Yay! Akhirnya cerita ini selesai juga T.T cerita ini merupakan cerita pertama aku di goodnovel. Aku benar-benar menikmati proses pembuatannya. Jadi aku harap, kalian juga menyukai cerita ini. Aku ingin berterima pada para pembaca yang sudah mendukung, meninggalkan komentar, memasukan cerita ini ke perpustakaan dan menyukai cerita ini. Kalian penyemangat untuk melanjutkan cerita ini. Terima kasih banyak, mari bertemu di cerita lainnya di masa depan ^^ Have a nice day everyone~
Deru suara mobil menggema di tengah-tengah kota yang telah ditinggalkan sejak beberapa tahun yang lalu. Mobil yang hampir seluruh bagiannya ditutupi baja kuat melaju dengan cepat di jalanan sepi yang membelah kota yang sebelumnya padat tersebut. Seorang wanita dengan tenang memutar musik Mozart di dalam mobilnya. Wanita itu mengamati kota mati itu dengan tatapan bosan. Baru lima tahun ini mereka memasuki era di mana zombie menginvasi hampir seluruh tempat di muka bumi. Akan tetapi kota-kota di seluruh dunia, hampir seluruhnya sudah berubah menjadi kota mati seperti kota tempat asalnya saat ini.Tepat lima tahun yang lalu, sebuah meteor tidak dikenal tiba-tiba jatuh ke muka bumi dan hampir menghancurkan separuh bagian dari salah satu benua yang ada di bumi. Meteor itu mendekati bumi dengan kecepatan yang tidak masuk akal, seakan memberi tahu dunia bahwa akhir dunia sudah tiba saat itu. Tidak ada satu pun manusia yang bisa mencegah meteor itu agar tidak sampai jatuh ke bumi. Se
Entah mengapa, kota mati yang biasanya dipenuhi oleh zombie itu tampak benar-benar seperti kota mati yang sepi belakangan ini. Di sepanjang jalan saja, wanita itu tidak bisa menjumpai zombie yang biasanya berkeliling di sekitar jalanan atau rumah-rumah. Tampaknya relawan lain juga mulai menggosipkan hal yang sama belakangan ini. Beberapa mulai berasumsi bahwa zombie akhirnya habis di bawah perjuangan gigih manusia. Akan tetapi, wanita itu yakin bukan itu alasan utama zombie-zombie itu menghilang kini. Jumlah mereka banyak dan rasanya tidak mungkin jika mereka menghilang begitu saja sekarang. Perasaan wanita itu sedikit tidak enak, saat dia mulai menyusuri mall sepi itu dengan sangat hati-hati.Tujuan utamanya merupakan supermarket yang terletak di lantai satu mall tersebut. Wanita itu mengambil apa pun yang masih bisa digunakan dan dimakan dari dalam sana. Perasaannya semakin buruk saat dia lagi-lagi tidak bisa menemukan satu pun zombie di tempat yang biasanya menjadi sarang
Maya menyusuri mall itu dengan sangat hati-hati. "Apotiknya mungkin ada di lantai dua," ujarnya setelah mereka tidak juga menemukan obat apa pun di lantai satu. Perlahan, mata pria itu menatap ragu lantai dua yang sedikit gelap tidak seperti lantai satu yang hampir segala sisinya disinari oleh matahari. Sama seperti Maya, perasaan Ben juga mulai tidak enak saat dia melihat lantai dua yang terlihat mencurigakan itu. Akan tetapi, Ben tahu anak dan istrinya tengah menunggu obat yang akan mereka bawakan saat ini. Mereka harus cepat, sebelum hal buruk benar-benar mendatangi mereka nanti."Baiklah. Ayo pergi," ujar Ben sambil berusaha memberanikan dirinya sendiri. Lagipula, mereka tidak juga menjumpai zombie apa pun sampai saat ini. Kepercayaan dirinya meningkat, saat keduanya mulai menaiki eskalator yang sudah mati untuk pergi ke lantai dua.Beruntung bagi mereka, toko apotik berada tidak jauh dari eskalator dan masih memiliki sedikit cahaya dari lampu yang kadang kala berk
Rasa sakit perlahan memudar saat Maya telah kehilangan kesadarannya. Hanya perasaan hangat dan lembut menyambutnya setelah itu. Maya tidak lagi merasakan perasaan sakit saat matanya telah benar-benar terpejam. Dunia mendadak terasa begitu sunyi, sampai Maya merasa bahwa dia berada dalam jurang kehampaan di mana dia bahkan tidak bisa mendengar suara nafasnya sendiri.Maya selalu berpikir. Bahwa ketika dia mati, mungkin dia akhirnya bisa memiliki kesempatan untuk bertemu keluarganya lagi dan mendapatkan maaf mereka setelah Maya merasa tidak bisa melindungi keluarganya sampai akhir. Maya mungkin bisa melihat adiknya lagi. Dan orang tuanya, yang terpaksa dia bunuh ketika keduanya berubah menjadi zombie dan hampir menyerang adiknya yang tengah sakit.Maya menunggu sampai keajaiban itu datang. Namun tidak peduli seberapa lama Maya menunggu, kegelapan yang meliputinya tidak juga menghilang. Perlahan perasaan tenang berubah menjadi perasaan gelisah.
Pisau yang berusaha dia pegang dengan susah payah jatuh begitu saja ke lantai setelah Maya sendiri terjatuh dengan keras. Nafas gadis itu sedikit tidak beraturan, saat kepalanya berdenyut semakin kencang dan ingatan-ingatan tidak dikenal mulai muncul di pikirannya.Awalnya ingatan-ingatan itu tampak samar dan buram seakan tengah ditutupi oleh sesuatu. Tapi seiring berjalannya waktu, suara itu terdengar semakin jelas sampai Maya merasa dirinya tengah melihat potongan film saat ini. Seorang gadis malang tengah menangis di hadapan kuburan dalam ingatan pertamanya, sebelum adegan berganti saat seorang pria membawanya ke rumah besar yang berisi banyak sekali pelayan yang menyambut kedatangan pria tersebut.Adegan kembali berganti saat gadis yang berpikir bahwa dia akan hidup nyaman mulai saat itu, malah mendapatkan neraka hidup dalam rumah besar itu. Walaupun dia merupakan anak dari pemilik rumah besar itu, gadis itu terus saja diperlakukan lebih
"Bagus sekali... Sepertinya percobaan bodohmu itu telah benar-benar merusak otakmu bukan? Menodongkan pisau buah pada calon suamimu sendiri. Apa kamu sekarang merasa bahwa kamu itu semacam pembunuh bayaran yang tidak kenal takut Nola?!"Maya benar-benar enggan untuk menatap mata Sarah ketika wanita itu akhirnya berani memarahinya lagi setelah Evan dan temannya sudah benar-benar pergi kali ini. Wanita itu benar-benar melukai kuping Maya dengan segala caciannya. Maya mengerutkan keningnya dengan jelas. Dia tidak percaya, Finola benar-benar bisa menahan semua cacian itu sepanjang hari di masa lalunya. Mungkin itu salah satu kelebihan gadis itu di antara segala kekurangannya. Ketika gadis itu mendengarkan Sarah terus bicara omong kosong, Maya benar-benar tengah mencoba menahan tangannya untuk tidak menyayat wanita itu dengan pisau buah yang sama saat ini. "Maya! Apa kamu mendengarkan aku?!""Lalu kamu ingin aku bagaimana?"Sarah menatap tidak percaya
Begitu semua orang telah ke luar, Maya segera menyeret selang infusnya agar dia bisa mencapai laci yang dimaksud perawat itu sebelumnya. Matanya berbinar saat dia melihat remote yang benar-benar ada di dalam laci tersebut. Ekspresi halusnya sama sekali tidak bisa menyembunyikan wajah seriusnya, ketika Maya menyalakan televisi dengan alis yang sedikit berkerut.Dalam keheningan, Maya terus mencari siaran yang kira-kira tengah menyiarkan berita terbaru. Walaupun sudah lima tahun berlalu semenjak meteor jatuh dan mengubah tatanan dunia, Maya masih ingat dengan jelas tanggal berapa meteor itu jatuh dan berbagai peristiwa penting dari kehidupannya sebelum ini. Maya mencoba mencari informasi sekecil apa pun dari lingkungan sekitarnya kini. Dia harus tahu dia berada di mana, tahun berapa sekarang ini, dan apakah dunia ini benar-benar sama atau tidak dengan dunia yang sebelumnya dia tempati.Karena jika Maya memang hanya mengulang waktu dengan tubuh yang berbeda, Maya jelas ha
"Kamu bilang, anak itu berani mengancam Evan menggunakan pisau ketika pria itu akhirnya mau mengunjungi anak itu?!" Di sebuah kamar, raungan seorang pria terdengar setelah pria itu selesai mendengarkan laporan yang diberikan oleh istrinya. Napas pria itu sedikit terengah-engah, setelah dia baru saja menumpahkan amarahnya secara tiba-tiba di umurnya yang sudah tidak muda lagi. Sang istri dengan perhatian berusaha menenangkan amarah suaminya dengan memeluk lengan pria itu. Wajah cantiknya yang dipoles oleh make up berusaha dibuat sesedih yang dia bisa, saat wanita itu berucap pada suaminya dengan nada yang menyedihkan. "Aku memang berhasil membuatnya berhenti. Namun setelahnya, dia malah melepaskan kemarahannya padaku Sayang. Nola biasanya tidak seperti ini. Aku tidak tahu apa yang salah, sampai dia harus menentang pertunangan ini begitu keras ketika kita hanya mencoba memikirkan kebaikannya."Pria itu dengan cepat meraih tangan istrinya ketika w