Arjuna memang seolah sedang memohon padanya dengan berkata demikian, tetapi jelas sekali dia sebenarnya tidak berniat memberikan kesempatan bagi Eliska untuk menolak.Setiap kali Eliska menunjukkan tanda-tanda menolak, Arjuna justru sabar menenangkannya lebih dulu, baru perlahan memperdalam ciumannya. Meski begitu, dia tetap memperhatikan kenyamanan Eliska lebih dulu, baru memikirkan dirinya sendiri.Sikap Arjuna yang penuh perhatian dan ciumannya yang begitu lembut itu, justru mengingatkan Eliska pada kehidupannya di masa lalu.Seperti kata pepatah, bunga liar selalu lebih menarik daripada bunga di rumah. Saat Eliska dulu menjadi istri Arjuna, tidak pernah sekali pun pria itu menunjukkan kasih sayang atau kehangatan seperti ini.Pikiran Eliska agak melayang. Dia bahkan tidak memejamkan mata, sebaliknya hanya memandang bulu mata Arjuna yang bergetar lembut di depan matanya. Sampai akhirnya, ketika mendengar suara langkah kaki mendekat, barulah Eliska menginjak kaki Arjuna sebagai isyar
Semua pemuda yang bermain di lapangan itu memang tampan-tampan. Sungguh memanjakan mata."Kak Eliska, apa kamu akan mendukung Kak Arjuna?" tanya Nindia dengan rasa ingin tahu.Winka langsung heran. "Lho? Bukannya kakaknya Kak Eliska juga ikut dalam pertandingan ini? Kenapa dia harus mendukung kakakmu?"Namun, Eliska menjawab dengan sopan, "Siapa pun yang menang, aku akan tetap senang."Meski ucapannya terdengar netral, gerak-geriknya kecil tidak bisa membohongi siapa pun. Setiap kali Raynar atau Pradipta berhasil merebut bola, Eliska diam-diam menyemangati mereka dalam hati. Hanya saja begitu giliran Arjuna yang menguasai bola, dia malah ikut-ikutan cemas.Arjuna beberapa kali memergokinya memberi dukungan untuk tim merah. Dia menatapnya berkali-kali dengan sorot mata penuh makna, seolah-olah Eliska sedang berselingkuh dan membuatnya cemburu.Namun, Eliska menatap balik dengan tenang seakan-akan bertanya memangnya kenapa kalau dia mendukung tim kakaknya sendiri?Banyu juga memperhatika
Pada hari masuk istana, Eliska sudah bangun sejak pagi-pagi sekali. Rumi juga ikut bersamanya hari ini. Ini adalah pertama kalinya dia masuk ke dalam istana, jadi wajar saja jika terlihat agak bersemangat.Eliska mencoba beberapa setel gaun sebelum akhirnya selesai bersiap. Ketika semuanya siap, waktu pun sudah tidak terlalu pagi lagi.Raynar sudah menunggu mereka cukup lama. Dia mengenakan pakaian berkuda yang ringkas sambil berdiri tegap dengan postur yang gagah.Eliska sengaja menggoda sambil berucap, "Kakak tampaknya sangat serius menghadapi pertandingan ini. Aku penasaran, Kakak mau kasih hadiah kemenangannya ke siapa ya?"Tatapan Raynar langsung sedikit redup. Tentu saja ada seseorang yang ingin dia berikan hadiah itu. Namun, dia tidak ingin Kendhis terus menyimpan harapan.Maka dari itu, Raynar memang tidak tertarik pada hadiah pertandingan. Bahkan jika mendapatkannya, dia akan langsung memberikannya kepada adiknya. Saat ini, yang dia inginkan hanyalah kemenangan."Aku nggak ter
Banyu menopang tubuh Dwiana sambil berkata, "Nyonya Dwiana, mohon terima kenyataan dan jaga kesehatan."Dwiana justru menangis sambil berkata dengan lirih, "Tuan Arjuna, kalau kamu memang nggak menyukai Eli, seharusnya kamu kirim dia pulang ke kediaman kami. Bagimu dia mungkin nggak lebih dari barang nggak berguna yang kamu buang, tapi bagi kami di Keluarga Adipati Madaharsa, dia adalah harta berharga. Dia adalah nyawaku."Dwiana duduk terpuruk di lantai dengan air mata terus mengalir. Seolah-olah rasa bencinya begitu dalam, hingga dia bahkan tidak bisa membedakan siapa sebenarnya Arjuna dari Keluarga Raja Kawiswara.Setelah pemakaman Eliska, Dwiana beberapa kali masih salah mengenali orang. Pernah suatu kali dia menggenggam lengan baju seseorang, lalu tertawa dengan ekspresi yang lebih menyedihkan daripada saat menangis sambil berkata, "Tuan Arjuna, setelah terbebas dari Eli, hatimu pasti sangat senang, 'kan?"....Pradipta menarik kembali pikirannya. Dia tidak ingin terus larut dalam
Eliska tentu saja tidak percaya bahwa satu-satunya hal yang membuat Raynar kehilangan fokus hanyalah urusan pertandingan polo. Namun karena kakaknya tidak ingin membicarakannya lebih lanjut, dia pun tidak memaksa bertanya.Ketika Eliska mendengar bahwa Arjuna telah membicarakan soal logistik dan perlengkapan militer dengan Raynar, dia cukup terkejut. Hanya saja, tidak butuh waktu lama baginya untuk menyadari bahwa itu pasti bentuk "imbalan" dari Arjuna untuk dirinya.Eliska pun menunduk. Sayangnya, imbalan manis seperti ini kelak bisa saja berubah menjadi racun mematikan.Keesokan harinya, Pradipta datang ke Kediaman Adipati Madaharsa.Eliska hanya bertemu pandang dengannya dari kejauhan, tetapi tidak mendekat. Saat ini, dia tidak ingin membuatnya terseret dalam urusan rumit yang bisa menyusahkannya.Setelah selesai membicarakan urusan dengan Raynar, Dwiana pun menyambut Pradipta dengan ramah dan mengundangnya untuk makan malam."Makasih banyak, Nyonya Dwiana. Tapi, besok aku masih har
Dalam sekejap, Eliska langsung teringat pada sikap dingin Arjuna, seolah-olah pada saat ini dia sedang menganggapnya sebagai musuh.Tubuh Eliska langsung menegang. Dia tidak berani bergerak sedikit pun. Setelah beberapa saat, dia berusaha tetap tenang sambil berucap, "Sudah saatnya aku pulang."Begitu mendengar suara Eliska, hawa dingin yang menyelimuti Arjuna perlahan menghilang. Dia pun berkata, "Kakakmu baru saja pulang ke kediaman. Kamu masih bisa tidur sebentar lagi."Jalan rahasia ini jauh lebih cepat daripada jalur biasa dari Kediaman Raja Kawiswara menuju ke Kediaman Adipati Madaharsa. Selisihnya bisa sampai satu jam.Namun, Eliska mana berani berlama-lama? Dia berniat bangkit, tetapi kakinya masih lemas sehingga hampir terjatuh. Untung saja Arjuna segera menahannya dan tubuhnya pun jatuh tepat ke dalam pelukannya."Ada masalah dengan dupa cendana," ujar Eliska sambil menunduk.Berhubung Eliska bisa langsung menyadarinya dalam waktu singkat, Arjuna membalas sambil tersenyum, "K