Share

Dia Masalalu

last update Last Updated: 2025-04-01 09:03:28

Bab 6

Enam bulan telah berlalu, Niara masih berusaha mencari Devan bersama Rahel. Namun, tidak ada kabar yang mereka temukan. Meskipun demikian, tidak menyurutkan semangat Niara untuk terus mencari keberadaan Devan.

Ratna juga sudah melahirkan bayinya, semua keperluan bayi diurus oleh Niara setiap hari, bahkan membuat Niara berangkat ke kantor dalam keadaan mata sayu karena kurang tidur.

Suara cicak terasa menyengat gendang telinga, tanda sepi sedang menemani. Di rumah Niara sedang berdua dengan bayi Ratna dikarenakan para iparnya sedang bepergian liburan ke luar negeri setelah uang warisan dari Devan cair.

“Mas, kamu di mana?” gumam Niara yang hampir setiap hari dia lontarkan.

Dering telepon berbunyi, Niara gegas mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja.

(Bu, maaf mengganggu waktu anda malam-malam begini. Saya mau berkabar jikalau besok saya tidak bisa masuk kerja dikarenakan ibu saya di kampung meninggal dunia, jadi saya harus pulang dengan segera. Besok akan ada manajer senior yang akan menggantikan saya menjemput Ibu)

(Innalillahi wainnailaihi roji’un. Baik, Ruben. Semoga amal ibadah Ibu kamu diterima oleh Allah)

(Aamiin, terima kasih atas doanya, Bu)

Niara menyudahi panggilan teleponnya, ia kembali melamun sembari memikirkan bagaimana dia besok hari, di mana kiranya ia bisa menitipkan bayi Ratna yang tidak mungkin Niara bawa ke kantornya.

Ting-nong... Suara bel berbunyi

Niara terperanjat. “Siapa yang datang malam-malam begini?” Berjalan cepat menuju tivi CCTV untuk melihat siapa yang sedang memencet bel di luar.

“Irham?” Niara gegas berlari menurununi anak tangga menuju pintu utama.

Irham adalah suami Ratna, ia adalah seorang navigator kapal tanker yang baru bisa pulang ke rumah hingga beberapa bulan sekali. Ia meninggalkan Ratna tepat sembilan bulan yang lalu saat Ratna baru dinyatakan hamil oleh dokter.

Niara dengan cepat membuka kunci pintu kemudian masih berlari menuju pagar yang juga dikunci. Sesampainya di pagar rumah, Irham sedang berdiri memunggungi Niara dengan ponsel yang menempel di telinga.

“Irham,” panggil Niara kepada suami dari adik iparnya.

Irham membalikan badan. “Niara, apa benar Ratna sudah melahirkan bayi kami?” tanyanya segera.

Niara mengangguk memberikan jawaban. Dia masih belum mengetahui kabar tentang kematian Devan dikarenakan kapal tankernya tiada tersedia wifi kapal atau satelit komunikasi sehingga tidak bisa berkabar padanya.

“Di mana, di mana anakku?”

“Silakan masuk! Adzando ada di dalam.” Niara mempersilakan.

“Adzando, jadi namanya Adzando.”

Irham merasa sangat bahagia, setiap hari ia selalu memikirkan istri dan bayi dalam perut Ratna. “Di mana Ratna, Ra. Dia sudah tidur?” Sembari berjalan.

Niara kebingungan harus menjawab apa. Niara berpura-pura tidak mendengar saja dan mengarahkan Irham ke kamar yang terdapat Adzando yang sedang teridur.

Irham bergegas mendatangi, ia menatap bayinya dengan tatapan penuh cinta namun dia tidak segera menyentuh bayinya dikarenakan dia belum membersihkan diri setelah dari perjalanan.

“Niara, di mana Ratna dan Devan, kenapa Adzando tidur di kamar kalian?” Irham mulai menghujam Niara dengan pertanyaan.

“Sebaiknya kamu mandi dulu, Ham. Kamu kan baru dateng dari perjalanan. Setelah itu baru kita bicarakan.”

Irham tak membantah atau kembali menambah pertanyaan, ia pun berjalan menuju kamar mandi dan meninggalkan Niara bersama Adzando yang masih tertidur pulas.

Di saat Irham melenggang menuju kamar mandi, Niara juga melenggang menuju dapur untuk membuatkan minuman hangat untuk Irham yag pastinya lelah setelah melakukan perjalanan yang jauh. Niara tak begitu fokus karena ada beberapa hal yang mengganjal hati dan pikirannya, mengerjap kejadian silam yang telah berlalu kian tahun yang lalu. Irham adalah teman sekampung Niara dulunya, dia adalah sosok laki-laki yang pernah meminang Niara di saat Niara masih belum bertemu dengan Devan, namun waktu itu Niara belum ingin menikah dan tidak menaruh rasa apapun pada Irham. Sehingga keduanya sama-sama merantau ke kota untuk melanjutkan pendidikan masing-masing dan terpisah beberapa tahun lamanya. Tapi, takdir mempertemukan mereka kembali dengan membawa jodoh masing-masing.

“Sepi banget, Ra.” Irham sudah selesai mandi dan mengganti pakaian.

Niara terhenti dari lamunan masa lalunya. “Em, iya Ham. Ini, minumlah dulu!” Menyodorkan segelas kopi jahe hangat kepada Irham. Irham tersenyum seutas lalu meraih segels kopi tersebut dan perlahan menyeruputnya.

“Oh iya, Ra. Kamu belum jawab pertanyaanku.” Mengingatkan.

Niara mengambil nafas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan. Bersiap untuk memberikan jawaban. “Semenjak kamu pergi, beberapa hal telah terjadi di rumah ini. Mas Devan sudah tidak ada.”

Hampir saja kopi yang berda di mulut Irham tersembur ke luar dari mulutnya. “Sudah tidak ada, maksdu kamu?”

“Mas Devan sudah meninggal karena kecelakaan mobil tunggal enam bulan yang lalu.”

Irham menepuk jidatnya tak percaya. “Turut berduka cita ya, Ra. Maaf, aku benar-benar tidak tahu dan tidak ada yang memberitahuku.”

“Tidak apa, Ham. Aku ngerti kok jika di laut tidak ada signal.”

Irham melanjutkan menyeruput kopinya. “Terus, Ratna di mana?”

“Ratna... Anu, Ratna ke luar negeri bersama Kak Erwin dan Kak Lia.”

“Apa, ke luar negeri? Dia baru beberapa hari sehabis melahirkan dan anaknya dia tinggalkan begitu saja sama kamu? Keterlaluan kamu Ratna.” Irham berdiri, matanya memanans dan dia gegas merogoh ponselnya kembali.

Niara panik, dia yakin jikalau Irham akan menelpon Ratna dan memarahinya. “Jangan, Ham. Aku mohon jangan!”

Irham mengurungkan niatnya, ia heran mendapati reaksi Niara yang tidak biasa baginya. “Ada apa, Ra?” tayanya.

Berbagai prasangka timbul di benak Irham, ia mentap Niara dengan pandangan menyelidik.

“Apa Ratna menyakitimu lagi?” tebak Irham setela mendapati luka lebam di bagian pergelangan tangan Niara yang terbuka karena tadinya ia baru selesai mencuci gelas.

Niara tak bergeming, jemarinya meremas baju bagian lutut, kemudian perlahan kepalanya menggeleng pelan.

“Ra, jangan bohong sama aku. Kita kenal sejak kecil, aku sudah sangat tau mengartikan ekspresimu. Kamu jangan takut, sekarang ada aku di sini pasti aku akan membelamu.” Mencondongkan wajahnya ke arah Niara. “Kita buat laporan ke polisi agar mereka yang tega menyakitimu bisa diamankan.”

Niara terperanjat. “Jangan! Jangan libatkan polisi dalam hal ini. Lagipula, Ratna itu istrimu dan dia baru saja melahirkan anak kalian. Kasian Adzando jika tumbuh tanpa sosok ibu.”

“Ra, maafkan aku. Andai saja Ratna tidak tahu jikalau dulu aku pernah melamarmu. Pasti dia tidak akan sejahat ini sama kamu.” Tiba-tiba Irham berlutut di hadapan Niara.

Niara bingung, ia segera meminta Irham untuk bangun. Apa yang Irham katakan memang benar, Ratna membenci Niara setelah tahu jikalau dulunya Irham pernah melamar Niara. Irham memang masih sangat mencintai Niara meski dalam keadaan keduanya sudah menikah dan hidup masing-masing, dia juga kerap kali membandingkan sikap Ratna yang pemalas dengan Niara. Itulah mengapa Ratna sangat membenci Niara dan ia ingin Niara tak lagi hadir dalam kehidupannya dengan Irham.

“Ham, sudah. Masalalu biarlah berlalu. Tidak perlu dikenang lagi.”

“Kamu benar, Ra. Tapi sebaiknya kita harus memberikan efek jera pada mereka.”

“Aku ngerti, Ham. Makasih sudah peduli padaku. Tapi aku punya caraku sendiri. Biarlah permainan ini tetap berjalan seperti ini adanya karena aku belum temukan waktu yang tepat untuk melakukan pembalasan, aku masih sangat memerlukan mereka sekarang.”

Irham menaikkan sebelah keningnya. “Maksud kamu, rencana apa?”

Niara gelagapan. Dia tidak sadarkan diri atas apa yang telah ia ucapkan. “Tidak ada, Ham. Bukan rencana apa-apa. Permisi, sudah jam segini aku harus segera tidur karena besok pagi harus masuk kerja.”

Ada tanya dan keanehan yang mengganjal di hati Irham saat ini. Namun, dia memilih untuk tidak membahas lebih dalam lagi dikarenakan dia mengerti jikalau Niara tak ingin rencananya diketahui.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   28 TAMAT

    Mentari pagi menyusup pelan ke sela tirai putih yang bergoyang lembut diterpa angin. Di halaman belakang rumah, Niara duduk di bangku taman sambil menyiram tanaman kesayangannya. Di sebelahnya, secangkir teh hangat mengepul, menguarkan aroma menenangkan.Dari kejauhan, langkah kaki mendekat. Devan muncul dengan kemeja putih santai, wajahnya bersih, damai, jauh berbeda dari lelaki yang dulu pulang dalam luka dan kemarahan.“Aku pikir kamu masih tidur,” kata Niara tanpa menoleh.Devan duduk di sebelahnya. “Mana bisa tidur kalau istriku nggak di samping.”Niara tersenyum kecil. “Gombalmu pagi-pagi tetap saja.”Mereka terdiam sebentar, menikmati suara burung dan desir angin.“Niara,” Devan memecah keheningan, menatap istrinya lekat-lekat. “Kamu tahu... kadang aku masih merasa bersalah.”Niara menoleh, bingung. “Bersalah kenapa?”“Karena aku pergi terlalu lama. Karena aku membiarkanmu terluka di rumah yang seharusnya jadi tempatmu berlindung.”Niara menggeleng. “Kamu nggak pernah benar-ben

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   27

    Kebenaran yang Tak Bisa DikuburLangit malam tampak mendung, angin bertiup pelan saat Devan duduk di ruang kerjanya, menatap selembar foto usang.Foto itu memperlihatkan dirinya bersama tiga pria lain—mantan kolega bisnis lama. Mereka dulu sahabat, kini dua di antaranya telah memusuhi Devan sejak ia memutuskan menarik semua sahamnya dan membentuk DPM Group sendiri.Dan salah satunya adalah pria yang baru saja muncul kembali lewat ancaman: Juan Arvanio.Beberapa hari setelah konferensi pers, Devan menerima informasi dari orang kepercayaannya bahwa Juan—pria licik yang dulu hampir membuat perusahaan bangkrut—telah kembali ke Indonesia. Juan yang dulu pernah mengancam akan “menghilangkan” Devan karena dianggap mengkhianati kesepakatan bisnis kotor mereka.Kini ia kembali. Dan tak hanya itu, dia tahu tentang Niara.Sementara itu, Niara sedang berbelanja bahan makanan di supermarket. Ia memilih buah dengan santai, tak sadar bahwa ada mata yang mengikuti dari kejauhan.Seseorang dengan ja

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   26

    Rumah Devan dan Niara terasa lebih tenang sejak konferensi pers. Udara di dalamnya tak lagi terasa menyesakkan seperti dulu. Tapi di balik ketenangan itu, ada sesuatu yang menggantung di udara—seperti bayangan yang belum sepenuhnya pergi.Pagi itu, Niara sedang merapikan meja makan saat suara pintu depan diketuk.“Mas, ada orang,” serunya.Devan menghampiri. Begitu membuka pintu, ia menemukan seorang kurir berdiri dengan amplop cokelat besar di tangan.“Untuk Pak Devan.”Setelah menerima dan menandatangani bukti serah terima, Devan membawa amplop itu ke ruang tamu. Tatapannya tajam saat membuka isinya.Niara mendekat. “Surat apa itu?”Tak ada suara.Devan hanya memegang selembar kertas putih dengan tulisan tangan:“Kami tahu siapa yang membuatmu koma. Dan mereka belum puas.”Niara memucat. “Apa maksudnya... ini ancaman?”Devan menatapnya lama, lalu menatap kertas itu lagi.“Sepertinya... permainan ini belum selesai.”Sementara itu, di rumah yang dulu mereka tinggali bersama, Ratna se

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   25

    Hotel bintang lima di pusat kota sore itu tak seperti biasanya. Lobi dipenuhi awak media, kamera, dan suara bisik-bisik penasaran. Tak ada yang benar-benar tahu siapa yang akan muncul. Tapi satu nama kini memenuhi berita sejak pagi:“Devan Pemilik DPM Group– Hidup atau Tipu Daya?”Ruangan konferensi telah disiapkan dengan megah. Latar panggung menampilkan logo DPM Group dalam warna emas mengilap. Beberapa petinggi perusahaan terlihat duduk di barisan depan, namun kursi di tengah panggung masih kosong.Dan kemudian, tepat pukul 17.00, pintu utama terbuka.Langkah kaki berderap masuk—pelan tapi mantap.Devan berjalan ke depan, mengenakan setelan jas abu gelap yang membentuk siluet percaya diri. Di sampingnya, seorang wanita dengan gaun putih sederhana namun elegan, berjalan tenang di sisinya.Niara.Kilatan kamera langsung menyambar seperti petir. Bisik-bisik tak percaya meledak.“Itu istrinya?”“Yang katanya Cuma pembantu rumah tangga?”“Serius? Cantik banget, tapi kelihatan lugu...”

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   24

    Pagi baru saja menjingga ketika Niara terbangun, namun Devan sudah tidak ada di sebelahnya. Sejenak ia mengira semuanya hanya mimpi—kehadiran Devan, keberaniannya, dan perlindungan yang kini mulai membungkusnya perlahan. Tapi suara pintu terbuka membuyarkan lamunannya. “Mas?” panggil Niara pelan. Devan masuk, mengenakan kemeja lengan panjang berwarna navy dan celana bahan hitam. Di tangan kirinya, ia memegang sebuah map coklat tebal. “Maaf, aku bangunin kamu?” tanyanya sambil duduk di tepi ranjang. Niara menggeleng. “Kamu dari mana?” “Ketemu seseorang. Sekalian ambil ini.” Ia menunjukkan map itu. “Ada beberapa hal yang aku pikir kamu berhak tahu sekarang.” Niara menatap map itu, lalu memandang wajah suaminya. “Mas... kamu sebenarnya siapa?” Devan menatap istrinya dalam-dalam. Mata itu, mata yang dulu begitu jernih saat ia menikahi Niara secara sederhana di masjid kecil, kini penuh luka yang tak semestinya ada. “Aku Devan, suamimu,” jawabnya pelan. “Tapi aku juga Deva

  • Ternyata Aku Istri Konglomerat   23

    Malam itu, Niara duduk di teras belakang sambil memeluk lututnya. Angin berembus lembut, membawa aroma bunga kamboja dari pekarangan, tapi hatinya masih belum sepenuhnya tenang. Sudah bertahun-tahun ia dianggap tak lebih dari pelengkap rumah tangga orang lain. Kini, dalam waktu kurang dari dua hari, segalanya terasa berubah begitu cepat—tapi perubahan itu terasa seperti mimpi. “Sayang.” Suara berat itu membuatnya menoleh. Devan datang membawa dua cangkir coklat hangat. “Mas bikinin buat kamu. Aku masih ingat kamu selalu minum ini tiap malam waktu kamu susah tidur.” Niara tersenyum, walau matanya masih menyimpan lelah yang panjang. Ia menerima cangkir itu dengan dua tangan. “Terima kasih, Mas.” Devan duduk di sebelahnya, menatap langit gelap yang mulai bertabur bintang. “Maafin aku, Niara. Aku ninggalin kamu di rumah ini terlalu lama. Aku kira... kalau aku jauh, kamu akan lebih tenang. Aku nggak nyangka mereka setega itu padamu.” Niara hanya diam. Ia bukan tak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status