidangan sambil mengobrol. Aurora, yang merasa tidak nyambung dengan obrolan politik, memisahkan diri menuju area stand makanan. Ketika ia sedang mengambil segelas es buah tiba-tiba Bunda Martha menghampirinya. "Aurora," panggil Martha pelan, menyentuh lengan putrinya. "Eh, Bunda. Mau es buah juga?" tawar Aurora. Martha menggeleng sambil tersenyum, tapi tatapannya menyiratkan ada hal serius yang ingin disampaikan. Ia menarik pelan Aurora agak menjauh dari keramaian, ke dekat kolam ikan koi. "Sayang, Bunda perhatikan dari tadi... kamu kalau manggil suamimu itu masih 'Rasya, Rasya' terus ya?" tegur Martha lembut. Aurora mengerjap bingung, sendok es buahnya berhenti di udara. "Lho? Memangnya kenapa, Bun? Kan dari dulu manggilnya gitu." Aurora buru-buru menambahkan pembelaan diri. "Lagian Aku nggak selalu pakai nama aja kok. Aurora juga suka panggil Ra

  • Terjerat Takdir Cinta Sang Pangeran Aetherion   113.

    Suasana di rumah Tante Raya di kawasan Pondok Indah terasa hangat dan ramai. Lantunan shalawat samar-samar terdengar dari ruang tengah, bercampur dengan aroma gulai kambing yang menggugah selera.Rasya dan Aurora masuk, menyalami para kerabat. Aurora tampak berseri-seri, bangga menggandeng suaminya yang tampan. Rasya, seperti biasa, memainkan perannya dengan sempurna: tersenyum sopan, mengangguk hormat, dan menyalami para tetua."Nah! Ini dia pengantin baru kita!"Seorang wanita paruh baya yang mirip Bunda Martha—tapi dengan gaya bicara lebih heboh—menyongsong mereka. Tante Raya."Ya ampun, Aurora! Kamu makin cantik semenjak nikah. Rasya, terima kasih ya sudah bikin ponakan Tante bahagia," cerocos Tante Raya sambil memeluk mereka bergantian."Sama-sama, Tante. Selamat ya atas kelahiran cucunya," jawab Rasya santun."Iya, iya. Eh, ayo ketemu Om Pras dulu. Dia baru mendarat dua hari lalu, khusus cuti buat aqiqah ini. Sekalian dia penasaran banget sama CEO Aetherion yang terkenal itu."

  • Terjerat Takdir Cinta Sang Pangeran Aetherion   112.

    Rumah itu masih tenang. Terlalu tenang untuk ukuran jam sepuluh pagi.​Di kamar utama, gundukan selimut di tengah ranjang bergerak-gerak. Rasya dan Aurora masih bergunggung di sana, menikmati kemalasan hari Minggu setelah... aktivitas pagi mereka yang intens di meja makan tadi. Mereka akhirnya pindah kembali ke kasur untuk tidur lagi.​TING TONG! TING TONG!​Bel rumah berbunyi nyaring dan tidak sabaran.​Aurora mengerang, menarik selimut menutupi kepalanya. "Siapa sih, Sayang... paket?"​"Biar aku yang buka," gumam Rasya dengan suara serak, mencium bahu Aurora sekilas sebelum memaksakan diri bangun.​Rasya menyambar kaos oblong dan celana pendeknya, lalu turun ke lantai satu dengan rambut acak-acakan dan wajah bantal.​Ia membuka pintu utama. Matanya menyipit menyesuaikan cahaya matahari.​"Siapa—"​Kalimat Rasya terhenti. Matanya membelalak seketika. Kantuknya hilang 100%.​Di teras,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status