Begitu Maya akhirnya tiba di rumah Evan, gadis itu tanpa ragu mulai berjalan menuju dapur dengan bahan-bahan kimia yang baru saja dia beli hari ini. Maya juga telah memberi tahu koki yang bertanggung jawab untuk memasak makan malam bahwa dia yang akan memasak untuk malam ini. Maya akan memasakan semua orang makanan sehat yang tidak pernah ada sebelumnya, sebagai rasa terima kasihnya atas apa yang telah orang-orang ini lakukan padanya sejak dia mulai tinggal di rumah Evan.
Dengan semangat, Maya menyimpan beberapa bahan-bahan kimia yang sebelumnya di beli di dapur dan mulai mengeluarkan bahan-bahan makanan yang dia inginkan saat ini. Matanya langsung berubah cerah, ketika Maya dengan bersemangat mulai menggulung lengan bajunya dan mulai mencuci sayur dan buah yang dia ambil sambil sedikit bersenandung.
Peralatan dapur di rumah Evan sangat banyak, jadi sangat nyaman bagi Maya untuk membuat makanan yang hendak dia buat kali ini. Namun, karena bahan-bahan makanan itu haru
Tentang memutasi tanaman menggunakan larutan kimia hanya karangan penulis semata ya. Jangan pernah coba untuk menirunya di rumah T.T
Di sisi lain, pintu masuk rumah Evan terbuka saat Evan dan Kevin akhirnya kembali dari pekerjaan mereka. Dengan mobil yang sudah dimodifikasi, Evan bisa turun dengan mudah tanpa bantuan dari siapa pun saat ini. Kursi rodanya melaju untuk masuk ke dalam rumah, saat aroma menyenangkan yang asing tiba-tiba menyapa indra penciumannya."Dia sepertinya benar-benar memasak," gumam Evan dengan suara pelan. Tidak ada yang bisa mendengar ucapan pelan pria itu kecuali Kevin, yang memang tengah berjalan di sebelah pria tersebut."Ngomong-ngomong, kamu sepertinya bersikeras untuk pulang cepat hari ini agar kita bisa kembali sebelum jam makan malam. Ya ampun Evan, kamu seharusnya bilang padaku jika kamu memang benar-benar menantikan masakannya hari ini," kata Kevin, separuh menggoda temannya itu.Kursi roda otomatis Evan segera berhenti ketika dia mendengar godaan dari Kevin. Pria itu menatap tajam temannya untuk memberi pria itu peringatan, tetapi tidak sedikit pun Evan bern
"... Salahmu.""Semua ini... Salahmu.""Semua ini salahmu, Evan!""Evan, ini sudah waktunya bagimu untuk bangun. Aku akan masuk oke?"Evan tersentak dari tidurnya ketika suara ketukan pintu membangunkannya dari mimpi buruk yang menghantuinya hampir setiap hari. Wajah Evan tidak terlalu baik, saat suara-suara yang menganggunya itu lagi-lagi menganggu istirahatnya hari ini. Pria itu berwajah kusut, saat Kevin akhirnya masuk ke kamarnya dengan wajah cerah."Evan, apa kamu merasa-" Kevin berhenti bicara saat dia melihat wajah pucat dari teman baiknya itu. "Apa kamu kembali mendapatkan mimpi itu?" tanyanya dengan nada khawatir. Evan tidak menjawab saat dia menarik kursi rodanya untuk mendekat. Dengan tumpuan tangan yang bergetar, Evan mulai duduk di kursi rodanya tanpa bantuan siapa pun. Pria itu tetap tidak mengatakan apa-apa, saat dia melewati Kevin untuk masuk ke dalam kamar mandi."Evan."Eks
"Finola..."Kevin yang baru saja hendak menegur gadis itu dihentikan oleh Evan yang tiba-tiba memegang tangannya erat. Mulut Evan terlihat seperti garis lurus saat pria itu tidak mengatakan apa pun. Melihat ekspresi Evan, Kevin tidak tahu lagi apakah pria itu tengah marah atau tidak saat ini.Maya juga tahu dia telah berbicara terlalu banyak hari ini karena dia terlalu bersemangat. Gadis itu menghela napas panjang, saat suaranya perlahan melembut untuk membujuk calon suaminya itu."Aku tahu aku mungkin terdengar tidak masuk akal saat ini. Namun aku benar-benar bisa menyembuhkan Evan secara perlahan. Kamu sudah merasakan efek dari makanan itu sendiri. Itu hanya permulaan. Selama aku tahu pasti penyakit apa yang di derita oleh Evan selama ini, aku bisa bekerja keras untuk mencari obatnya demi Evan. Tidak apa-apa jika kalian belum menemukannya. Aku akan menciptakannya. Setidaknya itu yang bisa aku lakukan, untuk membalas kebaikan yang telah kalian beri padaku. Seum
Mata Maya menatap kolom berita trending pada hari ini dengan tatapan rumit. Dia tidak pernah tahu, bahwa berita pernikahannya dengan Evan akan dilirik oleh orang-orang seramai ini. Banyak orang sudah mulai berkomentar tidak lama setelah berita itu dirilis. Masing-masing dari mereka mulai mengungkapkan rasa penasarannya. Karena Evan yang suram sekarang, tampaknya pernah menjadi idola kesayangan para wanita di masa lalu. Maya awalnya hendak melewati berita itu dengan menekan tombol kembali. Saat salah satu komentar, tiba-tiba menarik perhatiannya. [Pernikahan? Aku hanya bisa berharap mereka sama-sama saling mencintai dan tidak bersama hanya karena memiliki maksud tertentu saat ini.] Maya termenung saat dia mendengar komentar singkat itu. Memang benar, mereka menikah hanya demi tujuan masing-masing saja saat ini. Namun secara pribadi, Maya sudah menganggap Evan sebagai temannya sejak pria itu bersedia merawatnya dengan baik sekalipun Maya hanya
Melihat Maya yang tiba-tiba berubah serius, Evan yang semula kesal karena nomornya diminta paling akhir akhirnya mengurungkan idenya untuk langsung pergi dan malah berakhir memerhatikan apa yang sebenarnya tengah Maya rencanakan. Evan memerhatikan saat alis Maya menyatu, ekspresinya berubah serius, lalu berubah lagi menjadi ekspresinya yang biasa. Maya tersenyum saat dia menatap Evan lagi, sebelum menunjukan layar ponselnya pada pria itu."Karena kamu yang paling spesial di hidupku, aku memasukanmu sebagai kontak darurat nomor satu. Dengan begini, kita bisa saling menghubungi dengan mudah Evan."Dari apa yang Kevin ajarkan padanya, Maya tahu bahwa kontak darurat hanya bisa diisi oleh orang yang paling Maya percayai. Dari semua orang yang Maya kenal di dunia ini, hanya nama Evan lah yang pertama kali bisa Maya pikirkan saat dia mengetahuinya. Bukan hanya Evan sangat baik padanya, Maya juga bisa tahu bahwa Evan tidak pernah memiliki niat buruk apa pun sekalipun mereka ha
"Selama berada di sana, kamu memiliki hak untuk tetap diam, Finola. Biarkan kami saja yang bicara atas namamu. Meminta tanda tangan mereka tidak akan mudah kali ini. Orang yang licik. Aku yakin mereka bahkan tidak akan repot-repot mengijinkan kita masuk lagi jika kita tidak berjanji akan datang bersamamu kali ini." Maya tersenyum dengan wajah tenang saat dia mendengarkan saran yang diberikan oleh Kevin dengan sungguh-sungguh. Matanya diam-diam menatap jalanan ramai yang mereka lewati saat ini. Tatapannya sedikit mendingin, saat dia memikirkan kembali kemungkinan apa saja yang akan terjadi jika dia kembali ke rumah itu saat ini. Karena tipu muslihat keluarganya, Maya saat ini sudah dianggap sebagai anak haram tidak tahu diri karena berani meninggalkan keluarga yang membesarkannya selama ini hanya karena dia telah bertunangan dengan pria yang lebih berkuasa. Keluarga tubuh yang dia pakai ini memang sangat pandai berpura-pura jika mereka harus melakukannya. Tidak bisa m
Ruang tamu mendadak hening setelah Maya mengatakan apa yang ingin dia katakan. Bukan hanya Max, semua orang terlihat terkejut begitu mereka mendengar Maya membawa masalah sensitif itu di depan semua orang saat ini.Yang paling pertama terkejut tentu saja Max yang menjadi tersangka dari ucapan Maya. Pria itu melotot marah, saat dia menunjuk Maya dengan penuh kebencian."Omong kosong apa yang kamu bicarakan saat ini, Nola? Kapan aku-"Air dingin seakan membasuh wajah Max saat Maya dengan tenang mengeluarkan alat rekaman dari kantung pakaiannya. Melihat wajah Maya yang sangat percaya diri, Max mulai khawatir bahwa ucapan Maya tidak mengada-ngada tentang dia yang mabuk dan berusaha masuk ke kamar Finola.Pikiran semua orang mulai menjadi tidak nyaman saat Sarah mencoba mengambil alih pembicaraan dengan emosi yang berusaha dia buat tampak setenang mungkin."Apa maksudmu Nola? Bagimana mungkin ayahmu..."Maya tidak menunggu Sarah menyelesaik
Di perjalanan pulang, tidak ada yang bicara karena masing-masing lebih memilih untuk diam daripada memulai sebuah pembicaraan. Bukan hanya pengacara dan supir yang mengantar mereka. Bahkan Maya sendiri tahu, bahwa Kevin juga tengah menahan amarahnya saat ini. Alis pria itu terus saja berkerut dari waktu ke waktu, saat pria itu mengetik beberapa kata di keyboard ponselnya dengan cepat. Maya tahu kemungkinan besar, pria itu tengah melapor pada sahabatnya tentang apa yang terjadi di rumah keluarga Finola sebelumnya. Kevin sudah mengingatkan Maya tentang ini. Pria itu telah berjanji, bahwa dia akan melaporkan semua hal yang terjadi di rumah Finola pada sahabatnya itu. Maya tahu pria itu pasti marah jika dia tahu apa yang harus dilalui Finola di rumah itu. Dia juga marah, tetapi marahnya tidak sebesar orang lain yang telah mendengar apa saja yang sudah dilewati Finola di tempat tersebut. Lagipula pembalasan dendam Maya tidak akan berhenti sampai di sini. Dia masih memiliki rencana lain, t