Share

5. Awal Baru

Penulis: Reyn
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-24 10:02:29

Usai mendengar kabar itu, keluarga Alea langsung pergi ke rumah sakit.

Begitu tiba di rumah sakit, mereka bertemu dengan ibu Rafif yang telah mengemasi beberapa barang di ruang rawat inap Kakek Hadi. Sementara ayah Rafif sedang mengurus administrasi.

“Bunda,” panggil Rafif begitu masuk ke dalam ruangan.

Melihat putranya datang, tangis Mei tidak bisa lagi dibendung. Dia langsung memeluk putranya dengan erat. “Rafif, kakekmu …”

Rafif mengusap punggung sang ibunda dengan sabar. Dia juga sama terpukul, ini semua begitu mendadak baginya. Sementara itu, ayah Alea langsung mengambil inisiatif untuk membantu Eddo mengurus administrasi.

Alea yang sedari tadi terisak kecil, kini tangisnya menjadi semakin besar. “Kakek kenapa ingkar janji …”

“Al, sudah. Ini semua kan takdir Allah,” kata Azfar berusaha menenangkan adiknya. Dia mengambil langkah untuk menenangkan adiknya karena melihat Rafif yang masih mengurus ibunya.

“Operasinya gagal, tubuh kakek sudah menolak dan langsung mengalami pendarahan. Tadi, operasi baru selesai jam 3 pagi,” jelas Mei dengan isakan.

Tania yang melihat Mei sangat terpukul, langsung menghampirinya. “Kita harus ikhlas, sekarang kakek Hadi sudah tidak menderita lagi.”

Setelah administrasi selesai diurus, mereka semua kembali ke rumah keluarga Rafif untuk melakukan prosesi pemakaman.

Ternyata, di kediaman keluarga Rafif telah ramai oleh para tamu dan banyak karangan bunga berjajar di depan pagar rumah, semua itu dari kolega bisnis Kakek Hadi.

Semua orang merasa kehilangan karena sosok Kakek Hadi memang dikenal sangat baik dan dermawan.

Setelah jenazah dikebumikan, semua keluarga kembali ke rumah dengan duka yang masih menyelimuti.

Rafif dan ayahnya sibuk menerima tamu yang datang. Mayoritas tamu memang rekan bisnis, jadi jelas Rafif dan ayahnya yang mengenal mereka. Sementara Alea masih duduk termenung di bangku yang ada di sudut halaman. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Pernikahan yang Kakek Hadi inginkan sudah Alea lakukan, tetapi malah jadi seperti ini.

“Alea,” panggil Rafif ketika selesai mengurus beberapa tamu.

Kini suasana menjadi lebih kondusif karena banyak tamu yang telah meninggalkan kediaman keluarga Rafif.

“Ayo makan dulu, Al,” ajak Rafif. Dia tahu, sejak pagi Alea belum mengonsumsi apapun, pun dengan dirinya.

“Aku gak lapar, Kak,” jawab Alea lirih.

“Lapar gak lapar, kita harus makan, Al. Aku gak mau kamu malah sakit,” ujar Rafif lagi berusaha membujuk Alea.

Namun, Alea justru menatapnya dengan dalam, seolah mencari sesuatu. “Kakek sudah gak ada, Kak.”

Rafif mengerutkan dahinya, tidak paham ke mana ucapan Alea akan mengarah. “Iya, terus kenapa, Al?”

“Terus, pernikahan kita akan gimana?” tanya Alea yang langsung membuat Rafif terperanjat. “Kita menikah karena kakek, tapi sekarang kakek sudah gak ada.”

Entah kenapa rasanya Alea tiba-tiba goyah. Sejujurnya, rasa belum siap untuk menikah untuk masih menghantuinya. Dia tahu bahwa dia memang pernah menaruh rasa pada Rafif, tetapi itu dulu, dan kini hanya tersisa rasa canggung dan asing.

“Maksud kamu apa, Al?” tanya Rafif dengan wajah terkejut, tidak paham dengan ucapan Alea.

Alea menggeleng pelan lalu terdiam sambil menundukkan kepalanya.

“Kita gimana, Kak?” kata Alea akhirnya. Suaranya terdengar parau, seolah banyak kekhawatiran di sana. “Kita menikah karena permintaan kakek. Dan aku saja sebenarnya belum siap untuk menikah.”

“Aku tahu kita menikah karena permintaan kakek, tapi sebenarnya tanpa diminta kakek pun aku tetap akan menikahi kamu, Al,” kata Rafif sambil menatap Alea dari samping.

Alea menoleh, menatap Rafif yang juga sedang menatapnya penuh keyakinan. “Jangan terlalu banyak omong kosong, Kak. Kamu saja tega pergi tanpa penjelasan.”

Rafif menghela napas. “Bisa kita lupakan masalah itu, Al? Aku juga sudah jelaskan dan minta maaf. Keadaan yang memaksa aku kayak gitu.”

Alea kembali menunduk, menatap ujung kakinya yang di atas rumput halaman.

“Aku sungguhan, Al. Tanpa permintaan kakek, aku memang berencana menikahimu, tapi tidak secepat ini karena aku juga masih mempertimbangkan perasaanmu soal masalah itu,” kata Rafif lagi. Dia meraih tangan Alea dan menggenggamnya erat. 

“Kamu sudah kembali ke sini 3 tahun, apa kamu gak punya waktu satu hari saja untuk menemui aku, Kak? Gimana aku bisa percaya sama ucapan kamu kalau begitu?” jawab Alea seperti tak mau kalah.

“Al, keadaanku sangat susah saat itu. Aku saja bisa tidur hanya dua jam dalam satu hari, pikiranku benar-benar dikuras karena masalah perusahaan. Maafkan aku, Al.” Rafif semakin mengeratkan genggamannya.

“Aku rindu sama kamu, Al. Aku benar-benar sayang sama kamu. Dan soal pernikahan, ini memang salah satu sesuatu yang sudah aku rencanakan. Aku harap kamu gak menyesal karena memutuskan untuk mau menikah denganku meskipun awalnya karena permintaan kakek,” kata Rafif lagi.

Alea menatap tangannya yang sedang digenggam erat oleh Rafif, dia bisa merasakan kehangatan itu. Hatinya mendadak bergetar. Sejujurnya, perasaan untuk Rafif itu memang masih ada di dasar hatinya, tetapi rasa canggung dan asing itu menutupinya.

Alea beralih menatap Rafif dengan tatapan penuh kebingungan.

“Kamu mau kan memulai semua ini sama aku, Al? Kita lanjutkan harapan kakek untuk melihat kita hidup bahagia, tapi bukan karena kakek atau siapapun, karena kita mau melakukannya,” ucap Rafif lagi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jodoh di Tangan Kakek   128. Akhir

    “Good morning sayang,” bisik Rafif di telinga Alea.Perlahan Alea membuka matanya. Hal yang pertama kali dia lihat tentu saja suaminya, Rafif.Alea tersenyum teramat manis, membuat rasa cinta selalu mekar di hati Rafif setiap harinya, meskipun pernikahan mereka telah berlangsung bertahun-tahun.“Anak-anak dimana?” tanya Alea.“Di luar, ayo kesana!” ajak Rafif.Alea mengangguk kemudian bangkit dari tempat tidurnya.“Ternyata sudah siang ya?” tanya Alea melihat jendela kamarnya sudah terbuka dan cahaya matahari masuk menerobos melalui celah-celah gorden yang tertiup angin.Lalu, Alea berjalan mendekati jendela dan menyibak kain gorden yang menghalangi pandangannya.Di depan sana, terdapat hamparan pasir yang luas serta deburan ombak yang suaranya terdengar syahdu dari jendela kamar Alea.Pemandangan indah yang selalu Alea nikmati setiap pagi.Disinilah dia dan Rafif tinggal sekarang, sebuah mansion mewah yang terletak di sebuah pulau yang dikelilingi pepohonan rindang. Dan mansion mereka

  • Jodoh di Tangan Kakek   127. Drama Pagi

    Siang harinya, ayah sudah benar-benar pulang dari rumah sakit.Kejadian salah diagnosa yang sempat membuat terkejut kini hanya berlalu begitu saja. Sebab ketakutan mereka pada akhirnya tidak terjadi.Ayah hanya memerlukan pemeriksaan secara rutin dan mengkonsumsi obat yang disarankan agar kesehatannya bisa kembali seperti sedia kala.Hal ini tentu saja membuat bunda dan Rafif sangat lega. Ini artinya mereka bisa melanjutkan hidup seolah tidak terjadi apa-apa.Siang itu, semua urusan di rumah sakit telah selesai dan ayah bisa langsung kembali ke rumah.Bersamaan dengan itu, Zayn bersama dengan mama dan papa ternyata tiba di rumah ayah setelah menempuh perjalanan dari Puncak.“Papa!” panggil Zayn senang melihat Rafif yang baru saja menutup pintu mobil.“Nak!” sahut Rafif, kemudian menangkap Zayn di pelukannya.“Tadi di perjalanan ada yang terus menangis loh!” ucap mama.“Oh ya? Kenapa dia terus menangis oma?” tanya Rafif.“Sstt oma!” sahut Zayn.Rafif sontak tertawa mendengar Zayn yang

  • Jodoh di Tangan Kakek   126. Salah Diagnosa

    “Kondisi om Eddo saat ini cukup stabil dan sama sekali tidak berbahaya, juga jelas bukan karena penyakit jantung. Aku secara pribadi minta maaf karena diagnosa awal yang salah. Tapi, beliau tetap membutuhkan perawatan ekstra,” jelas Azfar pada bunda dan Rafif di ruangannya.“Memang apa yang sebenarnya terjadi?” tanya bunda.“Setelah melalui pemindaian CT Scan tadi aku menemukan sebuah gumpalan di pembuluh darah otak, ini yang menyebabkan om Eddo memejamkan matanya terus menerus.” Jawab Azfar.“Jadi, ayah tidak pingsan?” tanya Rafif.“Tidak, beliau hanya tertidur,” jawab Azfar.“Kondisi ini termasuk salah satu gejala stroke, beruntung beliau bisa langsung mendapatkan penanganan.” Jelas Azfar lagi.“Hhhh,” Rafif dan bunda bernapas dengan lega.“Lalu apa perawatan terbaik yang harus dilakukan?” tanya Rafif.“Besok kita lakukan test lab, setelah hasilnya keluar baru bisa diputuskan,” jawab Azfar.“Tapi apakah jantungnya benar-benar tidak masalah?” tanya bunda.“Sejauh ini, tidak ada tante

  • Jodoh di Tangan Kakek   125. Musibah 2

    “Mas! Ayah..” ucap Alea yang terengah-engah karena berlari.“Ayah kenapa?” tanya Rafif berdiri kemudian menghampiri Alea dan memegang kedua pundaknya. Dia melihat dengan jelas kalau Alea berlari terburu-buru, sehingga dia tidak memakai alas kaki.“Tadi ayah mengeluh dadanya sakit, lalu tiba-tiba ayah pingsan,” jelas Alea.“Apa?” tanya Rafif.Dokter yang juga mendengarnya segera berlari menuju ke ruangan ayah, begitu juga bunda yang baru saja merasa lega mendengar kondisi ayah, tiba-tiba kembali merasakan ketakutan yang begitu nyata.Rafif langsung menoleh ke arah bunda yang masih duduk di kursi depan meja dokter.Bunda hanya terdiam, tidak menangis, terlihat tenang, namun Rafif tahu dibaliknya ada ketakutan yang sangat dahsyat.“Sayang, pakai sandalku! Kamu tolong temani bunda ya, aku mau lihat keadaan ayah,” ucap Rafif.“Baik mas,” ucap Alea, kemudian menerima sandal milik Rafif dan menghampiri bunda.Sementara itu Rafif berlari kencang menyusul dokter yang sedang menangani ayahnya.

  • Jodoh di Tangan Kakek   124. Musibah

    Pasca merayakan ulang tahun Cindy, Alea dan Rafif yang baru saja memasuki kamar Villa untuk beristirahat, menerima sebuah telepon.Rafif yang baru saja merebahkan dirinya di tempat tidur mendengar ponselnya berdering, dia lalu bergegas melihat siapa penelepon tengah malam ini.Baru saja dia akan mengumpat karena merasa terganggu, dia urungkan saat melihat siapa yang menelepon.“Ada apa menelepon jam segini?” gumam Rafif.Perasaan yang semula tenang, mendadak menjadi penuh dengan kekhawatiran.“Halo bunda,” ujar Rafif.Alea yang berbaring disampingnya ikut berdiri sambil merasa heran karena ini hampir tengah malam.Hal yang pertama Rafif dengar adalah tangisan bunda, membuat ketakutan hinggap di sekujur tubuh Rafif.“Ada apa bunda?” tanya Rafif.“Ayahmu tidak sadarkan diri,” ucap bunda lirih.“Apa?” tanya Rafif terkejut.“Sekarang di rumah sakit,” jawab mama lemah.“Oke, aku kesana sekarang.” Jawab Rafif.Sebenarnya Rafif dipenuhi dengan keterkejutan, tetapi berusaha untuk tetap tenang

  • Jodoh di Tangan Kakek   123. Selamat Merayakan

    Cindy terbelalak sambil menutup mulut dengan kedua tangannya.Bagaimana tidak terkejut? Kedatangannya disambut meriah oleh semua orang yang sangat dia kenal, seluruh keluarganya berkumpul termasuk ibu, bapak dan adik-adiknya dari Surabaya pun turut hadir.“Kalian juga disini? Kapan datang?” tanya Cindy pada keluarganya dan memeluknya satu persatu.“Tadi siang, Azfar juga yang jemput kita di bandara!” jawab bapak.“Jadi kamu bukan ke rumah sakit tadi siang?” tanya Cindy pada Azfar.“Untuk apa ke rumah sakit di akhir pekan?” Azfar balik bertanya.Sontak saja Cindy merasa jengkel karena merasa dikerjai.Jadi, siang tadi saat Azfar menerima telepon. Itu adalah telepon dari Bayu yang mengabari kalau dia dan keluarga sudah sampai di bandara.Azfar bergegas pergi menjemput mertua dna adik iparnya yang kemudian dia antarkan ke rumah mama untuk kemudian pergi ke puncak, tempat dimana mereka berada sekarang.Setelah Cindy menyapa keluarganya, dia juga menyapa mama, papa, Alea, Rafif lengkap den

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status