Share

Bab 6

Penulis: Anju
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-23 15:46:11

Pagi itu kampus terasa lebih dingin dari biasanya.

Nadia duduk di bangku belakang kelas Ekonomi Makro, tangannya gemetar memegang HP. Pesan semalam masih terbuka:

“Kamu pikir udah menang? Tunggu aja. Aku punya rahasia yang bakal bikin Kevin benci kamu selamanya. – Seseorang yang dulu lo sakiti.”

Kevin masuk kelas, langsung duduk di sebelah Nadia, genggam tangan gadis itu di bawah meja.

“Pagi sayang,” bisiknya sambil nyengir.

Nadia cuma angguk kecil. Dia belum cerita soal pesan itu. Takut.

Sepanjang kuliah, Nadia nggak fokus. Matanya bolak-balik ke pintu kelas, kayak nunggu bom meledak.

Jam 11.45, notif WA masuk lagi. Nomor sama.

Foto.

Foto lama. Nadia kelas 2 SMA, lagi berdiri di koridor sekolah negeri, tangannya megang tangan cowok berkacamata kurus yang lagi nangis.

Di bawah foto:

“Ingat dia? Gavin Alvaro. Lo yang bikin dia nyaris bunuh diri gara-gara lo nolak dia depan umum pas dia nembak lo di acara pensi. Lo bilang ‘gue nggak mau pacaran sama cowok miskin yang cuma naik angkot’. Sekarang lo sendiri pacaran sama cowok kaya? Munafik.”

Nadia langsung pucat.

Kevin ngerasa tangan Nadia dingin banget. “Nad, lo kenapa?”

Nadia buru-buru matiin HP. “Nggak apa-apa.”

Tapi Kevin nggak bodoh. Dia langsung ambil HP Nadia (mereka udah saling tau password), buka chat itu.

Muka Kevin berubah.

“Gavin Alvaro… cowok yang dulu nembak lo?”

Nadia nunduk. “Vin, gue bisa jelasin…”

“Lo bilang gue miskin cuma naik angkot?” suara Kevin pelan, tapi Nadia tau itu suara kecewa yang paling ngeri.

“Bukan gitu! Waktu itu gue lagi kesel sama temen-temen yang ngejek dia terus. Gue sengaja bilang gitu biar mereka diem. Gue nggak beneran maksud gitu! Gue malah minta maaf ke Gavin pas itu juga!”

Kevin diam lama.

Lalu dia tarik napas panjang. “Gue percaya lo.”

Nadia angkat muka, mata berkaca-kaca. “Beneran?”

Kevin peluk Nadia di tengah koridor kampus, nggak peduli orang pada liat.

“Gue percaya lo. Tapi… kenapa Gavin ngirim ini sekarang?”

Nadia gemetar. “Dia… dia mahasiswa sini juga kan? Aktor sinetron itu. Gue denger dia masuk UNE tahun lalu.”

Kevin langsung paham. “Dia cemburu.”

Siang itu, Kevin langsung cari Gavin.

Dia nemu cowok itu di studio teater kampus. Gavin lagi latihan dialog, dikelilingi fans cewek.

“Gavin.”

Gavin balik badan, nyengir sinis. “Oh, Kevin Aprilio Cathy. Pacar baru si Nadia ya?”

Kevin nggak buang waktu. “Lo kirim pesan ke Nadia?”

Gavin ketawa. “Kenapa? Takut rahasianya kebongkar?

Dia dulu bilang nggak mau sama cowok miskin kayak gue. Sekarang dia sama lo? Lucu banget.”

Kevin maju selangkah. “Lo salah paham. Dan lo udah nyakitin dia lagi. Stop.”

Gavin nyengir lebih lebar. “Atau apa? Lo bakal suruh papa lo beliin kampus ini biar gue dikeluarin?”

Kevin nggak jawab. Dia cuma tatap Gavin dingin. “Jangan sampe gue denger lo ganggu Nadia lagi.”

Malamnya, Kevin ajak Nadia dinner romantis buat nenangin.

Dia jemput Nadia pake Bentley kontinental hitam (yang lebih mewah dari Porsche-nya), bawa ke restoran rooftop di kawasan SCBD. Tempat yang satu meja harganya bisa buat bayar kos Nadia setahun.

Nadia pakai dress sederhana warna navy yang dia pinjem dari temen kos, rambut digerai.

Kevin bengong liat Nadia turun tangga kos.

“Lo… cantik banget, Nad.”

Nadia malu-malu. “Biasa aja.”

Di restoran, meja khusus di pinggir, view seluruh Jakarta malam.

Kevin pesen semua menu terbaik: wagyu steak, lobster thermidor, wine non-alkohol karena Nadia nggak suka alkohol.

Mereka ngobrol banyak.

“Gue takut lo ninggalin gue gara-gara masa lalu gue,” kata Nadia pelan sambil nyendok dessert.

Kevin genggam tangan Nadia. “Gue nggak akan ninggalin lo. Masa lalu lo ya masa lalu. Yang penting sekarang lo sama gue.”

Nadia senyum kecil. “Lo beneran nggak marah?”

“Marah sih. Tapi ke Gavin, bukan ke lo.”

Lalu Kevin lakuin hal yang bikin Nadia hampir nangis.

Dia ambil kotak kecil dari saku jas.

Buka.

Di dalamnya gelang Pandora rose gold dengan charm kecil berbentuk payung.

“Buat lo. Biar lo ingat pertama kali kita deket-deketan di bawah payung kecil itu.”

Nadia langsung nangis. “Vin… ini pasti mahal banget.”

“Buat lo, nggak ada yang mahal.”

Nadia pasang gelang itu, langsung peluk Kevin di meja makan. Mereka ciuman pertama yang beneran. Bukan cium pipi, bukan cium kening.

Ciuman bibir, lama, manis, di bawah lampu-lampu kota.

Tapi… malam itu belum selesai.

Pas mereka turun dari restoran, di parkiran basement.

Gavin muncul entah dari mana, muka merah karena minum.

“Nadia!!” teriaknya.

Nadia kaget. Kevin langsung tarik Nadia ke belakang badannya.

“Lo ngapain di sini?” tanya Kevin dingin.

Gavin ketawa miris. “Gue cuma mau bilang ke lo, Kevin. Nadia dulu bilang ke gue ‘gue nggak mau pacaran sama cowok yang nggak bisa beliin gue tas Hermes’. Sekarang lo beliin dia apa? Gelang Pandora doang? Dia pasti kecewa.”

Nadia langsung maju. “Gavin, cukup!! Gue nggak pernah bilang gitu! Lo yang selalu ngejek gue miskin duluan! Lo yang bilang gue cuma pantas sama cowok kaya!”

Gavin diam.

Kevin maju, suaranya rendah tapi tegas. “Lo udah dua kali nyakitin Nadia. Gue kasih peringatan terakhir. Minggir.”

Gavin cuma nyengir, lalu pergi.

Di mobil pulang, Nadia nangis di pelukan Kevin.

“Gue takut, Vin. Takut semua orang benci gue.”

Kevin cium kening Nadia. “Gue nggak akan biarin itu terjadi. Besok gue bakal bikin semua orang tau kalau lo cewek terbaik yang pernah gue kenal.”

Malam itu, Kevin posting di I* lagi.

Foto gelang Pandora di tangan Nadia, dengan tangan dia sendiri melingkar di pinggang gadis itu.

Caption:

“Buat yang masih ragu

Gue sayang Nadia karena dia Nadia.

Bukan karena apa-apa lagi.

Dia yang bikin gue jadi orang lebih baik.

Dan gue bakal jagain dia seumur hidup kalau dia mau.”

Pagi berikutnya, kampus heboh lagi.

Tapi kali ini… komentarnya beda.

Banyak yang mulai bilang “mereka cute banget”, “Nadia keliatan tulus”, “Kevin beda banget dari dulu”.

Clarissa cs mulai diem.

Tapi… pesan baru masuk ke HP Nadia.

Kali ini dari Clarissa.

“Lo pikir udah menang? Gue punya video Nadia ngomong sendiri dulu soal ‘cowok miskin’. Mau gue sebarkan?”

Nadia pucat lagi.

Kevin liat, langsung ambil HP Nadia.

“Biarkan gue urus.”

Dia telpon Clarissa.

“Clar, lo mau apa sebenarnya?”

Clarissa ketawa manis. “Gue mau lo balik ke gue, Vin. Tinggalin Nadia, gue hapus semua.”

Kevin diam tiga detik.

Lalu dia bilang kalimat yang bikin Clarissa mati kutu:

“Clarissa Angelina Wijaya. Mulai besok, lo nggak akan bisa masuk kampus ini lagi. Papa lo akan tau semua yang lo lakuin ke Nadia. Dan gue tau papa lo lagi butuh tender proyek sama Cathy Group.”

Clarissa langsung panik. “Vin, lo nggak serius—”

“Gue serius. Jangan ganggu Nadia lagi. Titik.”

Telpon dimatiin.

Nadia bengong. “Lo… lo bakal bikin Clarissa dikeluarin?”

Kevin peluk Nadia erat. “Gue bakal lakuin apa aja buat lo, Nad. Apa aja.”

Nadia balas peluk, nangis bahagia.

Tapi di ujung bab ini, ada satu pesan terakhir yang masuk ke HP Kevin.

Dari nomor tak dikenal.

“Lo pikir cuma Gavin sama Clarissa musuhnya?

Tunggu aja.

Ada orang yang lebih deket sama lo yang benci Nadia masuk ke hidup lo.”

Kevin bengong baca pesan itu.

Siapa?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terlalu Kaya dan Tampan   Bab 22

    Pagi hari.Penthouse Kevin gelap, hanya cahaya matahari pagi menembus tirai. Kevin berdiri di balkon dengan hoodie hitam, rambut berantakan, mata merah karena nggak tidur sama sekali.Nadia masih tertidur di sofa, wajahnya sembab setelah semalaman menangis dalam pelukannya.Arkan duduk di meja bar, laptop terbuka, kopi hitam yang sudah dingin.Kevin akhirnya buka suara tanpa menoleh:“Dia ada di Jakarta.”Arkan menghadap Kevin.“Lo yakin?”Kevin memasukkan rokok ke mulut, menyalakannya, menghembuskan asap cepat.“CCTV di bawah penthouse gue tadi malam… ada seorang cowok berdiri di seberang jalan selama empat menit.”Kevin membuang abu.“Tim keamanan gue telepon jam lima pagi.”Arkan tersentak.“Itu—”Kevin menatap Arkan dengan mata yang tajam dan gelap.“Kairo.”Arkan langsung menutup laptop.“Mana rekamannya?”Kevin menggeleng.“Dia nutup wajah. Hoodie hitam. Tapi… cara berdirinya, cara dia miring kepala sedikit…”Kevin menggertakkan gigi.“Itu gaya gue waktu SMA.”Arkan menelan luda

  • Terlalu Kaya dan Tampan   Bab 21

    Video terus berjalan.Hujan.Suara langkah kaki di tanah basah.Napas seseorang yang terengah.Kevin menatap layar tanpa berkedip.Tubuhnya kaku.Di video, seorang remaja laki-laki menyeret tangan seorang gadis kelas 10 yang basah kuyup — rambutnya menempel di wajah, lututnya berdarah.Gadis itu adalah Nadia.Dan laki-laki itu—Kevin merasakan jantungnya berhenti.Remaja itu mendongak ke kamera.Wajahnya jelas.Fitur wajahnya… sama.Suara… sama.Tatapan… sama.Hanya lebih muda.Tiga tahun lebih muda.“Nggak… ini nggak bener…”Kevin mundur selangkah.Nafasnya patah.“Ini… gak mungkin… GAK MUNGKIN…”Di layar, remaja itu tersenyum kecil.Penuh obsesi.“Kalau gue nggak bisa punya lo, Nad…orang lain juga nggak boleh.”Kevin menutup mulutnya.Tangan gemetar.“VIN…”Nadia memegang hoodie Kevin, tubuhnya gemetaran.“Aku udah bilang… jangan liat…”Tapi Kevin menepis tangan Nadia—BUKAN karena marah pada Nadia.Melainkan karena dia merasa…dia sendiri sedang jatuh.“ITU SUARA GUE!!”Kevin bert

  • Terlalu Kaya dan Tampan   Bab 20

    Gelap.Sunyi.Listrik padam total.Nadia memeluk dada Kevin, tubuhnya gemetar keras.Tok. Tok. Tok.Ketukan itu lagi.Tiga kali.Pelan.Berirama.Kevin menoleh ke jendela besar penthouse yang sekarang hanya diterangi kilat hujan.“Nad, tetap di belakang gue,” bisiknya pelan.Nadia menggenggam baju Kevin sampai kusut.“Jangan buka, Vin… please…”Kevin menelan ludah, mengatur napas, langkahnya pelan mendekat ke kaca yang dipenuhi butiran air.Di luar sana, dari lantai 32, tidak mungkin ada orang yang bisa mengetuk kaca.Tidak ada balkon.Tidak ada akses servis.Hanya angin.Dan hujan badai.Tapi ketukan itu jelas.Terarah.Tok. Tok. Tok.Kilatan petir menyinari kaca sesaat.Dan Kevin melihatnya.Seseorang berdiri di rooftop gedung seberang.Bukan monster.Bukan bayangan kosong.Seseorang nyata.Pria muda, berjaket hitam, memegang…sebuah payung hitam persis seperti milik Arkan.Wajahnya tidak terlihat jelas.Tapi tubuhnya…sikapnya…Tidak asing.Kevin tidak bisa melihat detail — hujan t

  • Terlalu Kaya dan Tampan   Bab 19

    Pukul 00.32 – Penthouse KevinHujan masih menghantam jendela kaca besar.Nadia duduk di sofa, dibungkus selimut tebal, wajahnya pucat.Matanya kosong.Kevin menyiapkan teh hangat, tapi tangannya gemetar.Ini pertama kalinya Kevin benar-benar melihat Nadia…hilang.Dia duduk di sebelah Nadia, pelan, takut membuatnya makin runtuh.“Nad…”Kevin menyentuh punggung tangan Nadia.Nadia terkejut kecil, lalu memalingkan wajah.“Sorry. Gue… gak bisa tenang.”Kevin menelan ludah.Napasnya pendek.“Lo boleh takut. Lo boleh nangis. Tapi lo gak sendirian.”Nadia menggigit bibir bawah, menahan tangis yang ingin meledak.“Kalau lo tau nama itu, Vin…segala hal tentang gue bakal berubah.”Kevin meraih wajah Nadia dengan kedua tangan, lembut.“Gue nggak peduli namanya.Gue peduli siapa yang bikin lo kayak gini.”Nadia menutup mata erat-erat.“Jangan paksa gue…”Kevin menunduk, menyentuh kening Nadia dengan keningnya.“Nad. Gue nggak mau kehilangan lo hanya karena rahasia yang lo simpan sendiri.”Nadia

  • Terlalu Kaya dan Tampan   Bab 18

    Pukul 23.47 – Hujan tidak berhenti.Kos Nadia sunyi.Lampu kamar redup.Nadia duduk di lantai, punggung menempel tembok, lutut memeluk dada.HP-nya berkedip.Pesan dari nomor tak dikenal:“Link folder sudah dibuka 12 kali.Kevin akan tau semuanya dalam hitungan jam.”Nadia meraih rambutnya, menggenggam, tangan gemetar.“Kenapa… kenapa kalian lakuin ini lagi…”Air mata jatuh tanpa suara.Dia ingin teriak.Tapi tidak bisa.Dia ingin lari.Tapi kaki tidak mau bergerak.Dan saat Nadia hampir menutup HP—Tiba-tiba pintu kamarnya digedor KERAS.DUAK! DUAK! DUAK!“NADIA!”Nadia terlonjak.Itu suara Kevin.Panik.Marah.Patah.Nadia bangkit dengan lutut goyah, membuka pintu sedikit.“V–Vin… lo ngapain—”Pintu didorong Kevin langsung, dan Kevin masuk dengan napas liar, jas hujan masih meneteskan air ke lantai.Mata Kevin merah dan gelap.“Nadia.”Suaranya pecah.“Siapa yang ngirimin gue video itu?!”Nadia langsung membeku.Kevin memegang bahunya, bukan kasar—tapi terlalu keras sampai Nadia ter

  • Terlalu Kaya dan Tampan   Bab 17

    Hujan deras turun sepanjang sore.Gedung kampus yang biasanya ramai berubah sunyi, hanya suara rintik-rintik menampar kaca.Nadia duduk di ruang panitia OSPEK, sendirian.Tangan memegang pencil, tapi tidak bergerak.Kertas jadwal ospek di depannya kosong.Matanya menerawang.Suara Arkan masih terngiang:“Lo bakal hancurin dia kalau lo gali masa lalunya.”Nadia menarik napas panjang, mencoba stabil.Tapi tiba-tiba pintu terbuka.Kevin.Dengan jas hujan hitam, rambut sedikit basah, mata merah karena kurang tidur.Tanpa bicara, dia masuk dan langsung mengunci pintu.Nadia kaget. “Vin?”Kevin jalan cepat ke arahnya, lalu jongkok di depan kursi Nadia.Dia memegang kedua tangan Nadia erat-erat, seperti takut gadis itu menghilang dari tangannya.“Nad… lo ngejauh lagi hari ini.”Nadia menggeleng. “Gue cuma capek.”Kevin menatap dalam.“Bilang sama gue kalau lo baik-baik aja.”Nadia diam.Detik itu juga Kevin tahu: dia tidak baik-baik saja.“Tadi lo nangis lagi, ya?”Kevin menyentuh pipi Nadia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status