Share

Kebaikan Gus Bed

Penulis: Wafa Farha
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-15 07:23:33

Jantungku detaknya tak beraturan. Apa yang terjadi selama berjam-jam aku menunggu? Pikiran buruk tentang Fay terus mengganggu. Sedikit saja bahkan tak bisa berprasangka baik pada bajingan itu.

"Kamu harus tetap tenang, Li. 90 persen dari apa yang kita takutkan sering kali tak terjadi. Gegabah hanya akan menghancurkanmu!" Nasihat bijak Ibu terus terngiang-ngiang dalam ingatan. Wanita itu seorang Ibu sekaligus motivator bagiku.

"Em, maaf, ya, Dik. Tadi guru abang dari Ma'had tempat abang mondok dulu datang. Ndak enak kalau ndak ngobrol dulu."

"Inggih Gus, eh, Bang," jawabku gugup. Saat melihatnya sekilas, bibir merah Gus membentuk senyum simpul. Manis.

Kenapa dia tersenyum? Jika dugaanku tentang Fay benar, harusnya Gus marah. Kecuali dia seperti malaikat, ah, tapi aku tak percaya jika ada manusia bak malaikat. Ini dunia nyata, segala sesuatunya bersifat realistis. Itulah mengapa aku memilih bungkam.

"Apa adek mau memulainya sekarang?"

tanya Gus Bed yang memandangku dengan jarak begitu dekat. Ya Tuhan, wajah tampannya yang putih berseri membuatku tak bisa menguasai diri. Detak jantung ini tak karuan.

"Hem?" Alis tebalnya terangkat menunggu jawaban dariku. Seketika aku menunduk malu. Sangat malu.

"Duh, malah merah begitu pipinya," goda Gus menyentuh pipi, dan mengusapnya pelan. Kehangatan tangannya menjalar hingga membuat dada semakin berdebar. Aku mencintaimu, Gus. Aku sangat mencintaimu.

"Sebenarnya abang juga mau mulai sekarang, Dik. Tapi apa daya, tamu di luar sangat banyak." Tawa kecil menyusul pernyataan yang menunjukkan sesal dan rasa bersalah.

"Ah, ndak papa, Gus eh Bang. Ke luar saja dulu." Aku menjawab cepat dengan nada canggung.

Justru ini bagus, semua itu bisa mengulur waktu untuk mencari cara menjelaskan keadaanku sebelum keduluan Fay. Yah, setelah melihat Fay tadi, tentunya aku harus memberanikan diri bicara yang sebenarnya. Sebab, jika pemuda jahat itu yang lebih dulu, dia bisa playing victime dan memutar balikkan fakta. Harapan untuk tetap ada di sisi Gus sangat kecil. Ah, bahkan tanpa kehadiran Fay, kesempatan itu nyaris tak ada.

Lalu apa yang kuharapkan? Tentu saja aku masih percaya pada keajaiban. Allah yang membolak-balikkan hati manusia, besar harapanku Tuhan akan membuat hati Gus legowo dan menerimaku. Karena semua ini adalah takdir. Yah, takdir.

"Wah, kok abang malah jadi kecewa jawabannya gitu." Mulut pria berwajah oriental itu sedikit memanyun seperti anak kecil.

Aku sampai bingung sendiri akan menanggapinya seperti apa. Akhirnya kupilih diam saja sambil nyengir.

"Baik lah. Abang senang Adek istri yang sabar dan pemalu." Lagi, senyumnya membuatku tak bisa mengendalikan diri. Tangan kanannya mengacak kerudungku hingga kusut.

Menit kemudian ....

Aku tak mengerti sejak kapan tiba-tiba tak ada jarak antara kami, beberapa detik terjadi ia melepasnya. Mataku melebar, ia tersenyum sambil mengusap pipiku lagi sebelum benar-benar bangkit dan ke luar.

Kupegangi bibir sembari melihatnya berjalan ke arah pintu.

Apa itu tadi? Kenapa rasanya seperti disetrum yang membuatku sangat bahagia.

"Oya, Dik. Sambil nunggu boleh dikhatamin kitab yang Abang berikan tempo hari. Kalau Adik lupa membawanya, di laci paling atas juga ada kitab yang sama." Pria itu kembali bicara, selagi separuh tubuhnya sudah tertutup pintu dan hanya bagian kepala yang melongok padaku.

Ya Allah, nakal juga Gus Bed.

Tempo hari, saat di kampus, salah seorang mahasiswi sekaligus santriwati Darul Falah memberikan sebuah buku yang terbungkus rapi. Katanya titipan Gus Ubaidillah. Mataku melotot saat benda tersebut adalah sebuah kitab khusus yang menerangkan hubungan dalam rumah tangga.

Aku pun juga memiliki dan menyimpannya di rumah, dan sudah mengkhatamkan kitab tersebut setelah mendapat ijazah dari seorang ustazah. Tapi, masa iya kutolak dan kukembalikan? Tentu saja aku malu bilang sudah membaca kitab yang membahas hal tabu dalam hubungan suami istri.

Duh, kenapa sikapmu begitu lembut, Gus? Ini membuatku merasa bersalah, rasa yang bersamaan hadir dengan rasa tak ingin kehilangan yang makin besar.

______

Beraktivitas sekitar setengah jam, kudengar seseorang mengetuk pintu.

"Li, buka, Nduk. Ini ibu."

Aku bergegas bangkit dan membawa masuk perempuan yang melahirkanku dua puluh lima tahun silam.

"Bu, Ibu lihat pria jahat itu, kan?" tanyaku dengan bergelayut di lengannya.

"Iya, Li. Sabar, Nduk. Kamu ndak boleh gegabah. Jika ternyata Fay nekad dan Gus Bed akhirnya bertanya minta dia temui ibu dan abah, okey? Biar kami yang urus."

Aku mengangguk takut.

"Tapi, Bu. Malam ini adalah malam pertama kami, kalau pun Fay tidak bicara pada Gus, suamiku itu pasti tau Li sudah tidak perawan. Lihat Bu, pangkal kakiku saja masih sakit gara-gara ulah Fay," aduku ingin diperhatikan.

Ibu tersenyum tipis. Ia mengusap kepalaku pelan.

"Ibu senang kamu tidak lagi menangis membicarakan ini, Li. Suamimu pasti sudah berbuat kebaikan padamu. Jadi jangan membayangkan yang tidak-tidak."

"Hem?" Benar juga. Suasana hatiku tetap saja bagus ketika membicarakan mantanku yang biadab itu. Tapi ... tidak mungkin aku cerita pada Ibu bahwa Gus Bed telah menciumku barusan. Aku hanya bisa tersenyum karena sangat senang.

"Sudah ayok keluar, kamu harus dekat dengan keluarga mereka."

"Tapi ada ibu Fay di sana."

"Li, ibu bilang kamu tidak boleh lemah. Jangan menunjukkan rasa bersalahmu karena kamu tak bersalah. Kamu berhak bahagia."

Setelah Ibu membujuk, akhirnya aku ikut ke luar. Menghadap keluarga besar Gus Bed yang berkumpul di ruang tengah.

Ibu Fay juga masih duduk di sana, perempuan berpenampilan glamour itu sedang bicara akrab.

"Wah, lihat siapa yang datang." Ibu Fay menyambut kami dengan hangat. "Kirain ditahan sama tole di kamar. Hehe." Tawanya renyah.

"Ke marilah, Nak. Ini Bude Arina baruuu aja balik ke Indonesia, setelah dua tahun menetap di Belanda."

"Iya, alhamdulillah Islam di sana disambut hangat, tak ada kasus diskriminatif terhadap aktivis malah mualaf terus bertambah tiap tahun. Mana penduduknya ramah." Bude Arina mulai bercerita betapa senangnya ia. Ibu diam tak menanggapi, bahkan tersenyum pun tidak. Pasti karena kemarahannya pada Fay yang membuatnya benci siapa pun yang berhubungan dengan pria itu.

Tak masalah lagi pula objek di sini adalah aku, jadi tidak akan membawa kecurigaan bagi orang lain.

Aku hanya sedikit menarik bibir agar tak terlihat kaku.

"Yah, semua tergantung pemimpin kebijakan pemerintahnya, Bude. Kalau yang menjabat bisa dibeli yah, mau ndak mau toh bikin aturan yang memusuhi ummat Islam. Opini kan cepet kalau penguasa yang menghembuskan."

"Yah, bisa jadi, Nduk. Tapi buda ndak gitu ngerti politik, taunya merasa aman aja."

Di saat kami bicara ke sana ke mari, Gusku datang, ia bicara dengan seseorang yang kemudian terlihat setelahnya. Fay!

Dua pria itu duduk di seberang kami.

"Itu Mas, yang masih pake gamis dan kerudung segi empat istriku, namanya Liana Anindita. Katanya dia dulu juga kuliah di Mataraman."

"Oh ya? Mungkin kami beda angkatan. Yah, maklum kan aku mahasiswa yang satu semester menghabiskan waktu sampai tiga tahun, mana mungkin mahasiswi berprestasi sepertinya mengenalku. Ya kan, Mbak?" Fay bertanya padaku yang membuatku seketika gelagapan.

"Heh? Em, ya."

Ibu menatap Fay dengan raut wajah yang kesal.

"Wah, bener kata mama, cantik istrimu, Bed." Fay melirik padaku sekilas. Seperti tatapan ancaman bahwa semua rahasiaku akan ia bongkar!

Aku sangat jijik melihat senyumnya. Seolah keberadaannya adalah pisau yang mengupas luka-lukaku yang mulai mengering, hingga sakit kembali menghujam dengan kalian lipat lebih perih.

'Biadab kamu, Fay!

Jika kamu tahu aku adalah calon istri sepupumu, kenapa masih tega lakukan perbuatan bejat itu padaku?!'

Kalau saja bukan karena banyak orang di sini, sudah kuremes-remes mulutnya, kuinjak tubuhnya sampai penyet dan mati.

'Ah, Lian ... bahkan tempo hari kamu tak bisa mengalahkannya barang sedikit, sampai kamu kehilangan mahkotamu!' Sisi lain diriku memaki.

'Hidupmu sungguh menyedihkan Lian!

Lemah ....

Pengecut!

Tak punya pijakan!

Pembohong!'

"Ya, sudah Fay. Sebaiknya kita pulang." Bude Arina mengucap sambil melihat benda yang melingkar di pergelangan tangannya.

Bagus cepat lah pulang, Fay! Keberadaanmu membuatku muak!

"Ya, Ma." Fay menjawab cepat.

"Loh, kirain mau nginap sini." Umi Aisyah menimpali.

"Yah, boleh lain kali, Bulek." Fay menjawab. Lagi-lagi matanya melirikku. Ish, ingin kucongkel saja rasanya.

__________

Malam akhirnya datang. Rumah semakin sepi. Hanya terdengar suara racau santri-santri yang masih terjaga di asrama dari kejauhan.

Aku dan Gus Bed menghabiskan waktu bersama. Tak ada lagi kata yang bisa melukiskan keindahannya, dari sekadar sholat, berdoa dan wirid bersama sampai bersatunya kami dalam lautan cinta.

"Ana uhibbuki," bisik Gus Bed mesra.

Aku lupa setiap rasa sakit yang kurasa, sampai semua itu usai ....

Gus lalu duduk di sisi ranjang membelakangiku. Tak ada tanda-tanda ia seperti orang kesurupan seperti dalam bayanganku. Tapi ....

"Dek." Suara itu memanggil seolah akan mengatakan sesuatu.

"Ya?"

Ya Allah, tubuhku kembali menegang. Apa yang akan ia katakan.

BERSAMBUNG

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ternoda sebelum Malam Pertama    Pernikahan Alhesa

    Administrasi sudah selesai dilaksanakan oleh Alhesa. Ketika kembali ke kamar dilihatnya semua barang bawaan sudah bersih tidak ada, faqih begitu tangkas dan cekatan akan hal ini, lalu abi dan uminya sudah siap untuk kembali ke pesantrennya.Faqih membantu membopong abinya dari samping dan umi menggandengan tangan alhesa dari belakang. Jika hal ini dilihat orang mereka seperti sudah menjadi keluarga asli. Dimana menantu bersama sang mertua laki-laki dan putrinya bersama sang ibu dari belakang.Sesampainya di mobil kyai ubed yang duduk disamping faqih banyak berbincang mengenai perhelatan politik yang sedang terjadi. Dirinya bersama umi berbincang mengenai model gamis yang saat ini sedang tren. Sudah sangat seperti keluarga yang menyatu dari mereka.Sesampainya dirumah para santri sudah berjejer di sepanjang jalan untuk menyambut sang guru yang sudah sehat. Iringan hadroh dan sholawat saling bersahutan, di saat itu juga kyai ubed menitikan air mata karena pesantren yang selama ini dilind

  • Ternoda sebelum Malam Pertama    Faqih juga Melamar

    “Baiiklah kyai, saya memahami semua itu. Tapi saya sebagai laki-laki yang sudah sangat jatuh hati dengan putri kyai berusaha untuk mencoba bisa mempersunting putri kyai. Alasan saya mempersuntingmu bukan hanya sekedar paras yang memang cantik, tapi perilaku, kepribadian dan kecerdasannya yang membuat saya luluh untuk jatuh hati yang pertama kalinya. Karena selama ini saya belum pernah merasakan yang namanya jatuh hati kepada wanita. Apapun hasilnya nanti, saya sudah menyiapkan diri dengan segala kemungkinan. Jika kyai berkenan al hess saya sunting saya akan berjanji membuat dirinya bahagia, aman dan nyaman seumur hidup. Tapi sebaliknya jika Alhesa sendiri yang sudah memiliki tambatan hati, dirinya merasa bahagia bersama orang tersebut maka saya akan menerimanya. Bagi saya kebahagiaan Alhesa yang terpenting bagi saya.” Ujarnya kepada nabinya.“Baiklah, saya ucapkan terimakasih atas niat baikmu dan saya juga yakin kamu memang orang yang baik,amanah, dan bisa bertanggung jawab. Tapi kam

  • Ternoda sebelum Malam Pertama    Alex yang Melamar

    Alhesa kembali terbangun dan merasakan sakit dikepalanya. Dirinya diam sejenak dan meratapi apa yang sedang terjadi padanya. Dirinya tidak menyangka akan menerima mimpi yang sangat aneh baginya. Seolah-olah mimpi itu sangat nyata adanya. Lal dilihat jam yang berada di dinding kamarnya, dirinya melihat waktu sedang menunjukkan pukul empat dini hari. Akhirnya dirinya menuju ke kamar mandi untuk buang air kecil dan sekalian mengambil air wudhu.Dilaksanakannya sholat malam dan diri nya terlihat sangat khusuk di setiap rakaatnya. Selain itu dirinya mengucapkan dzikir di setiap untaian tasbih yang terjadi putranya. Dirinya memohon petunjuk mengenai permasalahan yang sedang dihadapinya. Tapi sebelum itu dirinya memanjatkan rasa syukur akhirnya dirinya dan keluarganya bisa hidup tenang tanpa ada rasa takut dan penuh tekanan dari para penjahat yang selma ni menegurnya. Sang nabi juga sudah kembali normal dan umi puns sangat bahagia dengan keadaan nabi yang sekarang.“berilah hamba jodoh yang

  • Ternoda sebelum Malam Pertama    Bantuan Bude

    Sesampainya di kamar Alhesa, dirinya langsung mandi dan menyalakan shower air hangatnya. Dipakaikan sabun yang memberikan aroma terapi yang menenangkan isi kepalanya yang sedang berkecamuk. Dirinya harus bagaimana agar perjodohan itu tidak terjadi. Jujur dalam waktu yang diluar duanya saat ini ada laki-laki yang mendekat tanpa terduga.Alex yang begitu berkharisma dan entah mengapa dirinya begitu nyaman saat bercerita dengannya. Bukan tangisan yang biasanya dirinya sembunyikan dikeluarkan seketika kepadanya.Tapi saat ditelusuri kepada alex, hantianya hanya sebatas berteman seperti biasa. Tidak ada rasa jatuh hati sedikitpun, dirinya merasa nyaman dan aman menjadi teman alex. Lalu laki-laki yang ditemuinya hari ini adalah ustadz faqih yaitu laki-laki yang membuatnya cukup berdebar hatinya sejak pertama kali masuk ke ruangan tdi. Entah mengapa rasa aman dan terlindungi langsung terkuak saat melihatnya. Apalagi tadi terjadi sedikit obrolan yang membuatnya cukup untuk semkai penasaran den

  • Ternoda sebelum Malam Pertama    Perjodohan Lagi

    “anakku Alhesa ini dirinya masih senang berpetualang dan mencari wawasan. Entah kapan dirinya memikirkan pesantren dan nasib keturunanku.”“y amlaah baik tp kyai, dirinya begitu demi membangun pesantren sang ayah untuk menjadi lebih baik lagi dan inovatif. Karena kau dengar kalau Alhesa juga menulis banyak buku dan aksi sosialnya membela pernikahan untuk tidak buru-buru. Harus matang secara spiritual, sosial dan finansial. Bukan begitu nak?” Tanya sang kyai kepada Alhesa.“hee betul kyai!” Jawabnya kepada sang kiai.Setelah semuanya terasa nyaman, dan tenang sang kyai yang undur diri dan berkata sesuatu yang membuat Alhesa mengerutkan keningnya. “nanti ku tunggu jawabanmu terhadap Alhesa ya!” Sambil bersalaman dan cipika-cipiki layaknya tradisi para kyai yang demikian. Alhesa hanya mampu diam dan berpura-pura tidak tahu akan hal yang membuat hatinya tidak enak hati.Semuanya berpamitan termasuk dengan faqih yang tadi cukup berbincang dengannya dan bisa nyambung dengan pemikirannya me

  • Ternoda sebelum Malam Pertama    Bertemu Faqih

    Korean melihat Alhesa sudah merasa sedih dirinya tidak ingin melanjutkan perbincangan mengenai perjodohan tersebut. Lalu dialihkannya topic mengenai masa depannya itu, dan tak lama kemudian datanglah pesanan mereka berdua. Alhesa juga memesankan bungkusan nasi kepada umminya agar mati usai makan dirinya tidak usah menunggu lama lagi.“ayuk makan” ujar Alhesa yang melihat alex terlihat melamun.Suasana makna pun tras ahneing. Alhesa terbiasa untuk tidak bicara saat makan, selain itu alex juga tidak ingin membuat suaan aman tidak nayamanapalagi Alhesa makan dengans edikit menahan gerak karena luka yang ada di lengannya.Setelah selesai makan bersama. Akses menuju ke kasir untuk membayar semua tagihannya, alex yang berada disampingnya membantu membawakan nasi bungkus untuk sang ummi.Setelah menyelesaikan pembayaran alex pamit ke para temannya untuk mengantarkan Alhesa kembali. Sebenarnya Alhesa menolak untuk diantarkan, tapi alex berkata kalau dirinya tidak tega dan tidak enak dengan ky

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status