“Mas, akhir pekan ini Mama ulang tahun dan seperti biasanya, beliau mengadakan pesta. Apa kamu bisa meluangkan waktumu?” tanya Mawar pagi itu.
Mereka berdua sedang sarapan pagi kali ini dan Emran hanya manggut-manggut mendengarnya.
“Iya, aku pasti datang. Apa kamu sudah menyiapkan kado untuk Mama?” Emran bertanya.
“Eng ... belum, sih. Kamu mau mengantarku untuk membelinya, Mas?”
Emran belum sempat menjawab, tapi matanya sudah menoleh ke sosok Widuri yang baru saja turun ke lantai satu. Seperti biasa, Widuri berjalan menuju lemari es mengambil apel dan juga menuang susu. Emran hanya diam memperhatikan. Mawar yang duduk di sebelah Emran ikut terdiam dan sedikit bingung melihat ulah Emran.
“Coba kamu ajak Widuri saja, Sayang. Beberapa hari ini aku sibuk banget.” Emran sudah bersuara kembali.
Mawar tampak terkejut dengan saran Emran kali ini. Apalagi Widuri, ia tidak tahu kedua orang ini sedang mem
“Mawar?” tanya Emran tanpa suara.Widuri yang duduk di sebelahnya mengangguk dengan kebingungan. Emran menarik napas panjang sambil mengacak rambutnya. Widuri memperhatikan perubahan sikap Emran. Mengapa juga dia terlihat gugup kali ini? Apa dia takut Mawar melihatnya saat mengantar Widuri ke kantor?“Aku sedang keluar makan siang, Mawar. Apa kamu mau tunggu sebentar? Aku sudah perjalanan ke kantor, kok.” Widuri akhirnya menjawab dan mencoba setenang mungkin.[“Ya udah. Aku tunggu di lobby.”] Mawar sudah menutup panggilannya dan Widuri menyimpan ponselnya.Kini Emran melirik ke arah Widuri seakan hendak bertanya. Namun, belum sempat Emran bertanya, Widuri sudah bersuara.“Apa kamu takut ketahuan Mawar saat mengantar aku ke kantor?”Seketika Emran terdiam dan berulang menarik napas panjang. Mata elang pria tampan itu kini melirik ke arah Widuri dengan intens.“Enggak. Aku gak takut.
“Kalian janjian sengaja pakai baju warna yang sama?” tanya Mawar dengan sinis.Widuri dan Emran yang mendengarnya sontak terkejut. Refleks mereka berbarengan melihat baju mereka masing-masing kemudian menggelengkan kepala. Yang makin membuat Mawar kesal adalah mereka secara spontan menjawab secara berbarengan.“ENGGAK!!”Mawar seketika melihat dengan sinis ke arah Emran. Widuri yang duduk di belakang hanya menghela napas panjang sambil terus menggelengkan kepala.“Enggak, Sayang. Aku aja baru tahu kalau Widuri ikut sesaat sebelum berangkat tadi. Kamu tahu sendiri, kan? Jadi mana mungkin aku janjian.” Emran sudah memberi alasan.Mawar segera melihat ke arah Widuri yang diam memperhatikan di bangku belakang.“Aku gak sengaja pakai baju ini. Aku juga gak tahu kalau warnanya sama dengan Emran.” Widuri sudah membela diri.Sejujurnya dia juga sedikit kesal dengan Mawar. Memang apa salahnya jik
“Jadi kamu orang ketiganya?” ujar wanita paruh baya itu dengan sinis.Sontak Mawar terkejut mendengarnya, sementara Widuri hanya diam sambil membalas tatapan wanita paruh baya itu tak kalah sengit. Mawar terlihat gusar, manik matanya tampak berputar seakan sedang mencari seseorang untuk menolongnya. Mungkin dia takut, terjadi sesuatu di antara Widuri dan wanita yang dipanggilnya tante tadi.“Tante ... Tante kok ngomong gitu.” Akhirnya Mawar bersuara. Dia kini melihat ke arah Widuri dengan tatapan tak enak. Bisa jadi dia sedikit sungkan dengan sikap kerabatnya tadi.“Lah ... kan emang bener, Mawar. Jelas-jelas suamimu tidak suka padanya, tapi dia bersikeras saja mempertahankan posisinya. Kenapa juga gak nyerah dan minta cerai? Kok mau-maunya jadi orang ketiga di pernikahanmu. Apa namanya itu gak tahu diri?” Wanita paruh baya itu malah nyerocos panjang lebar menyakitkan telinga.Widuri masih diam di posisinya. Sepertinya
“Apa gak masalah kita pulang duluan, Emran?” tanya Widuri.Mereka sudah di dalam mobil perjalanan menuju pulang dari rumah Tante Karin. Usai menuntaskan kesedihannya dengan berurai air mata tadi, Emran langsung mengajak Widuri pulang. Tentu akan tidak nyaman kalau memaksa Widuri tinggal di sana hingga pesta berakhir.“Gak papa. Aku sudah kirim pesan ke Mawar dan Tante Karin. Aku bilang kamu gak enak badan tadi.” Emran sudah memberi alasan. Widuri hanya diam sambil berulang menganggukkan kepala.Mereka sama-sama terdiam, sibuk dengan benaknya masing-masing. Kemudian Widuri melihat ke arah luar jendela mobil. Ini bukan arah jalan pulang dan dia sangat tahu betul. Widuri menoleh ke arah Emran dan sepertinya Emran refleks juga melihat ke arahnya.“Ini bukan arah jalan pulang, kan? Kita mau ke mana?” Widuri penasaran.Emran mengulum senyum dan kembali melihat lalu lintas di depannya.“Kamu ingat saat aku
“Mama ingin aku menggugat cerai Mas Emran?” tanya Mawar dengan mimik terkejut.Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik duduk di depan Mawar hanya tersenyum sambil mengangguk, membenarkan pertanyaan Mawar.“Iya, Sayang. Mama tidak ingin melihatmu menderita, apa lagi kalau sampai kamu menyakiti wanita lain. Mama tidak mau, Mawar.”Mawar terdiam, menarik napas panjang sambil menatap mamanya dengan sendu. Perlahan tangan Mawar meraih tangan Tante Karin dan menggenggamnya erat.“Ma ... aku sangat mencintai Mas Emran. Aku tidak mau jauh darinya. Aku tidak bisa hidup tanpanya. Aku rasa Mama tahu tentang keinginanku ini. Aku mohon, biarkan aku meneruskan semuanya, Ma.”Tante Karin hanya membisu sambil menatap Mawar penuh kasih sayang.“Itu artinya mulai sekarang kamu harus bisa berbagi, Mawar. Kamu sendiri yang bilang kalau Emran sudah mulai jatuh cinta pada Widuri. Apa kamu sanggup?”Mawar
Sepanjang perjalanan pulang, Mawar hanya diam membisu. Wajahnya terus dialihkan keluar jendela sibuk menatap pemandangan di luar sana. Emran yang duduk di sebelah hanya diam dan terus fokus menatap jalanan yang mulai gelap.Biasanya kalau Mawar merajuk seperti ini, Emran pasti akan mati-matian membujuknya. Bahkan dia bersedia melakukan apa saja hingga Mawar tersenyum kembali. Namun, kali ini tidak.Selang beberapa saat, mobil mereka sudah tiba di rumah. Emran gegas keluar mobil sementara Mawar keluar dengan lesu. Ia bahkan ogah-ogahan berjalan masuk ke dalam rumah. Sementara Emran terlihat riang berjalan masuk rumah. Wajahnya langsung cerah, secerah mentari pagi di musim semi.Langkah Mawar langsung terhenti saat tiba di ruang tengah. Ia mendapati Widuri sedang duduk di sofa asyik melihat tayangan tv. Senyuman manis terkembang di wajahnya. Raut sawo matangnya juga tampak berseri-seri serupa dengan wajah Emran. Kenapa juga wajah dua insan itu berseri-seri dalam w
“APA??!!” seru Mawar.Dia sangat terkejut saat mendengar Emran berkata seperti itu. Tak ayal, Emran malah melihat ke arah Mawar. Ia urung keluar kamar dan kembali duduk di tepi kasur.“Kenapa? Kok kamu kaget gitu, Sayang?” Emran bertanya dengan santainya seakan tidak menyadari keadaan Mawar.“Mas ... aku kan pengennya pergi sama kamu. Kenapa harus mengajak Widuri juga?”Emran tersenyum kemudian meraih tangan Mawar dan mengenggamnya dengan erat. Mawar hanya diam dan menatap bingung ke arah suaminya.“Sayang ... sebenarnya aku pengen ngomong tentang hal ini padamu.” Mawar membisu dan hanya diam menatap Emran dengan tajam. Dia sudah membayangkan apa yang akan dikatakan suaminya saat ini.Emran terlihat berulang kali menarik napas, dadanya kembang kempis dengan gerak yang teratur.“Aku ingin berubah, Sayang. Memperbaiki semuanya dari awal termasuk tentang rumah tangga kita ini.”
“Wah!! Sejuk banget udaranya!!” seru Widuri. Ia begitu kesenangan ketika keluar dari mobil tiba di lokasi yang dimaksud. Memang Widuri sangat jarang pergi jalan-jalan. Dia lebih suka menghabiskan waktu weekend-nya di kasur atau marathon drama Korea. Apalagi selama ini Emran tidak pernah mengajaknya keluar dan ini adalah yang pertama baginya. Emran hanya tersenyum melihatnya. Ada sedikit rasa bersalah atas perlakuannya selama ini kepada Widuri. Emran berharap semoga saja, dengan perlakuannya kali ini bisa menghapus semua kesalahannya di masa lalu. Emran menghampiri Widuri dan berdiri sejajar di sebelahnya. “Kamu suka?” tanyanya kemudian. Widuri tidak menjawab hanya mengangguk sambil terus tersenyum. Kalau sedang berdua seperti ini selalu membuat jantung Widuri tidak aman. Apalagi sikap Emran akhir-akhir ini sangat sulit ditebak. Namun, yang pasti suaminya sudah tidak pernah marah padanya lagi apalagi berkata kasar seperti dulu. Widuri melirik ke arah Mawar yang sedang menukarkan t