Rintik hujan di sore hari membuat siapapun yang sedang beraktifitas di luar ruangan buru-buru mencari tempat berteduh. Tak terkecuali gadis bernama Safina yang sekarang sedang menempuh pendidikan tingginya di salah satu perguruan tinggi negeri. Menjadi seorang mahasiswa merupakan salah satu impian dan cita-cita yang akhirnya tercapai.
Untuk itu, kesempatan yang sekarang ia terima, tak ingin ia sia-siakan. Sudah banyak yang dikorbankan oleh orangtuanya di kampung. Hingga akhirnya kini ia sudah sampai di akhir masa studinya. Safina baru saja menyelesaikan ujian akhirnya, ia tinggal menunggu yudisium kemudian dilanjutkan wisuda untuk gelar sarjananya.
Pagi tadi ia baru menyelesaikan administrasi di fakultas teknik. Saat ini ia sedang dalam perjalanan menuju gazebo perpustakaan karena sudah ada janji dengan seseorang. Langkahnya menuju gazebo perpustakaan masih jauh. Tetapi hujan semakin deras membuatnya harus sejenak menunggu hujan reda di depan fakultasnya.
Biasanya Fina sapaan akrab Safina, ia selalu membawa payung di tas ranselnya. Tapi kali ini ia lupa tak membawanya. Tasnya sudah terisi penuh kertas revisi juga laptop dan lainnya. Sambil menunggu hujan reda, ia mengambil ponselnya dari saku. Mengetikan sebuah pesan dari gawainya untuk seseorang yang ingin ia temui.
“Mas Rama, maaf ya, Fina masih di gedung FT, ujan masih deras, aku nggak bawa payung. Apa nggak papa kalau Mas Rama masih harus nungguin aku?”
Fina mengirimkan pesan singkat itu kepada Rama, laki-laki yang kini memiliki hubungan dekat dengannya. Rama menjadi salah satu penyemangatnya di kampus. Ia selalu membuat Fina bahagia dengan caranya sendiri. Sapaan mas, ia pilih karena Rama merupakan kakak tingkatnya sewaktu masih S1 hingga kini Rama melanjutkan studi S2 nya.
Beberapa jam berlalu Fina menunggu hujan reda. Terlihat langit masih mendung, tapi bulir hujan sudah tidak lagi menetes ke permukaan tanah. Fina berdiri dari tempat duduknya, memastikan hujan memang sudah reda. Baru setelahnya ia pergi meninggalkan fakultas tercinta untuk menemui laki-laki tercintanya.
Tak butuh waktu lama untuk Fina berjalan dari fakultasnya menuju gazebo perpustakaan. Dengan wajah berseri ia datang menemui sang kekasih. Fina menyapa Rama, baru setelahnya duduk berhadapan dengan Rama yang tengah sibuk dengan laptopnya. Seperti biasa, keduanya berbasa basi untuk memulai obrolan.
Fina yang merasa tak enak membuat Rama menunggu, membuat ia berulang kali meminta maaf. Sedangkan Rama merasa tak nyaman jika Fina merasa bersalah. Padahal Rama sangat memaklumi hal itu.
“Oh iya, kamu jadi besok mau pulkam?” tanya Rama. Ia menyisihkan terlebih dahulu laptopnya.
“Insyaallah iya mas, kan aku tinggal yudisium, pengen lah istirahat sejenak di kampung halaman, dekat sama orang tua, kembali menjadi anak desa,” jawab Fina.
“Besok aku antar ya, sekalian aku pengen kenalan sama orangtua kamu. Hubungan kita kan sudah cukup lama, dan aku mau serius dengan hubungan ini. Setidaknya kenalan terlebih dahulu, sebelum aku datang bersama keluarga untuk melamar,” ucap Rama membuat Fina sedikit terkaget.
Apa yang dikatakan oleh Rama memang hal yang ia nantikan. Sebagai seorang perempuan, kepastian itu yang Fina harapkan. Sepertinya untuk memperkenalkan Rama kepada orangtuanya bukan hal yang buruk. Dari perkenalan itu juga nantinya, ia bisa minta pendapat orangtuanya mengenai sosok yang ia harapkan menjadi pasangan hidupnya.
“Serius Mas Rama mau ikut aku pulang? Seperti yang sudah aku jelaskan dari awal ya Mas. Aku ini anak desa, dari keluarga yang hidupnya pas-pasan. Beda jauh kalau dibandingkan sama Mas Rama. Fina takut nanti Mas Rama kaget lagi dengan kehidupan aku di desa,” ucap Fina merasa takut kalau nantinya Rama tak ingin lagi bersamanya karena keadaan ekonomi yang tak setara.
“Aku kan juga sudah tau bagaimana rumah kamu, gambaran dalamnya hingga ukuran rumahnya. Aku juga udah siapkan desain untuk renovasinya. Hingga saat ini kita masih sama-sama juga kan. Aku mencintai kamu bukan karena harta kamu, pun juga aku tak memandang bagaimana status ekonomi kamu. Aku mencintai Safina dengan semua keadaannya, aku mencintaimu tanpa sarat dan tanpa alasan,” jelas Rama membuat Fina menjadi terharu.
Rama adalah satu-satunya laki-laki yang mampu membuatnya nyaman. Terlebih sikap dewasa dari laki-laki itu membuat Fina semakin yakin tidak memilih laki-laki untuk menjadi imamnya. Rama menjadi sosok sempurna yang akan membantu sang Raja untuk menjaga putri kesayangannya.
Safina memberitahukan rencana kepulangannya besok. Sebelumnya ia berencana untuk pulang dengan mengendarai angkutan umum dari kota ke kampungnya. Karena Rama berkeinginan untuk ikut bersamanya, maka Fina akan pulang berdua dengan Rama dengan mengendari motor milik Rama.
“Kamu lagi sibuk apa sih, Mas?” tanya Fina.
“Biasa penyusunan tesis,” jawab Rama tak berpaling dari layar laptopnya.
Setelah Rama menyelesaikan tugasnya, ia kemudian mengantarkan Fina pulang ke kosannya. Kemudian Rama juga pulang ke kosannya juga. Ucapan terimakasih tak lupa ia sampaikan kepada Rama karena telah bersedia mengantarnya pulang.
***
Setelah beberapa waktu berlalu, hari ini Denias mendapat pesan masuk dari Rama yang tidak lain adalah ayah kandung dari anak-anak sambungnya. Denias tau betul konflik yang masih berkelanjutan antara istrinya dan mantan suami. Denias tidak bisa langsung menyalahkan sikap Fina, karena bagaimana pun tidak mudah berada di posisi istrinya tersebut. Begitupun dengan Rama, sikap Fina kepadanya adalah konsekuensi dari perbuatannya dimasa lalu."Sorry Den, aku Rama, ayah dari Ali dan Alfa. Kalau nggak keberatan apa bisa kita bertemu?" pesan Rama pada Denias melalui aplikasi chat.Sebenarnya Denias sudah menerima pesan tersebut dari tadi, hanya saja ia baru memiliki jawaban untuk pesan tersebut. Ia berusaha untuk tenang menyikapi pesan tersebut. Denias juga tidak buru-buru menceritakan hal tersebut kepada Fina."Iya Ram, boleh, kapan?" balas Denias langsung.Tidak butuh waktu lama, pesan tersebut langsung dibalas oleh Rama."Malam ini kalau bisa, kebetulan sekarang masih ada di Malang," balas R
Sebenarnya Fina sudah sangat lelah dengan masa lalunya itu. Setelah ia membangun rumah tangga baru, ia kira hidupnya akan lepas dari bayang-bayang masa lalu, namun nyatanya tidak. Rama masih saja mengusik hidupnya. Andai saja perpisahan dirinya dengan Rama tidak meninggalkan luka, mungkin Fina sudah berdamai dengan Rama. Ia bisa mengesampingkan egonya demi anak-anak. Tapi nyatanya tidak, perpisahannya dengan Rama hanya menyisakan luka, air mata dan trauma bagi Fina.Bagaimana tidak, sepanjang pernikahan pertamanya, ia tidak diterima di keluarga Rama. Jangankan diterima, restu saja tidak ia peroleh, bahkan di hari pernikahannya, sang ibu mertuanya tidak hadir. Saat pertama kali datang ke rumah mertuanya tersebut, ia seolah tidak dianggap, tidak diterima dengan baik. Bahkan selama menikah dengan Rama, status dirinya bukanlah istri pertama, melainkan istri kedua tanpa sepengetahuannya.Masa lalu seperti itu yang bisa Fina terima? tentu tidak. Fina sudah cukup menderita selama pernikahan
"Fin, ikut gabung makan siang sama kita yuk, kita mau makan di kafe belakang kantor," ajak Dita, teman kantor Fina."Sorry, lain kali aja deh kayaknya, aku masih ada kerjaan urgent nih, kebetulan aku juga bawa bekal, kalian duluan aja," balas Fina menolak ajakan Dita."Projeknya sama Pak Aris ya?" tanya Dita memastikan.Fina hanya menganggukan kepalanya sembari tersenyum. Ekspresi senyum Fina membuat Dita seolah paham, perempuan itu sedang butuh disemangatin. Dita sudah pernah turut mengerjakan projek dari Pak Aris yang orangnya super duper teliti, banyak mau dan perfeksionis."Semangat sayang, jangan lupa makan siang ya," ucap Dita memberikan semangat kepada Fina."Sekarang mau kemana? keluar?" lanjut tanya Dita."Iya nih, barusan Pak Aris ngabarin Reno ngajak ketemuan untuk bahas progressnya, dan Reno lagi ada meeting sama klient lain, jadi karna aku yang lagi free, jadi aku yang berangkat," jelas Fina."Udah dulu ya, liat nih, udah di telfon mulu sama Pak Aris, aku berangkat dulu,"
Fina merasa hidupnya kembali sempurna, hari-harinya selalu diselimuti perasaan bahagia. Anak-anaknya tumbuh dengan baik. Sekolah mereka juga berjalan dengan lancar. Perkerjaan Fina dan Denias juga alhamdulillah berjalan dengan baik. Semua terasa indah dan sempurna. Jika mengingat beberapa waktu lalu, rasanya kebahagiaan ini seolah tak akan menghampiri dirinya. Tapi Allah selalu memiliki rencana yang lain. Rencana yang selalu indah, di luar perkiraan yang selalu ia takutkan.Belajar dari pengalaman hidupnya selama ini, Fina selalu ingat bahwa kebahagiaan akan selamanya ada, dan kesedihan juga tidak akan selamanya menghampiri. Hidup yang telah ditentukan oleh sang pencipta selalu seimbang. Saat kebahagian datang menghampiri, pasti akan selalu ada kesedihan yang bergantian akan menghampiri. Untuk itu, Fina tidak ingin terlalu terlena dengan kebahagiaan yang kini ia rasakan. Karna mungkin saja, sebentar lagi kesedihan akan menghampirinya.Pagi ini, seperti biasa, sebelum berangkat kerja,
Menikah dengan Denias merupakan suatu hal yang sangat Fina syukuri dalam hidupnya. Hari-harinya kini selalu dihiasi dengan perasaan senang dan bahagia. Namun kini Fina tengah bingung untuk mengambil keputusan dimana ia dan suami akan tinggal. Selama hampir sebulan ini, ia dan suami masih hrus bolak balik dari rumah Fina ke rumah Denias. Anak pertama Fina masih harus menyelesaikan sekolahnya di dekat rumah Fina. Kemudian anak keduanya juga sangat dekat dengan sang nenek, setiap kali jauh dari neneknya, Alfa selalu bingung mencari sang nenek. Itu sebabnya Fina masih belum bisa tinggal menetap di rumah Denias.Begitupun sebaliknya dengan Denias. Jika ia sering tinggal di rumah Fina, ia tidak tega jika harus selalu menitipkan anak-anaknya kepada sang ibu. Terutama Adit yang masih SD, ia juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang penuh darinya. Tidak jarang, mereka harus pulang ke rumah masing-masing. Mereka seperti itu mungkin untuk beberapa bulan ke depan, mengingat Ali sebentar lagi lu
Fina segera meninggalkan Denias yang masih setia menatap langit malam. Ia masuk ke dalam kamar hotel. Tidak lupa menekan tombol yang secara otomatis menutup tirai jendela besar yang memisahkan kamar hotel dengan balkon. Denias yang dengan cepat menangkap sinyal yang diberikan oleh istrinya segera masuk ke dalam kamar hotel. Ia tidak mendapati Fina di dalam sana.Denias memilih menunggu Fina dengan duduk dipinggir ranjang sambil menikmati secangkir minuman yang ia bawa dari balkon. Tidak butuh waktu lama, ia melihat Fina berjalan menuju arahnya menggunakan ligerai seksi yang telah ia pilihkan sebelumnya."Sempurna," gumam Denias saat menatap Fina berjalan ke arahnya.Jalan Fina yang melikuk, membuat Denias ingin sekali segera menerkam dan memangsa habis-habisan istrinya itu. "You look so beautyfull, honey," ucap Denias sambil meletakkan dagunya di atas bahu Fina.Seperti biasa, aroma parfum apel milik Fina membuat Denias semakin tergoda. Ia menghirup aroma tersebut, menyusuri setiap in