“Apa!!??” tanya Widuri.
Dia sangat shock saat Kalina berbicara seperti itu. Widuri sudah menduga kalau Kalina memang bukan wanita biasa. Dari awal bertemu saat Kalina mengungkapkan perasaannya terhadap Emran saja, Widuri sudah berprasangka buruk padanya. Ditambah ucapannya tadi.
“Aku rasa Mbak Widuri mendengar ucapanku. Ini semua aku lakukan sebagai bentuk baktiku pada almarhum suamiku, Abang Hasan. Mbak jangan salah sangka.”
Widuri berdecak sambil menggelengkan kepala.
“Jangan mengatasnamakan orang yang sudah meninggal hanya untuk mewujudkan ambisimu, Kalina. Aku rasa kamu sudah tahu jawabannya dari Mas Emran. Jadi berhenti bermimpi!!”
Kalina langsung terdiam. Sorot matanya menunjukkan penuh kebencian ke arah Widuri dan Widuri mengabaikannya kali ini. Sebelumnya dokter sudah memberi tahu kalau Kalina mengalami depresi berat. Apa yang dia katakan dan lakukan bisa jadi di luar nalar orang awam dan Widuri diminta u
“JANGAN KURANG AJAR KAMU!!! CEPAT BURUAN KELUAR!!” seru Emran.Wajah pria tampan itu sudah merah karena amarah belum lagi mata elangnya terlihat berkilatan tajam. Rahangnya menegang dengan gigi-gigi yang saling beradu mencipta bunyi gemelatuk. Namun, Kalina hanya tertawa mendengar ucapannya.“Kalau aku gak mau bagaimana, Mas?” ucap Kalina.Emran mengabaikannya dan gegas berjalan menuju pintu. Namun, pintunya terkunci dan dia tidak melihat kuncinya menempel. Emran menoleh ke arah Kalina dan melihat wanita cantik itu sedang menunjukkan kunci yang ia cari.“Mas Emran cari ini?” Kalina menunjukkan kunci sambil tersenyum penuh muslihat ke arah Emran.Emran hanya diam di posisinya sambil menatap tajam. Tubuhnya naik turun sibuk mengolah udara sambil menahan emosi yang memenuhi dadanya.“Apa maumu, Kalina?” Emran bersuara. Kalina tersenyum, akhirnya pria tampan ini mau bertanya tentang keinginannya.
“Jadi kamu putuskan membawanya ke rumah sakit jiwa besok?” tanya Widuri.Malam itu Emran menceritakan semua kejadian yang ia alami saat di apartemen tadi. Hingga akhirnya Emran mengambil keputusan untuk membawa Kalina ke rumah sakit jiwa besok.“Iya, Sayang. Aku rasa itu lebih baik.”Widuri hanya diam sambil menatap Emran dengan sendu. Emran membalasnya sambil memeluk Widuri dan mengecup keningnya.“Terlepas semua yang dilakukannya padaku karena depresi berat atau karena sengaja. Cepat lambat dokter pasti bisa menanganinya. Aku rasa itu yang terbaik.”Widuri mengangguk sambil menarik napas panjang.“Iya, Mas. Aku setuju dengan keputusanmu. Kita tidak bisa terus menerus menjaga dan merawatnya. Kalau di rumah sakit, pasti dia lebih cepat sembuh. Lalu, apa kamu sudah menelepon dokter yang menanganinya?’Emran kini yang mengangguk dengan mantap. “Iya, sudah. Beliau sudah memberi surat
[Hai, Honey. Masih ingat aku?]Dandy terpaku di kursi sambil menatap layar ponsel. Ia sama sekali tidak mengenal nomor di ponselnya. Namun, panggilan ‘honey’ itu dia sangat tahu siapa yang memanggilnya seperti itu. Tanpa diminta helaan napas memburu menyesakkan dadanya.Dandy buru-buru mendelete pesan dan memblokir nomornya kemudian sudah beralih melakukan panggilan ke Nilam. Cukup lama dia menunggu hingga akhirnya terdengar suara Nilam di seberang sana.[“Assalamualaikum. Ada apa, Mas?”] suara lembut Nilam terdengar menari di telinga Dandy. Dandy tersenyum sambil sibuk membayangkan wanita yang hampir dua bulan menjadi tunangannya.“Waalaikumsalam. Kamu sedang apa, Nilam?”[“Biasa, Mas. Bantuin Ibu jaga toko.”]Memang usai lulus kuliah Nilam belum bekerja. Kedua orang tuanya mempunyai beberapa toko kelontong yang tersebar di sejumlah pasar di kota tempatnya tinggal. Bahkan keluarga Nilam sudah
“Hamil? Kamu hamil, Sayang?” tanya Emran mengulang ucapan Widuri. Widuri tersenyum dan menganggukkan kepala. Emran membalas tersenyum kemudian menarik Widuri semakin erat dalam pelukannya. Tak lupa beribu kecupan mendarat di wajah Widuri. Widuri tidak menyangka akan mendapat reaksi yang antusias seperti ini dari Emran. Emran terus tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca bahkan ada buliran bening di sudut matanya. Widuri gegas mengulurkan tangan hendak menyeka air matanya. “Kok nangis, Mas? Kamu gak senang?” Emran menggeleng sambil menyeka air matanya. “Aku senang, Sayang. Senang banget. Aku sudah melewatkan saat ini beberapa tahun lalu dan sekarang benar-benar membuat aku terharu.” Widuri hanya diam sambil tertegun menatap suami gantengnya. Tatapan Emran kemudian tertuju ke perut Widuri dan mengelus lembut dengan tangannya. Widuri tersentuh dengan perlakuan Emran. Mungkin jika saat itu dia berkata jujur pasti Emran juga akan sebahagia ini. Kini saatnya Widuri akan menebus semua ma
“Saya terima nikah dan kawinnya Nilamsari binti Rudy Santoso dengan mas kawin tersebut di atas dibayar tunai,” ucap Dandy dengan lantang.Hari ini adalah hari pernikahan Dandy dengan Nilam. Wajah Dandy yang manis berseri-seri penuh kegembiraan usai mengucapkan kalimat ijab kabul itu. Selang beberapa saat Nilam keluar dengan baju pengantin berwarna putih. Wajah penuh kebahagiaan juga terpancar dari wanita manis itu.Mereka melakukan prosesi sakral dengan penuh khidmat. Widuri dan Emran yang ikut hadir di sana tersenyum bahagia melihat mereka. Widuri lega akhirnya Dandy menemukan pendamping hidup. Meski Dandy awalnya terpaksa menerima perjodohan itu. Namun, kini keduanya terlihat bahagia.“Selamat ya, semoga kalian cepat diberi momongan dan nyusul aku,” ucap Emran.Ia berkata seperti itu sambil mengelus perut Widuri yang berdiri di sebelahnya. Dandy sontak terperangah kaget melihatnya.“Jadi kamu hamil lagi, Widuri?&rdqu
[Happy wedding, Honey. Jadi, kamu sudah benar-benar melupakanku sekarang?]Dandy membisu. Mata Dandy yang tadinya masih mengantuk kini sudah terbuka lebar dan menatap tanpa suara ke layar ponsel. Lagi-lagi ia melihat nomor baru yang tidak dia kenal. Namun, panggilan ‘honey’ di pesan itu Dandy sangat ingat siapa yang memakainya.“Kamu sudah bangun, Mas ... .” Suara manja Nilam mengejutkan lamunan Dandy.Dandy buru-buru mendelete pesan itu dan gegas meletakkan ponselnya ke nakas. Dandy melihat ke arah Nilam dan tersenyum. Tampang Nilam sangat berantakan kali ini. Rambutnya tampak kusut, bibirnya juga terlihat sedikit bengkak akibat ulah liar Dandy. Belum lagi banyaknya tanda kepemilikan yang menyebar di leher dan dadanya.“Kamu mau bangun?” tanya Dandy dengan lembut.Nilam hanya mengangguk sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos. Dandy mengulum senyum melihat ulah Nilam. Istri lugunya ini memang m
“KALINA???!! Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Emran.Dia sangat terkejut saat melihat wanita yang berdiri di sampingnya. Wanita cantik itu memang Kalina, tapi kali ini penampilan Kalina sangat berbeda. Dia terlihat anggun dan rapi dalam balutan busana kerja. Memang Kalina memiliki tubuh yang indah sama seperti Mawar dan tentu saja gestur tubuhnya sangat menggoda kali ini. Sama sekali tidak menunjukkan kalau dia mengalami depresi seperti dulu.Kalina tersenyum, menyibakkan rambut kemudian menarik kursi dan duduk di sebelah Emran. Emran hanya diam sambil mengamatinya. Sesekali Emran melirik jam di tangannya seakan sedang menunggu sesuatu.“Lebih baik kamu pergi dari sini, Kalina. Aku sedang menunggu seseorang,” pinta Emran.Kalina malah tersenyum lebar dan meletakkan sebuah map berisi berkas ke atas meja. Emran melirik sekilas map tersebut. Ia tidak tahu apa isinya yang pasti banyak berkas tersimpan di dalamnya.“Ap
“IBU!! Kok maen nyelonong aja, sih!!” dumel Dandy.Ia buru-buru melepaskan pelukannya dan berjalan menghampiri Bu Ami. Bu Ami hanya tersenyum sambil melirik Nilam yang terdiam menunduk. Bu Ami dan Pak Ridwan memang sengaja datang untuk membantu Dandy pindahan. Sepertinya mereka juga sengaja tidak memberitahu Dandy sebelumnya.“Ibu sudah mengetuk pintu. Kamu saja yang gak dengar keasyikan berduaan.” Bu Ami kembali nyerocos. Dandy hanya diam, pura-pura tidak mendengar dan berjalan melewati ibunya keluar kamar. Wajah Dandy ikut merah padam karena malu dengan seloroh ibunya.Bu Ami mengulum senyum melihat reaksi putra sulungnya. Awalnya Dandy memang menolak perjodohan ini, tapi pada akhirnya dia mengalah dan malah jatuh cinta pada istrinya. Tentu saja Bu Ami senang melihatnya. Dengan begitu keinginannya segera mendapatkan momongan cepat terwujud.“Apa perlu Ibu bantu, Nilam?” Kini Bu Ami menghampiri Nilam. Nilam tersenyum d