"Bagus sekali... Sepertinya percobaan bodohmu itu telah benar-benar merusak otakmu bukan? Menodongkan pisau buah pada calon suamimu sendiri. Apa kamu sekarang merasa bahwa kamu itu semacam pembunuh bayaran yang tidak kenal takut Nola?!"
Maya benar-benar enggan untuk menatap mata Sarah ketika wanita itu akhirnya berani memarahinya lagi setelah Evan dan temannya sudah benar-benar pergi kali ini. Wanita itu benar-benar melukai kuping Maya dengan segala caciannya. Maya mengerutkan keningnya dengan jelas. Dia tidak percaya, Finola benar-benar bisa menahan semua cacian itu sepanjang hari di masa lalunya.Mungkin itu salah satu kelebihan gadis itu di antara segala kekurangannya. Ketika gadis itu mendengarkan Sarah terus bicara omong kosong, Maya benar-benar tengah mencoba menahan tangannya untuk tidak menyayat wanita itu dengan pisau buah yang sama saat ini."Maya! Apa kamu mendengarkan aku?!""Lalu kamu ingin aku bagaimana?"Sarah menatap tidak percaya saat Maya dengan tenang berani menepis tangannya yang hendak memukul gadis itu seperti biasanya. Dari awal gadis itu siuman, Sarah memang menemukan bahwa gadis itu tiba-tiba saja bersikap seperti orang yang benar-benar berbeda saat ini. Tidak ada gadis lugu mudah menangis yang Sarah kenal sejak dulu. Finola di depannya ini tampak berbahaya. Tampilan gadis itu terlihat acuh tidak acuh, seakan gadis itu tidak lagi memiliki ketakutan apa pun padanya mulai saat ini."Jangan lupa bahwa yang membiayai pengobatanmu saat ini adalah kami, anak tidak tahu diri! Bagaimana cara kamu membayar kami setelah ini? Kami bahkan harus membayar para wartawan yang penasaran dengan masalah ini, hanya karena keputusan bodohmu semata!"Walaupun Finola saat ini terlihat tidak takut pada siapa pun, Sarah tetap percaya bahwa gadis itu tetap akan sadar pada tempatnya sendiri jika dia membongkar tentang masalah ini. Namun dugaannya terpatahkan dengan cepat ketika Finola tetap diam ketika dia terus-menerus mengungkapkan kekesalannya. Gadis itu malah asik memakan buah yang Sarah simpan di sana hanya sebagai pemanis setelah dia tahu Evan akan datang untuk melihat Finola sebelumnya. Gadis itu memakan buah itu seperti dia tidak pernah memakan satu selama beberapa tahun. Sesekali gadis itu akan bergumam senang, ketika dia mengambil buah lainnya untuk dia makan."Cukup Finola! Berhenti makan seperti babi dan dengarkan aku sekarang! Karenamu-""Aku sudah cukup membayar kalian dengan tidak menuntut kalian atas penyiksaan terhadap anak saat ini. Ah, tunggu. Mari kita ambil dari yang terbaru. Menurutmu, kira-kira apa yang akan terjadi jika aku melapor pada Evan bahwa aku dipaksa bertunangan dengannya karena kalian memaksaku untuk mengambil alih kekayaannya di masa depan? Atau aku juga mungkin bisa memberi tahu para wartawan, bahwa aku mencoba bunuh diri karena orang tuaku sendiri mencoba menjualku pada seorang pria lumpuh yang umurnya hampir sepuluh tahun lebih tua dari umurku sendiri."Maya memotong ucapan Sarah dengan tenang ketika dia mengambil buah lain dari keranjang buah yang ada di dekatnya. Setelah mendapati ingatan-ingatan dari 'Finola', Maya bersyukur akhirnya sakit kepala yang mendera kepalanya perlahan reda juga dengan sendirinya. Sekarang yang tersisa hanyalah denyutan ringan yang bisa Maya tahan dengan muda. Kemungkinan besar dipicu karena dia harus terus-menerus mendengar suara nyaring Sarah yang sangat tidak enak didengar.Kali ini, Sarah benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi karena dia tidak bisa percaya dengan apa yang gadis itu katakan sebenarnya. Wajah Sarah yang ditutupi polesan make up berubah merah padam karena emosi yang bisa kapan saja meledak karena profokasi dari Maya. Wanita itu menunjuk Maya dengan penuh kebencian, walau wanita itu sendiri tidak berani mencaci maki gadis itu lagi karena ancaman yang dilontarkan oleh Maya."Lihat apa yang akan ayahmu lakukan jika aku melaporkan hal ini padanya!"Pada akhirnya, Sarah hanya bisa mengancam Maya saat wanita itu akhirnya keluar dari ruang rawat Maya dengan amarah yang membuncah di hati gelapnya. Maya sendiri, gadis itu akhirnya bisa sedikit lebih bersantai setelah Sarah memutuskan untuk pergi dari ruangannya dengan kemauan dari wanita itu sendiri. Maya dengan tatapan bosan melirik pintu ruangannya yang ditutup kasar oleh Sarah. Jika zombie menyerang dunia ini juga, Maya bertekad dia tidak akan pernah mencoba menyelamatkan wanita itu tidak peduli apa pun yang terjadi.Berbicara tentang zombie, karena keributan yang terus terjadi semenjak Maya kembali membuka matanya, gadis itu sama sekali belum memiliki kesempatan untuk mengecek dunia macam apa yang dia tempati saat ini. Maya dengan berat hati meninggalkan buah-buahan segar yang dia jadikan camilan sedari tadi. Gadis itu beranjak memencet tombol bantuan, lalu menunggu sampai seorang suster mendatangi ruangannya tidak lama kemudian."Silahkan masuk."Maya dengan tenang memberi ijin saat seseorang mengetuk pintu ruang rawatnya. Seorang suster muda masuk tidak lama kemudian. Suster tersebut menatap terkejut seisi ruangan, yang tampak seperti baru saja terkena badai karena kekacauan yang Maya lakukan ketika dia baru saja sadar sebelumnya."Nona, infusmu..."Tapi sebagai seorang tenaga kesehatan, gadis itu lebih dahulu mengecek keadaan Maya sebelum memanggil petugas lain untuk membantunya membereskan kekacauan yang baru saja terjadi. Suster muda itu dengan telaten mengganti infus Maya dengan yang baru, sebelum mulai membantu petugas kebersihan untuk membereskan kekacauan yang sebelumnya Maya perbuat."Tolong maafkan aku..."Melihat seseorang harus susah karena perbuatannya, Maya langsung meminta maaf pada petugas kebersihan sekaligus perawat yang tengah membereskan ruangannya. Awalnya mereka pikir Maya hanyalah orang kaya sombong yang kadang kala memang membuat kerusuhan di rumah sakit. Toh menurut rumor yang beredar, Maya sampai dikirim ke rumah sakit juga karena gadis itu mencoba mengambil hidupnya sendiri hanya karena masalah sepele.Namun setelah melihat wajah bersalah Maya, rasanya tidak mungkin gadis yang mengkhawatirkan mereka merupakan gadis yang berani mencoba menghabisi hidupnya sendiri hanya karena masalah sepele. Perawat dan petugas kebersihan itu tersenyum saat mereka selesai membereskan ruangan Maya. Dihadapkan dengan pasien yang sopan, mereka secara tidak sadar mulai bersikap lebih sopan dengan cara yang tulus selanjutnya."Tidak apa-apa. Apa Nona baik-baik saja? Ingin aku membawakan Nona sesuatu?" tawar perawat itu ramah. Di mata perawat itu, Maya mungkin hanya frustasi karena bahkan setelah percobaan bunuh dirinya, tetap tidak ada satu pun sanak keluarga yang mau menemaninya di ruang rawat luas ini. Perlahan perawat itu mulai simpati pada Maya, apalagi ketika Maya yang masih pucat harus melakukan banyak hal seorang diri di ruangan itu.Orang bilang keluarga gadis itu selalu memperlakukan anak mereka dengan baik. Tapi perawat itu mulai berubah pikiran sekarang, setelah dia melihat Maya sendirian di ruangan besar itu.Sekalipun gadis memang mencoba mengambil hidupnya karena masalah sepele, meninggalkannya sendirian setelah apa yang dia lalui tetap saja bukan perbuatan yang benar. Perawat itu merubah rasa simpatinya menjadi rasa marah, yang ditunjukan pada keluarga Finola yang selalu dinilai baik selama ini.Di sisi lain, setelah mendengar tawaran perawat itu, mata Maya segera bersinar saat dia sudah bisa memutuskan apa yang dia mau dengan cepat. "Bisakah aku meminta... Koran? Jika ada, koran yang baru saja terbit hari ini. Lalu, bisakah aku menyalakan televisi? Aku tidak bisa menemukan remotenya sedari tadi," ujar Maya memberi tahu.Perawat itu tersenyum setelah mendengar permintaan Maya. "Tentu saja Nona. Aku akan mencoba untuk menbawakanmu koran terbaru yang mungkin dimiliki oleh satpam di rumah sakit ini. Lalu... Remote televisi ruangan ini biasanya berada di dalam laci. Biar aku ambilkan untukmu Nona," ujarnya sambil hendak berjalan ke tempat yang dia maksud. Akan tetapi, Maya buru-buru mencegahnya. "Tidak apa-apa. Aku bisa mengambilnya sendiri. Aku sudah cukup merepotkanmu," ujarnya. Awalnya perawat itu sedikit tidak setuju. Namun setelah melihat bahwa gadis itu tampaknya memang tidak memiliki masalah untuk sekedar berjalan-jalan di sekitar ruangannya, dia akhirnya menyerah dan ikut pergi keluar bersama dengan petugas kebersihan yang membawa bekas-bekas kekacauan yang sebelumnya Maya timbulkan.Mulai sekarang aku berencana untuk update tiap hari. Jangan lupa untuk memberi rate, komentar, dan masukan cerita ini ke perpustakaan untuk mendukung penulis^^
Begitu semua orang telah ke luar, Maya segera menyeret selang infusnya agar dia bisa mencapai laci yang dimaksud perawat itu sebelumnya. Matanya berbinar saat dia melihat remote yang benar-benar ada di dalam laci tersebut. Ekspresi halusnya sama sekali tidak bisa menyembunyikan wajah seriusnya, ketika Maya menyalakan televisi dengan alis yang sedikit berkerut.Dalam keheningan, Maya terus mencari siaran yang kira-kira tengah menyiarkan berita terbaru. Walaupun sudah lima tahun berlalu semenjak meteor jatuh dan mengubah tatanan dunia, Maya masih ingat dengan jelas tanggal berapa meteor itu jatuh dan berbagai peristiwa penting dari kehidupannya sebelum ini. Maya mencoba mencari informasi sekecil apa pun dari lingkungan sekitarnya kini. Dia harus tahu dia berada di mana, tahun berapa sekarang ini, dan apakah dunia ini benar-benar sama atau tidak dengan dunia yang sebelumnya dia tempati.Karena jika Maya memang hanya mengulang waktu dengan tubuh yang berbeda, Maya jelas ha
"Kamu bilang, anak itu berani mengancam Evan menggunakan pisau ketika pria itu akhirnya mau mengunjungi anak itu?!" Di sebuah kamar, raungan seorang pria terdengar setelah pria itu selesai mendengarkan laporan yang diberikan oleh istrinya. Napas pria itu sedikit terengah-engah, setelah dia baru saja menumpahkan amarahnya secara tiba-tiba di umurnya yang sudah tidak muda lagi. Sang istri dengan perhatian berusaha menenangkan amarah suaminya dengan memeluk lengan pria itu. Wajah cantiknya yang dipoles oleh make up berusaha dibuat sesedih yang dia bisa, saat wanita itu berucap pada suaminya dengan nada yang menyedihkan. "Aku memang berhasil membuatnya berhenti. Namun setelahnya, dia malah melepaskan kemarahannya padaku Sayang. Nola biasanya tidak seperti ini. Aku tidak tahu apa yang salah, sampai dia harus menentang pertunangan ini begitu keras ketika kita hanya mencoba memikirkan kebaikannya."Pria itu dengan cepat meraih tangan istrinya ketika w
Di depan sebuah rumah sakit besar, berdiri seorang gadis yang tampak seperti baru saja mencapai usia remaja. Sosoknya kurus, setengah lengannya terlihat dari kemeja sedikit kebesaran yang kini gadis itu gunakan. Kulitnya benar-benar putih seolah-olah gadis itu tidak memiliki darah. Beberapa helai rambut berantakan yang menutupi wajah cantik gadis itu menambah kesan memikat dari gadis pendiam itu. Satu-satunya yang membuktikan bahwa dia bukan boneka hanyalah mata cerahnya yang menatap ke segalanya arah. Tampaknya tengah berusaha keras, untuk menyembunyikan perasaan tidak sabarnya untuk saat ini. "Nola, kamu akan kedinginan jika kamu hanya memakai pakaian tipis itu. Mengapa kamu tidak memakai jaket pemberian Mama? Kamu baru saja sembuh. Tidak baik bagimu untuk terkena angin ketika kamu baru saja keluar dari rumah sakit begini." Maya melirik Sarah yang berusaha bersikap baik padanya di depan orang-orang saat ini. Padahal sebelum ini, wanita itu tidak mau repot-repot men
Maya kembali terbangun ketika dia mendengar seseorang mencoba untuk membuka pintu kamarnya sendiri. Ketika Maya membuka matanya dan melihat langit-langit putih, dia tertegun sejenak saat dia sendiri tidak percaya dia bisa tidur selelap itu. Butuh beberapa saat baginya untuk bereaksi, sebelum dia dengan malas bangun dari posisi tidurnya. "Kenapa kamu tidak menjawabku jika kamu sudah bangun? Ingin berpura-pura mati lagi setelah Mama menguncimu di dalam kamar?" Maya baru saja duduk di tempat tidur ketika pintu kamarnya didorong terbuka oleh seseorang. Seorang gadis cantik dengan penampilan mewah berjalan ke tempat tidur dan mengerutkan kening padanya. Sosoknya yang cantik, benar-benar tidak cocok dengan temperamen buruknya yang sangat menyebalkan. Gadis itu mendengus saat dia melihat Maya baru saja bangun dari tidurnya. "Berpura-pura mati? Jangan mencoba untuk mati di rumah kami lagi jika kamu memang ingin mati. Kamu telah membuat Mama dan Papa melalui ha
Ya, bagus sekali. Maya mengangguk puas saat dia menatap pantulan dirinya sendiri di cermin yang ada di kamarnya. Walaupun Maya tidak mengerti tren pakaian di dunia ini, gadis itu setidaknya puas Finola memiliki beberapa pakaian pantas di lemari kecilnya itu. Tampilannya saat ini benar-benar tidak terlalu buruk menurut Maya. Maya tahu, dia harus bisa tampil baik jika dia ingin bertemu dengan Evan kali ini. Kesan pertamanya di benak pria itu sudah pasti benar-benar kacau. Maya hanya bisa memperbaiki kesannya di pertemuan kedua ini. Dia tidak boleh mengacau, atau keluarganya yang kacau ini akan benar-benar mencoba mengakhiri hidupnya. Namun untungnya, saat tengah menjelajahi ruangan Finola, Maya menemukan barang bagus yang mungkin bisa dia gunakan untuk melawan keluarga Finola di saat terdesak. Mata Maya memerhatikan benda yang kini ada di tangannya. Dia tersenyum, saat dia menyimpan benda itu di saku pakaiannya yang sekiranya tersembunyi. Tepat setelah
Melihat gadis yang baru saja datang ke rumahnya, Evan kesulitan untuk menentukan siapa di antara mereka yang sebenarnya lebih rapuh. Evan sadar dia mungkin memang sakit-sakitan dan duduk di kursi roda. Namun gadis yang ada di depannya ini memiliki tampilan yang sangat buruk karena kekurangan gizi selama bertahun-tahun. Bahkan dengan pakaian indah yang Maya gunakan, Evan masih bisa melihat tulang-tulang Maya yang terlihat menyedihkan. Dahi Evan sedikit berkerut ketika dia akhirnya bisa menatapi calon istrinya dengan benar. Calon istrinya itu seharusnya anak dari keluarga yang cukup terkemuka di kota mereka. Namun tampilannya, bahkan lebih buruk dari anak yatim piatu yang Evan temukan di salah satu panti asuhan yang pernah dia kunjungi.Walaupun tubuhnya memang kurus dibandingkan anak-anak seumurannya, gadis itu memiliki sepasang mata yang terlalu kontras dengan tampilannya yang menyedihkan. Cerah dan penuh dengan kekuatan. Mata itu terlihat begitu menawan sampai Evan sen
Ruangan hening menyambut Maya saat dia kembali bangun dari tidurnya. Melihat jam yang ada di kamar itu, Maya tahu bahwa dia tidak tidur terlalu lama kali ini. Maya ingat dia tidur melebihi tengah malam setelah sibuk membahas persiapan pernikahan mereka yang mendadak bersama dengan Evan dan juga Kevin. Namun ketika dia bangun, langit masih saja gelap sementara Maya belum bisa mendengar keramaian apa pun dari daerah di sekitar kamar barunya ini. Jam menunjukan pukul lima pagi. Memang masih terlalu dini baginya untuk bangun. Namun Maya, tidak ragu sedikit pun saat dia bangun untuk memulai latihan yang telah dia rencanakan sejak kemarin. Setelah menghabiskan waktu bertahun-tahun di mana hanya yang kuat yang bisa bertahan di dunia itu, Maya merasa bahwa tubuh yang dia gunakan saat ini terlalu lemah untuk menjadi tubuhnya sendiri. Dia hampir kehabisan napas hanya karena berlari seratus meter, dan hampir pingsan hanya karena dia mencoba memaksakan tubuhnya untuk berolahraga
Maya baru tersadar kembali saat dia terjatuh dan menabrak seseorang ketika dia tengah berlari tidak tentu arah. Melihat tangannya yang bergetar, Maya akhirnya sadar bahwa dia telah berlari karena ketakutan sebelumnya. Dia takut untuk sesuatu yang tidak nyata. Sesuatu yang sudah menghilang. Sesuatu yang hanya tersisa berupa kenangan, yang tidak akan bisa melukainya di masa depan.Karena tubuhnya sendiri memang tidak terbiasa dipaksakan berlari seperti yang Maya lakukan sebelumnya, tubuhnya seketika lunak saat Maya tidak memiliki kekuatan untuk kembali berdiri setelah dia akhirnya bisa berhenti berlari. Gadis manis itu terengah-engah di tanah, saat dia sendiri tengah berusaha menenangkan kembali pikirannya yang sebelumnya sempat kacau hanya karena dia melihat tempat yang gelap.Padahal Maya yakin dia tidak merasa takut sedikit pun bahkan menjelang kematiannya. Wanita itu tidak takut pada zombie, apalagi kegelapan sampai berlari tidak beraturan seperti tadi. Namun perasaa