Share

Desahan Dari Kamar Mandi

last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-09 10:10:48

Di pasca perselingkuhan Arhan dengan Renata, dan sekarang Renata sudah tinggal di rumahnya. Ada rasa ketakutan pulang ke rumahnya sendiri.

Betapa ia akan tersiksa rasa cemburu, mendapati tubuh seksi Renata berada pelukan Arhan. Berujung keduanya melakukan persenggamaan yang panas.

Sekian lama Ranty berhenti di bahu jalan. Ia cukup lama merenung dalam keheningannya. Ia baru tersadar mendengar seseorang mengetuk kaca mobilnya.

Bersamaan pria muda dan tampan, Hendra, juga menghentikan sepeda motornya di bahu jalan yang sama, bersisian dengan mobilnya.

Dengan malas Ranty menurunkan separuh kaca mobilnya. Ia tahu lelaki muda itu ingin mengobrol dengannya, atau mungkin menawarkan diri untuk menghiburnya.

Ranty menunggunya yang memulai percakapan, ia sendiri sedang tidak ingin bicara dengan siapapun.

"Bu Ranty, baru saja aku mendapatkan bukti lain, wanita selingkuhan pak Arhan itu bernama Renata Laurence. Usianya 26 tahun, setahun lebih muda dari ibu Ranty."

Sikap Ranty yang dingin sama sekali tidak menunjukkan kekagetannya setelah mendengar nama wanita selingkuhan Arhan.

Seharusnya ia memenuhi janjinya dengan membiarkan Hendra mencari tahu semua informasi tentang wanita selingkuhan Arhan.

Tapi, sekarang berkata lain; ia sendiri sudah tahu siapa sebenarnya wanita selingkuhan suaminya itu. Untuk itulah ia menghentikan rencananya dengan Hendra dan membayarkan upahnya.

"Lupakan saja tentangnya! Jangan pernah membahasnya lagi. Sekarang anggap saja kita tidak pernah bekerjasama."

"Ibu Ranty yakin mau mengakhiri rencana kita ini? Bahkan, ibu Ranty tidak berpikir apa yang bisa dilakukan pak Arhan ke depannya dengan wanita selingkuhannya itu?"

"Iya, saya sudah memikirkannya. Saya akan memaafkannya. Saya sangat mencintai suami saya!" ujarnya.

Ranty bisa melihat kekagetan dan ketegangan di wajah Hendra. Segera rasa bersalah membuat pria muda itu terdiam.

Tetapi Ranty mengabaikannya.

Tentu saja Ranty tidak mudah memahami isi pikirannya yang berubah-ubah. Ia malah lebih mementingkan nama baik Arhan ketimbang rasa sakit hatinya.

Ia segera pergi dari tempat itu.

Kini ia sedang memikirkan apa yang harus dilakukannya setelah tiba di rumah nanti.

Ketika isi pikirannya tengah berkelebar, ponselnya yang terletak di atas dashboard mobil berdering.

"Kamu di mana, Dik?" Suara Arhan dari tempat lain, dari nada suaranya agaknya dia sangat mengkhawatirkan dirinya.

"Aku lagi jalan pulang, Mas."

"Mas susul ya. Mas takut kamu kenapa-kenapa di luaran sana. Ini sudah larut malam, Dik."

Ranty tertawa kecil. Arhan semakin lihai memerankan sandiwaranya. Seharusnya dia senang ia terlambat pulang, atau tidak pulang sama sekali. Dengan begitu dia dan Renata tidak perlu kucing-kucingan bermain panas.

"Tidak perlu, Mas. Ini sudah di jalan dekat rumah, kok."

Ranty memutuskan ponselnya. Keheningan membuatnya kembali mengingat semua pengkhianatan Arhan. Namun, ia tidak dapat berbuat apapun saat ini. Menyerah sekarang artinya rumah tangganya kandas!

Lima belas menit ia tiba di rumah. Ranty menutup wajahnya yang dingin, masuk rumah dengan berjalan mengendap-endap. Namun, bukan itu tujuan sebenarnya menutup wajah. Ia terlalu takut melihat pemandangan yang melukai hatinya. Entah itu di sofa ruang tamu, di meja makan, di tangga, ataupun di dapur.

"Kamu sudah pulang, Dik? Mas sangat mengkhawatirkan kamu." Dari meja makan Arhan tergopoh-gopoh berjalan ke arahnya.

"Maafkan aku, Mas."

Hanya itu yang keluar dari bibirnya. Ia bahkan tidak mampu mengedarkan pandangan ke sekitar, takut ada seseorang yang baru selesai memadu kasih dengan Arhan.

"Aku ke kamar dulu, Mas," ujarnya berjalan cepat.

Namun, Arhan yang sesungguhnya sangat mengkhawatirkannya, mengekori langkahnya.

"Minumlah air hangat ini, Dik. Wajahmu kedinginan dan terlihat lebih pucat." Setengah memaksa, Arhan menyodorkan bibir gelas berisi air hangat ke bibirnya.

Mau tak mau karena ia juga sebenarnya haus dan kedinginan, Ranty segera meneguknya habis. Ia sempat merasa kikuk karena tidak biasanya Arhan terus mengawasinya.

"Terimakasih, Mas."

Beberapa menit setelahnya, tiba-tiba Ranty merasa sangat mengantuk. Sempat bingung karena tidak biasanya ia semengantuk itu.

Mungkin karena baru dari luar tadi. Kebetulan di luar angin malam sangat dingin. Setelahnya ia tertidur pulas tanpa sempat lagi mengganti pakaiannya.

Entah sudah pukul berapa sekarang. Ranty terbangun karena rasa lapar. Semalaman ia tertidur sebelum sempat mengisi perutnya.

Matanya bergeser ke ponsel di atas kepalanya. Sekarang sudah pukul dua. Terlalu malam mencari makanan dan mustahil mendapatkannya di dapur sana. Seingatnya sudah lama ia tidak berbelanja.

Karena sudah tidak bisa menahan lapar, terpaksa Ranty harus bangun. Namun, tiba-tiba saja ia mengeluhkan rasa sakit di kepalanya. Bukan hanya itu, ia juga kesulitan menggerakkan seluruh tubuhnya.

"Mas," panggilnya, berharap Arhan yang tertidur di sampingnya bangun dan membantunya.

Lama menunggu namun tidak ada sahutan. Sejenak ia menolehkan kepala ke samping, tapi Arhan tidak ada di sana.

Sudah pasti dia di kamar Renata! Itu yang ada di pikiran Ranty.

Ranty menarik nafas dalam-dalam, mengumpulkan sisa-sisa tenaganya. Ia harus segera melakukan sesuatu sekarang kalau tidak mau mati kelaparan.

Ranty berjalan terseok-seok keluar kamar menuju dapur. Pandangan matanya sedikit kabur, hingga tidak jelas melihat apa di depannya, jika tidak sangat dekat di depan matanya.

Ia juga kebingungan dengan keadaannya yang mendadak seperti orang lumpuh dan buta. Sementara kemarin ia baik-baik saja.

Ranty berjalan ke arah meja makan. Perlahan ia menuangkan air ke dalam gelas dan meneguknya. Berkali-kali ia lakukan sampai merasa perutnya terisi penuh. Ajaibnya, pandangan matanya yang kabur ikut pulih berlahan. Mungkin rasa lapar membuat pandangannya terganggu.

Ia teringat Arhan yang tidak ada di kamar tadi. Ranty berniat mau ke kamar Renata untuk mencarinya.

Namun, ia dikagetkan dengan kemunculan Arhan dan Renata yang berjalan riang sambil bergandengan tangan menuruni tangga. Bahkan sesekali keduanya berciuman sangat mesra. Keduanya berjalan menuju kamar mandi yang bersebelahan dengan ruang makan.

Tatapannya fokus pada lingerie bagian atas Renata yang terbuka lebar. Sementara Arhan hanya mengenakan celana short ketat.

Mungkin karena di ruangan itu minim cahaya. Itu sebabnya, keduanya tidak menyadari dirinya yang berdiri terpaku di samping meja makan. Terdiam, menyaksikan pemandangan yang kesekian kali menghujam jantungnya.

"Mas ..." lirihnya.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ternyata Aku Istri Kedua Suamiku    Terjebak Hasrat Liar Suami

    "Manalah Mas tahu, Dik. Kita saja tidur di kamar tadi." Arhan mencondong ke depan. "Atau, jangan-jangan kamu mau menuduh Mas membawa wanita lain ke rumah ini, Dik?" Ranty berjengit karena kagetnya. Matanya terpaku di wajah Arhan. Suaminya ini sangat pintar menyudutkannya. Harusnya dia sadar, banyak alasan yang bisa menuduhnya. Mulai dari Arhan masuk kamar dengan setengah telanjang tadi. Lalu, maksudnya, Renata itu bukan wanita lain di pernikahan mereka? Tapi... "Aku tidak berkata seperti itu, Mas." "Yah, kamu juga tentu tahu suamimu ini pria yang setia, kan, Dik. Dari dulu Mas selalu pegang teguh ikrar pernikahan kita." Arhan menyempatkan mencium pipinya yang memerah dan memanas. Bajingan! Buaya mana mau mengaku sudah menelan bangkai. "Oiya? Mas nggak ingat---" "Maafkan aku, Mbak, ini punya Rena. Tadi Rena kegerahan niatnya mau mandi, tapi nggak jadi. Tadi Rena sempat bersantai-santai sebentar di sini. Tapi, pas kembali ke kamar, Rena kelupaan membawa pakaian Rena,

  • Ternyata Aku Istri Kedua Suamiku    Lingerie Siapa?

    Tidak mau terus-terus di serang rasa sakit, ia kembali ke kamar dengan berjalan berjinjit pelan-pelan. Ia tidak mau suara langkah kakinya, menganggu dua orang yang tengah memulai permainan panas mereka. Di kamar, Ranty menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Kedua matanya yang sembab menatap langit-langit kamar. Pikirannya masih terganggu dengan apa yang di dengarnya barusan."Arhan tinggal membutuhkan tanda tanganku?"Ranty menyeka air mata dari kedua pipinya. Yang lebih menyakitkan hatinya adalah pengakuan Arhan tadi. Suaminya itu sampai hati menaruh obat tidur di minumannya.Walau sudah tahu rencana jahat sang suami, tetapi tetap saja ada rasa takut suaminya itu benar-benar pergi dan meninggalkannya. Sementara dirinya tidak memiliki siapapun selain Arhan dan Renata.Arghh!Ranty semakin gelisah. Ia bangkit dan duduk dengan memeluk kedua lututnya. Hanya membayangkannya saja ia sudah tidak sanggup, bagaimana jika sampai benar-benar terjadi?Beberapa waktu ia hanya bisa merenung dengan

  • Ternyata Aku Istri Kedua Suamiku    Lakukan Untukku Mas

    "Please, hentikan kegilaanmu ini, Mas," desisnya semakin terbakar api cemburu. Giginya mengerat, ingin rasanya ia ke sana untuk menghentikan kegilaan keduanya. Namun, ia merasakan seolah-olah kedua lututnya gemetar dan tidak berdaya berjalan. Seperti biasa Ranty cuma bisa mematung dalam bisu, membiarkan rasa sakit bersarang di sudut hatinya. Entah sampai kapan ia sanggup bertahan melihat pemandangan yang terus-terus menyakitkan hatinya. "Mas, jawab aku! Apa kamu takut meninggalkan Ranty?" Renata merapatkan dirinya ke dada bidang Arhan. Hingga tampak seperti tidak ada jarak diantara keduanya. Ranty mendengus kasar. Nafasnya memburu. Jelas ia tidak rela tempatnya bermanja-manja dipakai orang lain. Sampai kapanpun ia tidak akan mau mengakui Renata sebagai istri pertama Arhan! "Iya, Sayang. Mas juga sudah tidak sabar bisa berduaan saja dengan istri tercinta Mas ini. Tapi, kita tidak boleh terburu-buru yang malah membuat Ranty jadi curiga nanti." Arhan menjawab seraya meletakkan p

  • Ternyata Aku Istri Kedua Suamiku    Menguping Pembicaraan Sang Suami

    Beberapa menit kemudian, Ranty mulai merasakan ada yang aneh dengan dirinya. Tiba-tiba saja ia merasa sangat mengantuk, sebabnya beberapa kali mulutnya terbuka lebar. "Kamu mengantuk, ya, Dik?" tanya Arhan menariknya bahunya. Ranty membiarkan kepalanya jatuh di bahu Arhan. "Iya. Entah, tiba-tiba saja mataku terasa sangat berat dan mengantuk, Mas. Mungkin karena udaranya dingin kali, ya." Ranty memaksakan matanya tetap terbuka, sembari merapatkan tubuhnya ke tubuh sang suami. Membiarkan tubuhnya yang menggigil menyerap kehangatan dari dalam tubuh Arhan. "Jadi gimana, Dik? Kita pulang ke rumah saja atau masih mencari makan untuk kamu?" tanya Arhan mulai merapat ke jalur sisi jalan dan memperlambat laju mobil. Perutnya terasa sangat lapar sekarang, jadi ia harus mengisi perutnya sebelum istirahat nanti. Ia tidak mau di tengah malam nanti terbangun dan mengacak-acak isi lemari dapur. "Kita cari makan saja, Mas, aku sangat lapar. Tadi ... cuma ... makan sedikit ... saja." Ia

  • Ternyata Aku Istri Kedua Suamiku    Mas, Nakal!

    Ranty tahu semua itu cuma alasan Arhan. Untuk apa membeli obat untuk Renata, jelas adiknya itu tidak sakit! "Mbak, maafin aku, ya. Aku yang meminta Mas Arhan mengantar aku ke klinik tadi," ucap Renata dengan suara yang parau. "Rena baru sadar stok obat Rena sudah habis," lanjutnya seakan-akan ingin meluruskan kesalahpahaman di antara mereka. "Hmm, tidak apa-apa, Rena. Bukankah bagi Mas Arhan kamu itu sudah seperti adiknya? Jadi, tidak perlu merasa tidak enakan begitu," kata Ranty dengan raut wajahnya yang dibuat-buat senang. Meski tidak melihat Arhan di balik punggungnya, Ranty bisa menebak perubahan sikap dan warna wajah sang suami. "Bukankah begitu, Mas?" tanya Ranty memutar kepalanya melihat Arhan. "I-iya, Dik. I-itu benar, Renata. Jadi tidak perlu merasa tidak enakan, ya," kata Arhan tampak gugup seperti seseorang yang kepergok mencuri. "Iya, terimakasih Mbak Ranty, Mas Arhan. Rena ke kamar dulu, ya," ujar Renata menggenggam erat tas kecil di tangannya Tas tangan ke

  • Ternyata Aku Istri Kedua Suamiku    Ranty Mandul Dan Renata Hamil?

    Malas, Ranty mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Pikirnya palingan panggilan dari Arhan. Seperti biasanya, sang suami selalu menanyakan keberadaannya, agar Arhan bisa mengatur waktunya memadu kasih dengan Renata. Namun ... "Hendra, kenapa lagi dia?" Kaget Ranty bergumam. Padahal ia sudah memperingatkan pria muda itu agar tidak sembarang meneleponnya. Mau tak mau Ranty terpaksa mengangkat teleponnya. Sekaligus untuk mengingatkan pria muda itu dengan aturan yang sudah ia buat. "Lain kali jangan pernah mene---" "Buk Ranty, apa anda sudah di rumah sekarang?" Dari tempat lain dengan lancang Hendra memotong ucapannya. Sialan! Ini tidak bisa dibiarkan! Urusannya apa, aku di mana? Lama-lama dia semakin lancang dan tidak tahu aturan! Ranty mendengus kesal. "Aku sudah memperingatkan kamu agar jangan meneleponku sembarang!" Ketus Ranty menjawab. "Untung ini aku masih di jalan, bagaimana kalau sudah di rumah? Kamu mau membuat Mas Arhan menuduhku yang macam-macam lagi?"

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status