Home / Romansa / Jodoh di Tangan Kakek / 4. Pernikahan dan Duka

Share

4. Pernikahan dan Duka

Author: Reyn
last update Last Updated: 2024-11-24 08:20:49

Semua mata tertuju pada Alea, terkejut dengan ucapan Alea.

Apa dia akan berubah pikiran?

“Kenapa, Al?” tanya Rafif dengan ragu.

Alea mengangkat wajahnya, menatap Rafif dengan cemas. “Boleh kita tunggu Kak Azfar dulu? Tadi dia bilang masih di perjalanan.”

Azfar adalah kakak Alea. Dia sangat menyayangi kakaknya, sangat dekat dengan kakaknya. Hal apapun yang mengganggunya, dia pasti akan mengadu pada kakaknya. Jadi, dia tidak ingin kakaknya melewatkan momen ini.

“Alea, kakakmu masih belum jelas akan sampai jam berapa. Lagipula dia juga sudah tahu, kan,” sahut Lukman berusaha meyakinkan Alea.

“Gak perlu, kita bisa mulai acaranya sekarang,” kata seseorang yang tiba-tiba muncul dari balik pintu ruangan.

“Kakak!” seru Alea dengan perasaan lega.

Azfar tersenyum lebar, dia datang dengan pakaian kasual, dan satu keranjang buah di tangannya. “Bisa dilanjutkan saja acaranya.”

Akhirnya, acara pengucapan janji pernikahan itu dilaksanakan. Meskipun dalam hati Alea masih merasa sedikit keberatan, dia hanya bisa pasrah dengan ini semua dan berharap tidak akan membawa hal buruk di masa depan.

Ketika pada akhirnya pernikahan telah dilaksanakan, dua keluarga itu saling berbincang melepas rindu setelah bertahun-tahun tidak bertemu.

“Kakek, sekarang Alea sudah menuruti permintaan, kakek. Jadi, giliran Alea yang kasih permintaan ke kakek, ya,” kata Alea yang duduk di samping ranjang Kakek Hadi.

Kakek Hadi tersenyum dan mengangguk pelan, “Katakan, apa permintaanmu, cucuku?”

“Alea minta kakek harus sembuh ya. Kakek bilang ingin lihat aku dan Kak Rafif  hidup bahagia bersama, jadi kakek harus sembuh dulu, ya?” jawab Alea dengan senyuman di wajahnya.

Mendengar itu, Rafif juga ikut tersenyum. Dia tahu betapa Alea menyanyangi Kakek Hadi seperti kakeknya snediri.

Kakek Hadi mengangguk pelan. “Iya, kakek akan sembuh setelah ini.”

Setelah itu, mereka kembali berbincang hangat. Alea juga telah berganti pakaian dengan yang lebih santai. Sedangkan Kakek Hadi memilih memejamkan matanya untuk istirahat.

Namun, tak lama setelah itu, mesin monitor yang terhubung dengan kabel ke tubuh Kakek Hadi tiba-tiba berbunyi kencang. Mendadak semua orang menjadi panik.

Eddo, ayah Rafif, dengan cekatan pergi memanggil dokter untuk memeriksa Kakek Hadi. Ketika dia kembali bersama beberapa tenaga medis, semua orang dipaksa menunggu di luar selagi dokter melakukan tugasnya.

Tak lama kemudian, salah satu dokter senior keluar dari ruangan Kakek Hadi dengan wajah tegang.

“Kondisi Pak Hadi sangat menurun. Organ hatinya semakin tidak bisa bekerja dengan baik,” jelas dokter tersebut. “Kami harus melakukan operasi dengan segera dan kami butuh persetujuan keluarga.”

Eddo sebagai anak dari Kakek Hadi langsung mengangguk setuju. “Lakukan semua yang terbaik, Dok.”

Akhirnya, beberapa perawat dan dokter mulai memindahkan Kakek Hadi menuju ruang operasi. Keluarga Alea dan keluarga Rafif juga ikut menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan cemas.

“Kakek pasti baik-baik saja, kan?” kata Alea lirih. Dia menundukkan kepalanya, meremas ujung bajunya dengan erat.

Rafif yang duduk di samping Alea dengan ragu mengulurkan tangannya untuk mengusap punggung wanita yang telah resmi menjadi istrinya itu. “Tenang, Al. Kakek pasti baik-baik saja.”

“Kita sudah lakukan permintaan kakek, tapi kenapa sekarang kakek malah begini?” ucap Alea lagi, seolah tidak terima dengan ini semua.

“Iya aku tahu, Al. Sekarang tugas kita cuma berdoa untuk kakek.” Rafif masih terus mengusap punggung Alea, menyalurkan rasa tenang kepada Alea.

Meskipun sebenarnya Rafif juga sama terkejut dan khawatir. Bagaimanapun juga, dia sangat menyayangi kakeknya. Namun, dia tidak boleh terlihat rapuh di depan orang lain, terutama Alea yang kini telah menjadi istrinya. Dia harus bisa menjadi sandaran bagi Alea karena sekarang wanita itu telah sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya.

“Rafif, kamu bawa Alea pulang saja dulu. Kalian istriahat dulu, kita jaga bergantian saja. Kata dokter juga operasinya akan lama,” kata Eddo.

“Iya, kalian istirahat saja dulu. Nanti Bunda akan kabari kalian kalau operasinya sudah selesai,” sahut Mei menyetujui usul suaminya, Eddo.

“Tapi, aku mau tunggu kakek selesai,” jawab Alea dengan tatapan berkaca-kaca.

“Alea, kita jaganya bergantian ya. Kalau semua di sini, nanti kalau kita seperti ini malah bisa sakit semua juga,” sahut Tania, menenangkan putrinya.

“Kita pulang dulu ya, Al.” Kini giliran Rafif yang angkat bicara.

Alea menatap Rafif sejenak, seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi masih tertahan.

“Kita pulang ke rumahmu dulu,” kata Rafif seolah paham dengan maksud tatapan Alea.

Akhirnya, Alea bersama Rafif dan juga keluarga Alea pergi meninggalkan rumah sakit. Saat ini waktu telah menunjukkan pukul 9 malam. Begitu mereka tiba di rumah, semua langsung masuk ke kamar masing-masing.

Alea membawa Rafif masuk ke kamarnya dengan perasaan canggung. Ini adalah kali pertama dia membawa laki-laki lain, selain Azfar dan papanya, masuk ke dalam kamarnya.

“Maaf kalau masih berantakan,” kata Alea dengan canggung. Padahal, kondisi kamarnya begitu rapi, tidak ada celah yang bisa disebut berantakan.

“Ini sangat rapi, Al,” jawab Rafif, pandangannya langsung tertuju pada beberapa foto yang ada di meja Alea.

Ketika Rafif sibuk mengamati kamar Alea, dia tidak sadar jika Alea bahkan telah terlelap dengan posisi sembarangan di atas kasurnya.

Melihat Alea yang telah pulas, Rafif tahu bahwa wanita itu pasti kelelahan, jadi dia tidak ingin membangunkannya. Namun, itu justru membuatnya semakin bingung.

“Tidur di mana aku?” Rafif menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal. Dia merasa masih begitu canggung jika tiba-tiba harus tidur berdempetan dengan Alea, juga tidak tega kalau sampai membangunkannya.

Setelah melihat sofa kecil yang ada di dekat jendela kamar Alea, Rafif memutuskan untuk tidur di sana.

Ketika matahari masih belum muncul sepenuhnya, ponsel Rafif telah berbunyi hingga membuat pemiliknya terbangun dengan kaget.

“Iya kenapa, Pa?” kata Rafif menjawab panggilan telepon yang ternyata dari ayahnya.

Tiba-tiba wajah Rafif berubah drastis dan tampak sangat menegang. Dia langsung mematikan sambungan telepon itu dan membangunkan Alea yang masih terlelap.

“Al, kakek meninggal,” kata Rafif pelan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh di Tangan Kakek   128. Akhir

    “Good morning sayang,” bisik Rafif di telinga Alea.Perlahan Alea membuka matanya. Hal yang pertama kali dia lihat tentu saja suaminya, Rafif.Alea tersenyum teramat manis, membuat rasa cinta selalu mekar di hati Rafif setiap harinya, meskipun pernikahan mereka telah berlangsung bertahun-tahun.“Anak-anak dimana?” tanya Alea.“Di luar, ayo kesana!” ajak Rafif.Alea mengangguk kemudian bangkit dari tempat tidurnya.“Ternyata sudah siang ya?” tanya Alea melihat jendela kamarnya sudah terbuka dan cahaya matahari masuk menerobos melalui celah-celah gorden yang tertiup angin.Lalu, Alea berjalan mendekati jendela dan menyibak kain gorden yang menghalangi pandangannya.Di depan sana, terdapat hamparan pasir yang luas serta deburan ombak yang suaranya terdengar syahdu dari jendela kamar Alea.Pemandangan indah yang selalu Alea nikmati setiap pagi.Disinilah dia dan Rafif tinggal sekarang, sebuah mansion mewah yang terletak di sebuah pulau yang dikelilingi pepohonan rindang. Dan mansion mereka

  • Jodoh di Tangan Kakek   127. Drama Pagi

    Siang harinya, ayah sudah benar-benar pulang dari rumah sakit.Kejadian salah diagnosa yang sempat membuat terkejut kini hanya berlalu begitu saja. Sebab ketakutan mereka pada akhirnya tidak terjadi.Ayah hanya memerlukan pemeriksaan secara rutin dan mengkonsumsi obat yang disarankan agar kesehatannya bisa kembali seperti sedia kala.Hal ini tentu saja membuat bunda dan Rafif sangat lega. Ini artinya mereka bisa melanjutkan hidup seolah tidak terjadi apa-apa.Siang itu, semua urusan di rumah sakit telah selesai dan ayah bisa langsung kembali ke rumah.Bersamaan dengan itu, Zayn bersama dengan mama dan papa ternyata tiba di rumah ayah setelah menempuh perjalanan dari Puncak.“Papa!” panggil Zayn senang melihat Rafif yang baru saja menutup pintu mobil.“Nak!” sahut Rafif, kemudian menangkap Zayn di pelukannya.“Tadi di perjalanan ada yang terus menangis loh!” ucap mama.“Oh ya? Kenapa dia terus menangis oma?” tanya Rafif.“Sstt oma!” sahut Zayn.Rafif sontak tertawa mendengar Zayn yang

  • Jodoh di Tangan Kakek   126. Salah Diagnosa

    “Kondisi om Eddo saat ini cukup stabil dan sama sekali tidak berbahaya, juga jelas bukan karena penyakit jantung. Aku secara pribadi minta maaf karena diagnosa awal yang salah. Tapi, beliau tetap membutuhkan perawatan ekstra,” jelas Azfar pada bunda dan Rafif di ruangannya.“Memang apa yang sebenarnya terjadi?” tanya bunda.“Setelah melalui pemindaian CT Scan tadi aku menemukan sebuah gumpalan di pembuluh darah otak, ini yang menyebabkan om Eddo memejamkan matanya terus menerus.” Jawab Azfar.“Jadi, ayah tidak pingsan?” tanya Rafif.“Tidak, beliau hanya tertidur,” jawab Azfar.“Kondisi ini termasuk salah satu gejala stroke, beruntung beliau bisa langsung mendapatkan penanganan.” Jelas Azfar lagi.“Hhhh,” Rafif dan bunda bernapas dengan lega.“Lalu apa perawatan terbaik yang harus dilakukan?” tanya Rafif.“Besok kita lakukan test lab, setelah hasilnya keluar baru bisa diputuskan,” jawab Azfar.“Tapi apakah jantungnya benar-benar tidak masalah?” tanya bunda.“Sejauh ini, tidak ada tante

  • Jodoh di Tangan Kakek   125. Musibah 2

    “Mas! Ayah..” ucap Alea yang terengah-engah karena berlari.“Ayah kenapa?” tanya Rafif berdiri kemudian menghampiri Alea dan memegang kedua pundaknya. Dia melihat dengan jelas kalau Alea berlari terburu-buru, sehingga dia tidak memakai alas kaki.“Tadi ayah mengeluh dadanya sakit, lalu tiba-tiba ayah pingsan,” jelas Alea.“Apa?” tanya Rafif.Dokter yang juga mendengarnya segera berlari menuju ke ruangan ayah, begitu juga bunda yang baru saja merasa lega mendengar kondisi ayah, tiba-tiba kembali merasakan ketakutan yang begitu nyata.Rafif langsung menoleh ke arah bunda yang masih duduk di kursi depan meja dokter.Bunda hanya terdiam, tidak menangis, terlihat tenang, namun Rafif tahu dibaliknya ada ketakutan yang sangat dahsyat.“Sayang, pakai sandalku! Kamu tolong temani bunda ya, aku mau lihat keadaan ayah,” ucap Rafif.“Baik mas,” ucap Alea, kemudian menerima sandal milik Rafif dan menghampiri bunda.Sementara itu Rafif berlari kencang menyusul dokter yang sedang menangani ayahnya.

  • Jodoh di Tangan Kakek   124. Musibah

    Pasca merayakan ulang tahun Cindy, Alea dan Rafif yang baru saja memasuki kamar Villa untuk beristirahat, menerima sebuah telepon.Rafif yang baru saja merebahkan dirinya di tempat tidur mendengar ponselnya berdering, dia lalu bergegas melihat siapa penelepon tengah malam ini.Baru saja dia akan mengumpat karena merasa terganggu, dia urungkan saat melihat siapa yang menelepon.“Ada apa menelepon jam segini?” gumam Rafif.Perasaan yang semula tenang, mendadak menjadi penuh dengan kekhawatiran.“Halo bunda,” ujar Rafif.Alea yang berbaring disampingnya ikut berdiri sambil merasa heran karena ini hampir tengah malam.Hal yang pertama Rafif dengar adalah tangisan bunda, membuat ketakutan hinggap di sekujur tubuh Rafif.“Ada apa bunda?” tanya Rafif.“Ayahmu tidak sadarkan diri,” ucap bunda lirih.“Apa?” tanya Rafif terkejut.“Sekarang di rumah sakit,” jawab mama lemah.“Oke, aku kesana sekarang.” Jawab Rafif.Sebenarnya Rafif dipenuhi dengan keterkejutan, tetapi berusaha untuk tetap tenang

  • Jodoh di Tangan Kakek   123. Selamat Merayakan

    Cindy terbelalak sambil menutup mulut dengan kedua tangannya.Bagaimana tidak terkejut? Kedatangannya disambut meriah oleh semua orang yang sangat dia kenal, seluruh keluarganya berkumpul termasuk ibu, bapak dan adik-adiknya dari Surabaya pun turut hadir.“Kalian juga disini? Kapan datang?” tanya Cindy pada keluarganya dan memeluknya satu persatu.“Tadi siang, Azfar juga yang jemput kita di bandara!” jawab bapak.“Jadi kamu bukan ke rumah sakit tadi siang?” tanya Cindy pada Azfar.“Untuk apa ke rumah sakit di akhir pekan?” Azfar balik bertanya.Sontak saja Cindy merasa jengkel karena merasa dikerjai.Jadi, siang tadi saat Azfar menerima telepon. Itu adalah telepon dari Bayu yang mengabari kalau dia dan keluarga sudah sampai di bandara.Azfar bergegas pergi menjemput mertua dna adik iparnya yang kemudian dia antarkan ke rumah mama untuk kemudian pergi ke puncak, tempat dimana mereka berada sekarang.Setelah Cindy menyapa keluarganya, dia juga menyapa mama, papa, Alea, Rafif lengkap den

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status