Begitu semua orang telah ke luar, Maya segera menyeret selang infusnya agar dia bisa mencapai laci yang dimaksud perawat itu sebelumnya. Matanya berbinar saat dia melihat remote yang benar-benar ada di dalam laci tersebut. Ekspresi halusnya sama sekali tidak bisa menyembunyikan wajah seriusnya, ketika Maya menyalakan televisi dengan alis yang sedikit berkerut.
Dalam keheningan, Maya terus mencari siaran yang kira-kira tengah menyiarkan berita terbaru. Walaupun sudah lima tahun berlalu semenjak meteor jatuh dan mengubah tatanan dunia, Maya masih ingat dengan jelas tanggal berapa meteor itu jatuh dan berbagai peristiwa penting dari kehidupannya sebelum ini. Maya mencoba mencari informasi sekecil apa pun dari lingkungan sekitarnya kini. Dia harus tahu dia berada di mana, tahun berapa sekarang ini, dan apakah dunia ini benar-benar sama atau tidak dengan dunia yang sebelumnya dia tempati.
Karena jika Maya memang hanya mengulang waktu dengan tubuh yang berbeda, Maya jelas harus mulai bersiap untuk mengantisipasi meteor yang akan jatuh dan menghancurkan dunia untuk sekali lagi. Yang paling pertama dia harus lakukan adalah pergi dari negara ini, jika negara ini merupakan negara tempat jatuhnya meteor itu di kehidupan sebelumnya.
"Nona, aku membawakan koran dan makan siangmu."
Karena perasaan waspadanya tidak bisa dihilangkan begitu saja, Maya masih saja merasa terkejut saat seseorang tiba-tiba mengetuk pintu ruang rawatnya. Kali ini perawat itu langsung memasuki ruang rawat Maya, dengan troli makanan dan setumpuk koran di atas troli nya.
"Karena Nona sudah bangun sekarang, ada baiknya jika Nona mengisi perut terlebih dahulu. Ah ya, dokter juga menjadwalkan pemeriksaan untuk nanti sore. Jika Nona dinyatakan sudah baik-baik saja, dokter mungkin akan mengijinkan Nona untuk pulang hari ini juga," ujar perawat ini memberi tahu. Maya turut membantu saat perawat itu menyiapkan makan siangnya. "Aku mengerti. Terima kasih banyak," ujarnya saat mereka selesai menyiapkan semuanya. Maya berusaha keras untuk menahan air liurnya saat dia menatap makanan rumah sakit yang ada di hadapannya. Hanya akal sehatnya lah yang masih mengingatkan Maya, bahwa dia tidak bisa terlihat buruk di depan seseorang saat ini.
Sebenarnya, makanan yang dibawakan perawat hanyalah bubur pasien biasa. Rasa bubur hambar menyebar di mulutnya ketika Maya menyantap bubur tersebut. Sebenarnya, semangkuk bubur putih itu terasa seperti tidak diberi garam dasar sedikit pun menurut pasien lain. Namun Maya, gadis itu bisa menelan bubur tersebut tanpa banyak berbicara. Bagi Maya yang sulit menemukan bumbu di dunia sebelumnya, makanan yang kini dia santap itu sangat enak dan metode memasaknya juga sangat halus dan nyaman untuk ditelan. Semua tentang bubur itu sangat sempurna. Maya mengambil suapan lainnya, mencicipinya dengan hati-hati lalu mengangguk dengan puas. Gadis itu tanpa sadar sesekali bersenandung senang, ketika sesendok demi sesendok dia dengan cepat memakan semangkuk bubur.
Hanya Tuhan yang tahu sudah berapa lama sejak dia bisa memakan makanan segar seperti ini. Rasanya tidak masalah bahkan jika dia hanya akan memakan nasi saja saat ini. Makanan segar adalah segalanya! Rasa makanan yang kaya, adalah surganya untuk saat ini.
Untuk sementara waktu, Maya fokus terlebih dahulu untuk menghabiskan makanannya sebelum fokus menatap tumpukan koran yang ada di depannya. Dahi Maya berkerut saat dia melihat tahun yang tertera di koran tersebut.
Tahun 2025. Koran tersebut menunjukan bahwa dia berada di tahun yang sama dengan masa tahun di mana zombie mengigit dan membunuhnya di kehidupannya yang lalu. Maya masih ingat dengan jelas bahwa meteor misterius itu jatuh ke bumi pada bulan September di tahun 2020. Kalender memang menghilang semenjak manusia mulai meninggalkan kota asal mereka. Akan tetapi, Maya terus menghitung hari selama ini. Dan dia tahu, tahun kematiannya di dunia sebelumnya terjadi sekitar tahun 2025.
Untuk meyakinkan hipotesisnya, Maya mulai mencari lebih banyak siaran televisi dan kolom-kolom berita dan koran yang baru saja dia dapat dari perawat sebelumnya. Mata Maya berubah cerah, saat dia menyadari bahwa dunia yang kini dia tempati tampaknya benar-benar berbeda dari dunia tempatnya hidup sebelum ini. Nama-nama negara yang ada di dunia ini juga terdengar sangat asing. Maya menahan nafasnya dengan penuh antisipasi. Dia tampaknya benar-benar telah terlahir kembali. Ah tidak. Dia telah pindah ke dunia yang baru saat ini.
Di kehidupan sebelumnya, Maya memang pernah membaca novel kelahiran kembali dan pindah dunia sebelum kekacauan akhirnya terjadi dan dia melupakan segalanya. Namun tidak pernah sekali pun Maya berpikir bahwa hal semacam ini akan benar-benar terjadi padanya. Namun dengan situasinya saat ini, Maya tidak memiliki pilihan lain selain berpikir bahwa dia memang benar-benar telah terlahir kembali dan berpindah dunia pada saat ini. Maya jelas ingat bahwa dia telah mati di kehidupan sebelumnya. Dia bukan berdelusi atau bermimpi mengenai kehidupan penuh zombie itu. Dia hidup dan besar di sana. Segala kepedihan, ketakutan, kemarahan yang dia rasakan memang benar-benar nyata sebelumnya. Maya telah menghabiskan hidupnya untuk hidup dan berperang dengan para zombie, sebelum dia akhirnya mati dan berpindah dunia ke tempat aman ini.
Setelah Maya mencoba untuk menerima spekulasi itu, dia dengan lembut akhirnya menghembuskan napas panjang. Emosinya yang tegang sedikit demi sedikit mulai rileks. Maya bersyukur dia tidak mengalami peristiwa supernatural ini malam hari, atau Maya mungkin akan lebih waspada melihat lingkungan rumah sakit yang biasanya relatif lebih kosong di malam hari.
Maya dengan penuh antisipasi akhirnya menyingkirkan koran-koran itu sebelum dia bangun untuk pergi ke arah jendela terbuka yang ada di dalam ruangannya. Sebelumnya Maya masih waspada karena dia masih harus mencari tahu siapa, dan di mana dia tinggal saat ini. Namun ketika Maya melihat dunia yang benar-benar berbeda, gadis itu tanpa sadar sedikit berlari saat matanya menatap takjub orang-orang yang berkeliling di sekitar rumah sakit.
Maya hidup di tahun yang sama dengan dunia lamanya. Namun di dunia ini, tidak ada zombie yang berkeliaran di segala penjuru dunia. Manusia masih hidup dengan bebas di mana-mana. Dan yang pasti, ada makanan segar yang melimpah di dunia baru ini!
Terima kasih Tuhan... Terima kasih telah memberiku kesempatan kedua setelah siksaan lima tahun yang sebelumnya aku jalani...
Maya berdoa dengan sungguh-sungguh setelah dia bisa memastikan bahwa dia benar-benar telah berpindah dunia saat ini. Tidak masalah bahkan jika dia harus hidup bersama dengan keluarga sampah untuk saat ini. Bisa bernapas dan hidup tanpa rasa takut setiap detiknya, sudah lebih dari cukup bagi Maya yang pernah hidup di jaman yang begitu keras.
Akan tetapi, senyumnya perlahan memudar saat dia ingat kembali dengan kehidupan lamanya. Maya penasaran, apakah umat manusia sudah berhasil menemukan jalan keluar dari masalah mereka setelah dia meninggalkan video kematiannya saat itu. Apa keluarga Ben baik-baik saja, atau apa orang-orang di zona aman mau percaya pada pria itu atau tidak. Maya tidak ingin, kematiannya hanya berakhir sia-sia jika keluarga itu sampai mati setelah kepergiannya.
Maya memang saat ini sudah diberi kesempatan kedua untuk menikmati hidupnya lebih baik lagi. Namun itu tidak membuatnya lupa, untuk mendoakan orang-orang dari kehidupan lamanya yang pernah memberinya sedikit kebaikan di dunia yang kejam itu.
Maya bersumpah, dia akan menjalani hidupnya dengan baik mulai saat ini. Sejak dulu Maya selalu sangat suka makan. Di dunia yang damai ini, Maya sebenarnya ingin menjadi koki dibandingkan ilmuan dadakan seperti di kehidupannya yang lalu. Maya ingin membuat dan mencicipi banyak makanan enak, dibandingkan harus memikul senjata ke mana pun di setiap harinya.
Maya memiliki banyak rencana yang dicatat di dalam otaknya. Namun tujuannya yang pertama, adalah beristirahat sebanyak yang dia bisa agar dia bisa cepat sembuh dan keluar dari ruangan dengan bau obat yang menyengat ini.
Tidur di ranjang pasien, membuat Maya tanpa sadar mendesah keenakan. Bahkan sebelum meteor aneh itu jatuh ke bumi, Maya selalu berasal dari kalangan miskin yang bahkan kesulitan untuk tidur di tempat tidur yang empuk. Kehidupannya setelah zombie datang lebih buruk lagi. Bisa tidur di sofa mobil saja susah luar biasa bagi Maya selama ini. Tiba-tiba bisa tidur di ranjang yang menurutnya empuk terasa sangat luar biasa. Mata Maya tanpa sadar memberat, saat tubuhnya tidak lagi bisa bertahan setelah dia terus saja dipaksa berpikir dalam keadaan yang masih sakit dan lelah.
Maya dengan mudah tertidur setelah itu. Mengalami mimpi untuk pertama kali setelah bertahun-tahun hanya bisa hidup dalam kewaspadaan penuh.
"Kamu bilang, anak itu berani mengancam Evan menggunakan pisau ketika pria itu akhirnya mau mengunjungi anak itu?!" Di sebuah kamar, raungan seorang pria terdengar setelah pria itu selesai mendengarkan laporan yang diberikan oleh istrinya. Napas pria itu sedikit terengah-engah, setelah dia baru saja menumpahkan amarahnya secara tiba-tiba di umurnya yang sudah tidak muda lagi. Sang istri dengan perhatian berusaha menenangkan amarah suaminya dengan memeluk lengan pria itu. Wajah cantiknya yang dipoles oleh make up berusaha dibuat sesedih yang dia bisa, saat wanita itu berucap pada suaminya dengan nada yang menyedihkan. "Aku memang berhasil membuatnya berhenti. Namun setelahnya, dia malah melepaskan kemarahannya padaku Sayang. Nola biasanya tidak seperti ini. Aku tidak tahu apa yang salah, sampai dia harus menentang pertunangan ini begitu keras ketika kita hanya mencoba memikirkan kebaikannya."Pria itu dengan cepat meraih tangan istrinya ketika w
Di depan sebuah rumah sakit besar, berdiri seorang gadis yang tampak seperti baru saja mencapai usia remaja. Sosoknya kurus, setengah lengannya terlihat dari kemeja sedikit kebesaran yang kini gadis itu gunakan. Kulitnya benar-benar putih seolah-olah gadis itu tidak memiliki darah. Beberapa helai rambut berantakan yang menutupi wajah cantik gadis itu menambah kesan memikat dari gadis pendiam itu. Satu-satunya yang membuktikan bahwa dia bukan boneka hanyalah mata cerahnya yang menatap ke segalanya arah. Tampaknya tengah berusaha keras, untuk menyembunyikan perasaan tidak sabarnya untuk saat ini. "Nola, kamu akan kedinginan jika kamu hanya memakai pakaian tipis itu. Mengapa kamu tidak memakai jaket pemberian Mama? Kamu baru saja sembuh. Tidak baik bagimu untuk terkena angin ketika kamu baru saja keluar dari rumah sakit begini." Maya melirik Sarah yang berusaha bersikap baik padanya di depan orang-orang saat ini. Padahal sebelum ini, wanita itu tidak mau repot-repot men
Maya kembali terbangun ketika dia mendengar seseorang mencoba untuk membuka pintu kamarnya sendiri. Ketika Maya membuka matanya dan melihat langit-langit putih, dia tertegun sejenak saat dia sendiri tidak percaya dia bisa tidur selelap itu. Butuh beberapa saat baginya untuk bereaksi, sebelum dia dengan malas bangun dari posisi tidurnya. "Kenapa kamu tidak menjawabku jika kamu sudah bangun? Ingin berpura-pura mati lagi setelah Mama menguncimu di dalam kamar?" Maya baru saja duduk di tempat tidur ketika pintu kamarnya didorong terbuka oleh seseorang. Seorang gadis cantik dengan penampilan mewah berjalan ke tempat tidur dan mengerutkan kening padanya. Sosoknya yang cantik, benar-benar tidak cocok dengan temperamen buruknya yang sangat menyebalkan. Gadis itu mendengus saat dia melihat Maya baru saja bangun dari tidurnya. "Berpura-pura mati? Jangan mencoba untuk mati di rumah kami lagi jika kamu memang ingin mati. Kamu telah membuat Mama dan Papa melalui ha
Ya, bagus sekali. Maya mengangguk puas saat dia menatap pantulan dirinya sendiri di cermin yang ada di kamarnya. Walaupun Maya tidak mengerti tren pakaian di dunia ini, gadis itu setidaknya puas Finola memiliki beberapa pakaian pantas di lemari kecilnya itu. Tampilannya saat ini benar-benar tidak terlalu buruk menurut Maya. Maya tahu, dia harus bisa tampil baik jika dia ingin bertemu dengan Evan kali ini. Kesan pertamanya di benak pria itu sudah pasti benar-benar kacau. Maya hanya bisa memperbaiki kesannya di pertemuan kedua ini. Dia tidak boleh mengacau, atau keluarganya yang kacau ini akan benar-benar mencoba mengakhiri hidupnya. Namun untungnya, saat tengah menjelajahi ruangan Finola, Maya menemukan barang bagus yang mungkin bisa dia gunakan untuk melawan keluarga Finola di saat terdesak. Mata Maya memerhatikan benda yang kini ada di tangannya. Dia tersenyum, saat dia menyimpan benda itu di saku pakaiannya yang sekiranya tersembunyi. Tepat setelah
Melihat gadis yang baru saja datang ke rumahnya, Evan kesulitan untuk menentukan siapa di antara mereka yang sebenarnya lebih rapuh. Evan sadar dia mungkin memang sakit-sakitan dan duduk di kursi roda. Namun gadis yang ada di depannya ini memiliki tampilan yang sangat buruk karena kekurangan gizi selama bertahun-tahun. Bahkan dengan pakaian indah yang Maya gunakan, Evan masih bisa melihat tulang-tulang Maya yang terlihat menyedihkan. Dahi Evan sedikit berkerut ketika dia akhirnya bisa menatapi calon istrinya dengan benar. Calon istrinya itu seharusnya anak dari keluarga yang cukup terkemuka di kota mereka. Namun tampilannya, bahkan lebih buruk dari anak yatim piatu yang Evan temukan di salah satu panti asuhan yang pernah dia kunjungi.Walaupun tubuhnya memang kurus dibandingkan anak-anak seumurannya, gadis itu memiliki sepasang mata yang terlalu kontras dengan tampilannya yang menyedihkan. Cerah dan penuh dengan kekuatan. Mata itu terlihat begitu menawan sampai Evan sen
Ruangan hening menyambut Maya saat dia kembali bangun dari tidurnya. Melihat jam yang ada di kamar itu, Maya tahu bahwa dia tidak tidur terlalu lama kali ini. Maya ingat dia tidur melebihi tengah malam setelah sibuk membahas persiapan pernikahan mereka yang mendadak bersama dengan Evan dan juga Kevin. Namun ketika dia bangun, langit masih saja gelap sementara Maya belum bisa mendengar keramaian apa pun dari daerah di sekitar kamar barunya ini. Jam menunjukan pukul lima pagi. Memang masih terlalu dini baginya untuk bangun. Namun Maya, tidak ragu sedikit pun saat dia bangun untuk memulai latihan yang telah dia rencanakan sejak kemarin. Setelah menghabiskan waktu bertahun-tahun di mana hanya yang kuat yang bisa bertahan di dunia itu, Maya merasa bahwa tubuh yang dia gunakan saat ini terlalu lemah untuk menjadi tubuhnya sendiri. Dia hampir kehabisan napas hanya karena berlari seratus meter, dan hampir pingsan hanya karena dia mencoba memaksakan tubuhnya untuk berolahraga
Maya baru tersadar kembali saat dia terjatuh dan menabrak seseorang ketika dia tengah berlari tidak tentu arah. Melihat tangannya yang bergetar, Maya akhirnya sadar bahwa dia telah berlari karena ketakutan sebelumnya. Dia takut untuk sesuatu yang tidak nyata. Sesuatu yang sudah menghilang. Sesuatu yang hanya tersisa berupa kenangan, yang tidak akan bisa melukainya di masa depan.Karena tubuhnya sendiri memang tidak terbiasa dipaksakan berlari seperti yang Maya lakukan sebelumnya, tubuhnya seketika lunak saat Maya tidak memiliki kekuatan untuk kembali berdiri setelah dia akhirnya bisa berhenti berlari. Gadis manis itu terengah-engah di tanah, saat dia sendiri tengah berusaha menenangkan kembali pikirannya yang sebelumnya sempat kacau hanya karena dia melihat tempat yang gelap.Padahal Maya yakin dia tidak merasa takut sedikit pun bahkan menjelang kematiannya. Wanita itu tidak takut pada zombie, apalagi kegelapan sampai berlari tidak beraturan seperti tadi. Namun perasaa
Selesai membersihkan dirinya sehabis berolahraga, Maya mendatangi ruang makan seperti intruksi dari pelayan yang sebelumnya datang ke kamarnya untuk memberi tahu bahwa Evan telah bangun dan tengah menunggunya untuk sarapan bersama. Walaupun Maya saat ini hanya menumpang di rumah Evan, pria itu tampaknya tidak berniat untuk memperlakukannya secara tidak hormat. Evan dan Kevin telah terlebih dahulu tiba di ruang makan, saat Maya akhirnya masuk untuk sarapan bersama dengan mereka."Maaf aku membuat kalian menunggu."Sebagai bentuk kesopanan, Maya lebih memilih untuk menggunakan pakaiannya yang kemarin dibandingkan baju kebesaran yang dia pakaian untuk berolahraga sebelumnya. Evan tampaknya menyadari dia menggunakan pakaian yang sama seperti saat pertama kali Maya datang, karena pria itu terus menatapnya lama sebelum mengangguk tanpa mengatakan apa pun lagi. Seorang pelayan dengan sigap segera menuntun Maya ke kursinya sendiri. Gadis itu bahkan tidak perlu menggunakan tang