Setelah tiba-tiba menghilang selama 10 tahun, Rafif kembali datang untuk meminang Alea. "Kita harus menikah, Alea. Ini wasiat dari Kakek," kata Rafif. "Hah? Kamu gila, Kak?" jawab Alea.
Lihat lebih banyak“Alea, ayo menikah.”
Alea yang mendengar ucapan itu tersentak. Bagaimana tidak, pria yang duduk di hadapannya saat ini adalah pria yang sangat dia kenali. Sepuluh tahun lamanya, pria ini tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di hadapan Alea. Namun, tiba-tiba saja hari ini dia menemuinya dan mengajaknya menikah.
Dia adalah Rafif Hadiwinata, putra dari sahabat lama ayahnya. Sejak kecil Alea dan Rafif sudah tumbuh bersama. Persahabatan kakek merekalah yang membuat Alea dan Rafif ditakdirkan untuk tumbuh dan bergaul di lingkungan yang sama di sebuah kawasan Asri di kota Bandung. Dengan usia 4 tahun lebih tua, membuat Rafif menyayangi Alea seperti adiknya sendiri.
Hanya saja, 10 tahun yang lalu Rafif dan keluarganya pindah ke kota lain tanpa berpamitan satu patah kata pun pada Alea.
Dua jam yang lalu Rafif menghubunginya untuk mengajak bertemu, Alea pikir Rafif akan memberikan penjelasan tentang kepergiannya yang mendadak dan tanpa pamit itu. Namun, nyatanya laki-laki itu malah mengucapkan omong kosong seperti ini.
Apa dia pikir pernikahan hanya sebuah permainan?
“Apa hal yang sangat mendesak sampai bawa kamu datang ke sini dan mengatakan omong kosong seperti ini, Kak?” ucap Alea ketus.
“Ceritanya panjang Al, yang jelas sekarang kita harus segera menikah,” jawab Rafif seolah ini semua adalah hal yang normal.
“Aku gak butuh penjelasan, aku bahkan gak ingin dengar kamu omong kosongmu yang lain.”
Sepuluh tahun bukan waktu yang mudah bagi Alea. Dia telah melupakan semua kekecewaan dan amarahnya pada Rafif selama ini. Namun kedatangan Rafif hari ini membuatnya merasakan kembali luka lama yang telah berhasil dia kubur dalam-dalam.
“Aku serius soal mengajakmu menikah Al. Ini bukan omong kosong yang hanya aku ucapkan asal-asalan,” ucap Rafif coba menjelaskan.
“Sepuluh tahun menghilang, hari ini tiba-tiba datang dan mengajakku menikah. Kamu pikir kamu siapa? Sampai merasa berhak bertindak sesukamu!” bentak Alea marah.
Rafif sadar telah membuat Alea marah. Baik sepuluh tahun yang lalu ataupun hari ini.
“Aku minta maaf, Al,” ucap Rafif lirih.
Mendengar itu Alea semakin marah. Harusnya itu menjadi kalimat pertama yang Rafif ucapkan saat mereka bertemu. Namun, dia malah mengucapkan hal lain yang membuat rasa kecewanya pada Rafif bertambah.
“Kenapa?” Alea menatap Rafif lekat-lekat. Sejujurnya, ada banyak pertanyaan di kepalanya, tapi rasanya sangat sulit untuk diutarakan, hanya satu kata itu yang bisa keluar dari bibir Alea.
“Saat itu, keluargaku harus segera pindah ke Jakarta karena bisnis keluarga kami sedang mengalami krisis. Di saat bersamaan, aku telah diterima untuk berkuliah di kampus idamanku di luar negeri.” Rafif perlahan menjelaskan, tetapi dia tidak berani menatap mata Alea. Padangannya hanya tertuju pada segelas kopi di hadapannya.
“Hari itu aku menunggu kamu pulang untuk kasih tahu masalah itu, tapi karena keadaan yang sangat mendesak, akhirnya malah gak sempat untuk bilang apapun, bahkan ketemu juga gak bisa,” lanjut Rafif.
Saat itu, Rafif menyelesaikan pendidikannya di luar negeri selama 6 tahun, selesai S1 dan S2 tepat waktu, tetapi dia harus tinggal lebih lama untuk mengurus beberapa hal. Kemudian dia kembali ke tanah air 3 tahun yang lalu.
Sejak kepulangannya, Rafif sudah berusaha menemui Alea. Namun, keadaan perusahaan keluarganya yang saat itu dipegang ayahnya, membutuhkan bantuannya dan membuat Rafif memiliki kesibukan sehingga tidak bisa menemui Alea secepatnya.
Setelah banyak berkorban untuk perusahaannya, akhirnya Rafif dilantik sebagai pimpinan perusahaan menggantikan ayahnya setahun yang lalu dan menjalaninya sampai hari ini.
Bahkan, saat ini Rafif juga telah meneruskan perusahaan itu dan menyandang status CEO muda di perusahaan Hadiwinata Grup, perusahaan yang kakeknya bangun sejak muda.
Selama sepuluh tahun waktu yang Rafif habiskan, dia tidak pernah melupakan Alea. Bagaimana rasa sayangnya pada Alea dan terus merindukan Alea setiap waktu.
Alea kembali menatap Rafif yang juga mulai mengangkat pandangannya. “Itu juga berat buat aku, Kak.”
“Maaf, Al,” kata Rafif lirih. Tidak ada kata lain yang saat ini bisa dia ucapkan, selain kata maaf. Dia tahu, Alea pasti menderita.
Bagaimanapun juga, mereka sudah bersama sejak kecil, seperti sebuah keluarga. Ketika Rafif dan keluarganya pergi tanpa berpamitan, pasti rasa kehilangan itu selalu menghantui Alea. Meskipun Alea juga memiliki seorang kakak kandung, tetapi pertemanan mereka jelas berbeda.
“Kalian semua gak ada yang bisa dihubungi. Keluargaku juga berusaha mencari keberadaan kalian, tapi gak ada yang bisa tahu. Aku selalu bertanya-tanya, apa aku ada buat salah sama kamu, Kak? Atau keluarga kalian memang gak mau lagi berhubungan sama kami?” Ingatan Alea seperti dibawa kembali ke masa dia yang masih mempertanyakan alasan kepergian keluarga Rafif yang begitu mendadak.
“Gak ada kata lain yang bisa aku ucapin, selain kata maaf, Al,” kata Rafif dengan nada penyesalan.
“Seharusnya, kata pertama yang kamu ucapkan saat ketemu aku itu ya kata maaf, Kak. Bukannya malah tiba-tiba mengajak menikah.” Alea mengendus kesal.
“Maaf, Al. Aku gak tahu harus mulai dari mana, makanya aku langsung ke intinya.” Rafif menatap Alea yang tampak cukup kesal. “Tapi Al, soal menikah, aku gak main-main.”
“Aku gak peduli soal kamu main-main apa nggak, yang jelas aku cukup kecewa sama kamu, Kak.” Alea menatap ke arah luar kafe, menghela napas ringan. “Lagipula, alasan kamu tiba-tiba ajak aku menikah juga belum kamu jelasin. Kamu mau buat aku tenggelam lagi dengan pertanyaan pertanyaan yang gak kamu jawab itu?”
“Bukan begitu, Al. Aku cuma belum bisa kasih tahu sekarang. Tapi yang jelas, keluargaku tahu soal ini, mereka tahu kalau aku akan ajak kamu menikah,” jelas Rafif yang bagi Alea sama sekali tidak menjawab rasa penasarannya.
Alea masih terdiam, tidak tahu lagi harus berkata apa.
“Aku tahu kamu pasti setuju dengan ajakan aku ini, Al,” kata Rafif lagi, berusaha memancing respon Alea.
Alea mengerutkan dahinya. Dia tahu, sejak dulu Rafif ini memang tipe orang yang cukup percaya diri, juga tidak bisa menerima penolakan. Namun, kali ini Alea tentu saja masih merasa heran.
Di permasalahan seperti ini dia juga masih bisa begitu percaya diri?
“Kasih tahu dulu apa alasanmu, Kak. Aku gak mau dihantui pertanyaan lagi, dan aku gak mau menyesal nantinya,” kata Alea setelah beberapa saat terdiam.
“Kakekku sakit, Alea. Dokter bilang kalau kemungkinan dia bisa bertahan lebih lama itu sangat kecil,” jelas Rafif langsung setelah menimang beberapa saat.
“Good morning sayang,” bisik Rafif di telinga Alea.Perlahan Alea membuka matanya. Hal yang pertama kali dia lihat tentu saja suaminya, Rafif.Alea tersenyum teramat manis, membuat rasa cinta selalu mekar di hati Rafif setiap harinya, meskipun pernikahan mereka telah berlangsung bertahun-tahun.“Anak-anak dimana?” tanya Alea.“Di luar, ayo kesana!” ajak Rafif.Alea mengangguk kemudian bangkit dari tempat tidurnya.“Ternyata sudah siang ya?” tanya Alea melihat jendela kamarnya sudah terbuka dan cahaya matahari masuk menerobos melalui celah-celah gorden yang tertiup angin.Lalu, Alea berjalan mendekati jendela dan menyibak kain gorden yang menghalangi pandangannya.Di depan sana, terdapat hamparan pasir yang luas serta deburan ombak yang suaranya terdengar syahdu dari jendela kamar Alea.Pemandangan indah yang selalu Alea nikmati setiap pagi.Disinilah dia dan Rafif tinggal sekarang, sebuah mansion mewah yang terletak di sebuah pulau yang dikelilingi pepohonan rindang. Dan mansion mereka
Siang harinya, ayah sudah benar-benar pulang dari rumah sakit.Kejadian salah diagnosa yang sempat membuat terkejut kini hanya berlalu begitu saja. Sebab ketakutan mereka pada akhirnya tidak terjadi.Ayah hanya memerlukan pemeriksaan secara rutin dan mengkonsumsi obat yang disarankan agar kesehatannya bisa kembali seperti sedia kala.Hal ini tentu saja membuat bunda dan Rafif sangat lega. Ini artinya mereka bisa melanjutkan hidup seolah tidak terjadi apa-apa.Siang itu, semua urusan di rumah sakit telah selesai dan ayah bisa langsung kembali ke rumah.Bersamaan dengan itu, Zayn bersama dengan mama dan papa ternyata tiba di rumah ayah setelah menempuh perjalanan dari Puncak.“Papa!” panggil Zayn senang melihat Rafif yang baru saja menutup pintu mobil.“Nak!” sahut Rafif, kemudian menangkap Zayn di pelukannya.“Tadi di perjalanan ada yang terus menangis loh!” ucap mama.“Oh ya? Kenapa dia terus menangis oma?” tanya Rafif.“Sstt oma!” sahut Zayn.Rafif sontak tertawa mendengar Zayn yang
“Kondisi om Eddo saat ini cukup stabil dan sama sekali tidak berbahaya, juga jelas bukan karena penyakit jantung. Aku secara pribadi minta maaf karena diagnosa awal yang salah. Tapi, beliau tetap membutuhkan perawatan ekstra,” jelas Azfar pada bunda dan Rafif di ruangannya.“Memang apa yang sebenarnya terjadi?” tanya bunda.“Setelah melalui pemindaian CT Scan tadi aku menemukan sebuah gumpalan di pembuluh darah otak, ini yang menyebabkan om Eddo memejamkan matanya terus menerus.” Jawab Azfar.“Jadi, ayah tidak pingsan?” tanya Rafif.“Tidak, beliau hanya tertidur,” jawab Azfar.“Kondisi ini termasuk salah satu gejala stroke, beruntung beliau bisa langsung mendapatkan penanganan.” Jelas Azfar lagi.“Hhhh,” Rafif dan bunda bernapas dengan lega.“Lalu apa perawatan terbaik yang harus dilakukan?” tanya Rafif.“Besok kita lakukan test lab, setelah hasilnya keluar baru bisa diputuskan,” jawab Azfar.“Tapi apakah jantungnya benar-benar tidak masalah?” tanya bunda.“Sejauh ini, tidak ada tante
“Mas! Ayah..” ucap Alea yang terengah-engah karena berlari.“Ayah kenapa?” tanya Rafif berdiri kemudian menghampiri Alea dan memegang kedua pundaknya. Dia melihat dengan jelas kalau Alea berlari terburu-buru, sehingga dia tidak memakai alas kaki.“Tadi ayah mengeluh dadanya sakit, lalu tiba-tiba ayah pingsan,” jelas Alea.“Apa?” tanya Rafif.Dokter yang juga mendengarnya segera berlari menuju ke ruangan ayah, begitu juga bunda yang baru saja merasa lega mendengar kondisi ayah, tiba-tiba kembali merasakan ketakutan yang begitu nyata.Rafif langsung menoleh ke arah bunda yang masih duduk di kursi depan meja dokter.Bunda hanya terdiam, tidak menangis, terlihat tenang, namun Rafif tahu dibaliknya ada ketakutan yang sangat dahsyat.“Sayang, pakai sandalku! Kamu tolong temani bunda ya, aku mau lihat keadaan ayah,” ucap Rafif.“Baik mas,” ucap Alea, kemudian menerima sandal milik Rafif dan menghampiri bunda.Sementara itu Rafif berlari kencang menyusul dokter yang sedang menangani ayahnya.
Pasca merayakan ulang tahun Cindy, Alea dan Rafif yang baru saja memasuki kamar Villa untuk beristirahat, menerima sebuah telepon.Rafif yang baru saja merebahkan dirinya di tempat tidur mendengar ponselnya berdering, dia lalu bergegas melihat siapa penelepon tengah malam ini.Baru saja dia akan mengumpat karena merasa terganggu, dia urungkan saat melihat siapa yang menelepon.“Ada apa menelepon jam segini?” gumam Rafif.Perasaan yang semula tenang, mendadak menjadi penuh dengan kekhawatiran.“Halo bunda,” ujar Rafif.Alea yang berbaring disampingnya ikut berdiri sambil merasa heran karena ini hampir tengah malam.Hal yang pertama Rafif dengar adalah tangisan bunda, membuat ketakutan hinggap di sekujur tubuh Rafif.“Ada apa bunda?” tanya Rafif.“Ayahmu tidak sadarkan diri,” ucap bunda lirih.“Apa?” tanya Rafif terkejut.“Sekarang di rumah sakit,” jawab mama lemah.“Oke, aku kesana sekarang.” Jawab Rafif.Sebenarnya Rafif dipenuhi dengan keterkejutan, tetapi berusaha untuk tetap tenang
Cindy terbelalak sambil menutup mulut dengan kedua tangannya.Bagaimana tidak terkejut? Kedatangannya disambut meriah oleh semua orang yang sangat dia kenal, seluruh keluarganya berkumpul termasuk ibu, bapak dan adik-adiknya dari Surabaya pun turut hadir.“Kalian juga disini? Kapan datang?” tanya Cindy pada keluarganya dan memeluknya satu persatu.“Tadi siang, Azfar juga yang jemput kita di bandara!” jawab bapak.“Jadi kamu bukan ke rumah sakit tadi siang?” tanya Cindy pada Azfar.“Untuk apa ke rumah sakit di akhir pekan?” Azfar balik bertanya.Sontak saja Cindy merasa jengkel karena merasa dikerjai.Jadi, siang tadi saat Azfar menerima telepon. Itu adalah telepon dari Bayu yang mengabari kalau dia dan keluarga sudah sampai di bandara.Azfar bergegas pergi menjemput mertua dna adik iparnya yang kemudian dia antarkan ke rumah mama untuk kemudian pergi ke puncak, tempat dimana mereka berada sekarang.Setelah Cindy menyapa keluarganya, dia juga menyapa mama, papa, Alea, Rafif lengkap den
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen