[“Suara siapa itu? Apa ada anak kecil di rumahmu?”] tanya Tante Karin.
Tante Anita terkejut dan gegas memberi isyarat ke Kalina untuk membawa Alif gegas berlalu. Kalina menurut sambil membimbing Alif ke kamar mandi. Padahal Tante Karin hendak mengakhiri panggilannya, tapi gara-gara mendengar suara Alif ia urung melakukannya.
“Eng ... bukan, Kak. Itu suara anak orang. Aku sekarang sedang berada di luar dan kebetulan ada temanku yang mengajak anaknya ikut serta.” Tante Anita sebisa mungkin memberi alasan untuk membuat Tante Karin percaya.
[“Oh ya sudah. Kalau begitu nanti malam aku ke sana.”]
Tante Karin mengakhiri panggilannya dan Tante Anita sedikit lega mendengarnya. Ia gegas berjalan menghampiri Kalina yang sedang mengantar Alif ke kamar mandi.
“Kalau bisa kamu segera membawa anak ini pergi dari sini. Aku tidak mau kakakku tahu dan membuat semuanya berantakan.”
Kalina menarik napas panjang sa
“Tante, Alif lapar. Apa tidak ada makanan?” rengek Alif.Kalina yang sedang sibuk mengirim pesan terlihat kesal dan berdecak menatap penuh jengkel ke arah Alif.“Kamu kan baru saja makan. Kenapa sudah lapar lagi?” ketus Kalina.“Itu tadi bukan makan, Tante. Itu camilan. Bukannya sekarang waktunya makan malam. Kata Bunda, Alif gak boleh terlambat makan biar gak sakit perutnya.”Kalina berdecak sebal sambil menatap Alif dengan jengkel. Kalau tidak demi Emran, dia tidak akan melakukan hal ini. Kalina paling malas berurusan dengan anak kecil. Itu juga mengapa dia sangat senang saat anaknya meninggal kemarin.Sesungguhnya tanpa sepengetahuan Widuri dan Emran, saat itu Kalina sengaja meminum obat penggugur kandungan. Meski hasilnya tidak bisa langsung, tapi akhirnya dia kehilangan bayinya. Kalina melakukan sebuah kesalahan saat menikah dengan Hasan tempo hari.Biasanya dia selalu mengenakan alat kotrasepsi saat berhubungan suami istri. Namun, saat
“Saya ucapkan terima kasih pada Anda, Pak Dandy. Semalam nyawa cucu saya sudah selamat berkat bantuan Anda,” ujar Pak Jordan pagi itu.Pak Jordan sengaja mampir ke kantor Dandy untuk menemuinya pagi itu. Pak Jordan tahu mengenai Dandy yang mendonorkan darahnya untuk David, putranya Seline. Dandy hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Kebetulan golongan darah saya sama, Pak. Itu sebabnya saya mengajukan diri sebagai pendonor.”Pak Jordan manggut-manggut sambil tersenyum. Kali ini mereka sedang duduk di sofa dalam ruangan Dandy.“Saya harap Anda tidak berasumsi buruk tentang Seline. Dia memang keponakan jauh saya hanya saja kebetulan dia yang memenangkan tender untuk bisa bekerja sama dengan perusahaan ini.”Dandy tersenyum dan menganggukkan kepala. Sepertinya Pak Jordan takut jika Dandy menyalah artikan tentang terpilihnya Seline sebagai relasi kerja mereka.“Iya, Pak. Saya tahu mengenai hal it
“Kok tumben jam segini sudah pulang, Mas,” sapa Nilam.Hari itu usai dari rumah sakit, Dandy langsung memutuskan pulang ke rumah. Dia tidak bisa konsentrasi bekerja dan memilih pulang saja.“Iya, aku sedang tidak enak badan, Sayang.” Dandy malah mencipta alibi pulang cepatnya kali ini.Nilam tampak terkejut, melihat ke arah Dandy dengan khawatir kemudian berjalan mendekat dan menempelkan tangannya di dahi Dandy.“Gak panas. Apa kamu kecapekan?”Dengan lesu, Dandy mengangguk. Nilam tersenyum melihat ulahnya, lalu menepuk gemas pipi Dandy. Dandy tersenyum meringis, membuka tangan dan menarik Nilam dalam pelukannya. Nilam terkekeh melihat ulah Dandy.“Aku baru tahu kamu bisa manja kalau sedang sakit.”Dandy hanya tersenyum dan menyembunyikan kepalanya di perut Nilam. Kali ini posisi Nilam memang berdiri di depan Dandy yang sedang duduk. Pelan, Nilam membelai lembut rambut Dandy. Dandy terdi
“NILAM!!!” seru Seline.Sontak Nilam menoleh dan langsung tersenyum melihat ke arah Seline. Sementara Dandy, yang tadinya hendak pergi malah bergeming di posisinya. Seline hanya diam dan melihat ke arah Dandy sekilas, tapi Dandy buru-buru memalingkan wajah.Nilam terdiam sesaat. Dia merasakan keanehan dengan sikap suaminya kali ini. Dua orang ini tidak seperti dua orang teman, melainkan seperti dua orang musuh. Nilam menyenggol sikut Dandy dan membuat Dandy menoleh ke arahnya.“Kok diem aja, Mas. Dia ‘kan temanmu,” ujar Nilam.Dandy tersadar jika sikapnya kali ini membuat Nilam curiga dan Dandy tidak ingin membiarkan hal itu terjadi. Dandy tersenyum sambil menundukkan kepala menyapa Seline dan Seline melakukan hal yang sama membalas Dandy.“Ayo, masuk!!” ucapan Seline membuyarkan ketegangan mereka.Terpaksa Dandy ikut masuk ke dalam ruangan. Nilam berjalan lebih dulu dan langsung menghampiri David ya
“Ayo masuk!! Aku antar ke rumah sakit!!” seru Dandy.Seline terkejut dan mematung di tempatnya. Telinganya tidak salah dengar, hanya saja logikanya yang masih belum menerima kalau Dandy akan mengatakan hal itu.“Buruan!! Kamu gak pengen terlambat, kan!!” Dandy kembali menginterupsi.Seline tersenyum, mengangguk dengan cepat kemudian masuk ke dalam mobil Dandy. Dandy segera menjalankan mobil begitu Seline sudah memasang seat belt-nya.“Terima kasih, Dandy. Maaf, aku sudah merepotkanmu.”Seline berbasa basi mengucapkan terima kasih. Sementara Dandy hanya diam dan terus fokus menatap lalu lintas di depannya. Untuk beberapa saat mereka hening tanpa bersuara.Seline sudah bersiap hendak turun saat mobil Dandy tiba di rumah sakit. Ia tidak mau merepotkan Dandy. Pria itu sudah menolaknya, jadi dia tidak mau mengemis untuk meminta Dandy menerimanya. Namun, Dandy malah mengarahkan mobilnya ke parkiran dan ikut turu
“Telepon dari kantor?” tanya Seline.Dandy baru saja masuk ke ruang rawat inap David, usai menerima panggilan dari Nilam. Dia tidak tahu kalau Nilam baru saja dari sana. Dandy tersenyum dan mengangguk menjawab pertanyaan Seline. Sepertinya dia tidak ingin mengatakan kalau Nilam yang meneleponnya. Kemudian matanya melirik ke arah David yang terbaring di brankar.“Apa dia sudah tidur?” Dandy malah mengalihkan topik pembicaraan.Seline mengangguk sambil melihat ke arah David sekilas. Dandy hanya diam dan memilih duduk di sofa. Seline mengikuti, duduk tidak jauh darinya.“Kata dokter, dia sudah boleh pulang. Lusa aku akan membawanya berlibur sebentar. Dia pasti bosan sudah hampir satu bulan berada di rumah sakit.”Seline menjelaskan dan Dandy hanya mendengarnya sambil berulang menganggukkan kepala.“Hubungi aku kalau kamu butuh bantuan.”Lagi-lagi ucapan Dandy membuat Seline terkejut. Memang
“Sayang, kamu dari mana?” tanya Dandy.Selang beberapa saat Nilam masuk ke dalam rumah. Ia sangat terkejut begitu mendapati Dandy sudah tiba. Nilam tersenyum kemudian menghampiri Dandy dan duduk di sebelahnya.“Aku pikir kamu pulang malam. Bukannya tadi kamu ada janji dengan klien, Mas,” jawab Nilam. Entah mengapa Dandy merasa Nilam menekan nada suaranya seakan sedang menahan amarah.Dandy terdiam, jakunnya naik turun bergantian sibuk menelan saliva. Ia yakin seratus persen kalau istrinya sedang marah kali ini. Dandy menggeser duduknya mendekat ke arah Nilam kemudian merengkuh tubuh Nilam dengan lembut.“Bertemu kliennya tadi siang, Sayang. Sekarang sudah selesai.”Nilam hanya tersenyum sambil berulang menganggukkan kepala. Perlahan tangan Nilam mengurai pelukan Dandy dan gegas bangkit dari duduknya. Dandy bengong melihat reaksi Nilam.“Ya udah, kamu mandi dulu, Mas. Aku siapin makan!!” Nilam b
“Mas, bukannya itu Dandy? Terus wanita yang merapikan rambutnya siapa? Bukan Nilam, kan?” tanya Widuri.Hari ini Emran, Widuri dan Alif sengaja datang ke kota tempat Dandy tinggal. Mereka memang ingin mengunjungi Dandy dan Nilam. Kebetulan juga bertepatan dengan liburan sekolah Alif, jadi Emran dan Widuri sekalian liburan.Mereka baru saja turun dari pesawat, naik taxi yang tersedia dan tidak sengaja melihat interaksi Dandy bersama Seline. Memang pintu kedatangan letaknya di bagian depan keberangkatan. Bandara tersebut memberlakukan satu jalur kendaraan dengan membentuk huruf U.Jalur tersebut melintas dari pintu masuk bandara, pintu kedatangan lalu pintu keberangkatan, kemudian berputar ke arah parkiran atau keluar. Itu sebabnya Emran dan Widuri melihat sangat jelas keintiman Dandy dan Widuri.“Iya, Sayang. Itu Dandy, tapi aku gak kenal wanitanya. Kamu kenal?”Widuri terdiam sejenak. Kebetulan mobil yang mereka naiki berjal