"Ngaku aja, Ra," ucap Danil sambil tersenyum. Nadira melengos sambil melipat tangan dengan kesal. "Ra, gak papa. Walaupun kamu udah nikah sama yang lain, tapi aku yakin cinta kamu masih milik aku. Kita bisa diam-diam berhubungan tanpa sepengetahuan siapapun, Ra. Dan begitu aku siap nikahin kamu, kamu harus cerai sama dia." Danil menggenggam tangan Nadira, membuat Anand semakin kepanasan. Tanpa permisi Danil menarik Nadira ke dalam pelukan. Melihat gadis itu tak berkomentar apapun tentang idenya membuat Danil mengira gadis itu berhasil ia taklukan. Anand yang sudah bergejolak melangkah hendak keluar untuk memberikan pelajaran pada keduanya. Namun langkahnya langsung terhenti saat Nadira mendorong Danil. "Dasar brenqsek! Gue buka cewek rendahan seperti yang Lo kira, ya! Walaupun gue menikah karena paksaan, tapi gue tahu diri dan aturan. Gue masih punya otak dan moral. Dengan lihat sikap Lo yang seperti ini gue makin benci sama Lo dan percaya sama ucapan papa gue waktu itu. Lo, buka
"Masya Allah, rabbanaa hab lanaa min azwaajinaa wadzurriyyaatinaa qurrota a'yuniwwaj'alnaa lil muttaqiina imaamaa. Aamiin." Ayah muda itu mengecup kening anaknya yang sedang tertidur dalam pangkuan sang istri selepas kenyang minum asi."Aamiin." Nadira menyahut sambil tersenyum, menatap Anand tanpa kedip dengan berjuta rasa yang tak sanggup lisannya ungkapkan. Anand beralih menatap Nadira, senyuman hangatnya senantiasa terlukis di wajah tampan itu untuk keluarganya. Pria itu duduk di samping sang istri, kemudian merangkul pinggangnya dan mengecup kepala Nadira cukup lama, seolah lewat kecupan itu ia menjelaskan betapa kini sempurna kebahagiaannya wasilah dari perempuan tersebut. "Mas sangat bahagia," bisiknya kemudian. Nadira mengulum senyum, kemudian balas menatap sang suami. "Aku juga, Mas. Makasih untuk semuanya, makasih untuk semua cinta dan kasih sayang yang sudah Mas curahkan buat aku, sampai aku sekarang merasa jadi wanita yang paling bahagia di muka bumi ini." Anand mengu
"Nadira melahirkan!""Nadira melahirkan, Mas!" Yasmin dan Triana serta para suaminya langsung bergegas menuju rumah sakit. "Ayo cepet, Mas!" Fahrul menoleh. "Kamu ini, kaya kamu aja yang mau lahiran." "Haish! Udah diem. Nyetir aja yang cepet." "Yasmiiin Yasmin! Masa kaya gitu kamu bicara sama suami?" tegur Zein yang duduk anteng bersama Triana di belakang. "Gue ikut deg-degan, Bang!"Triana dan Zein terkekeh melihatnya. Tiba-tiba Triana terdiam merasakan sesuatu. "Hweeek!" "Kamu kenapa, Sayang?" tanya Zein panik. Triana masih menutup mulut. Ia menggelengkan kepala sambil mengerjap."Apa Triana suka mual kalo naik mobil?" tanya Fahrul."Biasanya nggak." "Mungkin Lo hamil, Na!" pekik Yasmin membuat Triana dan Zein saling tatap. Zein menarik kepala Triana sampai bersandar di pundaknya, kemudian memijat tengkuk istrinya dengan lembut. "Mas?" lirih Triana sambil mendongak menatap wajah suaminya. Tatapannya menyiratkan banyak tanya. Zein mengangguk, mencoba menenangkan. "Nanti
"Na ... Jalan Lo kenapa gitu?" Triana langsung mematung, menoleh pada Yasmin dengan ragu-ragu. "Gue ... Jalan gue biasa kok." "Nggak, jalan Lo gak biasa, Yas." "Ah udahlah. Cepet bantuin gue cuci piring." Yasmin menurut. Namun lagi-lagi ia kembali berbisik. "Na, sakit, gak?" Triana gelagapan, mulai tak nyaman berada dekat-dekat dengan Yasmin. "Na?" "Sakit apa?""Lo jangan pura-pura gak ngerti, Na." Triana menghela nafas. "Lumayan." Yasmin berdesis. "Kaya gimana rasanya?""Haish! Lo itu ... " Triana tak melanjutkan protesan nya dan berdecak kesal. "Na, gue cuma pengen tahu aja. Biar siap-siap nanti. Itung-itung Lo berbagi pengalaman lah sama calon pengantin yang masih polos ini." "Gak perlu siap-siap segala, Yas, nanti Lo juga tahu sendiri." "Tapi, Na--""Yas, gue juga gak siap-siap, tuh. Lagian, gue malu kalo harus ngomongin kaya gituan." Yasmin terkekeh. Dalam hati ia mengejek, padahal gue udah lihat secara langsung hal yang mungkin bakalan bikin Lo tambah malu jika ta
"Gugup?" Triana tak menjawab, tangannya meremas sprei dengan kuat. Zein menghela nafas lalu bersandar di kepala ranjang. "Jangan gugup, kita ngobrol, yuk?" Triana mulai mendongak. "Ngobrol apa?" "Menurut kamu, Fahrul seperti apa? Apa dia cocok untuk Yasmin?" Triana mulai berpikir. "Menurutku Fahrul terlihat baik, mudah akrab juga sama keluarga. Dan dia juga kelihatan benar-benar mencintai Yasmin." Zein manggut-manggut. "Tapi bukannya jadi istri tentara itu banyak resikonya?" Triana tersenyum. "Resiko pasti selalu ada di setiap keputusan yang kita buat. Yasmin juga bukan gak tahu resikonya bagaimana jika menikah dengan Fahrul, tapi dia tetap menjalaninya, kan? Jadi mungkin dia memang sudah mempersiapkan diri. Dan lagi, suatu kebanggaan juga untuk keluarga kita punya saudara seorang abdi negara, kan?" Zein mengangguk lagi. "Jadi kamu setuju?" Triana mengangguk. "Selama laki-laki itu mencintai Yasmin dengan tulus dan Yasmin juga mencintainya, aku setuju." "Tapi M
"Yasmin cukup beruntung, ya, punya pacar yang seperhatian ini sampai maksain datang di tengah-tengah kesibukan," ucap Anand. "Jelas. Sekarang Yasmin prioritas saya. Saking buru-burunya langsung ke sini saya gak sempat ganti seragam dulu. Takut Yasmin sedih, kasihan. Tapi malah jadi pada takut lihat kedatangan saya." Semua orang tertawa. "Aku belum terlambat, kan?" tanya Fahrul menatap Yasmin yang kini senyum-senyum sok kalem. Gadis itu pun menggeleng untuk menanggapi pertanyaan pacarnya itu.Kini giliran Triana dan Nadira yang memasuki mode jahil."Uhuyy! Akhem-akhem!" "Uhuk! Uhuk! Aduh, Mas, aku keselek," celetuk Nadira.Dengan sigap Anand menyerahkan minuman gelas. "Mas, aku bercanda!" pekik Nadira membuat Anand melongo."Ra, lihat, Ra!" ucap Triana menunjuk udara di dekat Yasmin."Apaan, Na?" "Saking hatinya lagi berbunga-bunga, bunga-bunga itu berterbangan keluar." Yasmin tersenyum. "Bunga melati, kan? Kaya nama gue?" "Bukan." Triana menggeleng. "Terus?" "Bunga raflesia,
Dua Minggu dari kejadian kemarin hari pernikahan Zein dan Triana digelar cukup meriah.Dengan senyuman lebar Yasmin dan Nadira saling berpelukan menyaksikan sahabatnya naik ke pelaminan dengan laki-laki yang dicintainya. Wajah bersemu merah dan sikap malu-malu Triana semakin memancing kejahilan keduanya untuk terus menggoda. "Gak nyangka, ya, Ra, akhirnya si Nana beneran nikah sama Abang gue." "Hm, bener. Gue juga gak pernah nyangka, tapi bukankah ini yang selalu kita doain?" "Iya, Lo bener. Hah, Triana udah nikah, perut Lo udah maju. Gue masih gini-gini aja.""Ya sabar dong, Yas. Kan Lo juga gak lama lagi." Yasmin mencebik. "Mas Fahrul sibuk banget, kalo udah nikah juga gue bakal sering ditinggal-tinggal, Ra," ucap Yasmin sambil merengek dipelukan sahabatnya itu."Itu resikonya, Yas, tapi gak bakal sesering bayangan Lo kali. Yang penting, Lo bakal jadi tempat dia pulang dari semua kesibukannya." "Haish, sweet banget. Jadi makin gak sabar.""Yuk ah ke sana!" Yasmin mengangguk da
Anand tersenyum melihat kecerdikan Zein."Jadi sekarang gimana jadinya?" tanya Dimas. "Batalkan pernikahan ini," ucap Zein mantap. "Tidak segampang itu. Saya sudah mengeluarkan uang untuk banyak persiapan. Masa mau batal gitu aja?" ucap Rudi meledak-ledak. "Saya ganti." Zein menyahut cepat."Baik. Dua kali lipat!"Ikhsan yang sedari tadi hanya diam kini mulai menunjukan raut masam. "Jangan kelewatan kalian!" "Kelewatan? Anggap saja sebagai kompensasi karena kalian menjadi pihak yang membatalkan," ucap Rudi dengan membusungkan dada."Tidak masalah. Saya akan bayar dua kali lipat, asal kalian melepaskan Triana," sahut Zein lagi.Rudi mendengkus sinis. "Sombong!" Zein hanya tersenyum. Rudi merogoh saku celana dan melempar beberapa lembar kertas ke arah Zein hingga membuat wajah Ikhsan semakin merah padam. "Ini rincian pembelian semua persiapan. Totalnya juga sudah ada di sana. Bayar sekarang!" Anand menggeleng samar melihat sifat asli keluarga itu.Zein mengamati kertas-kertas te
"Apa? Melamar Triana?" Seorang laki-laki paruh baya memakai kopyah hitam terlihat sangat terkejut. Matanya melotot menatap reaksi semua orang satu persatu. "Ikhsan, ada apa ini? Siapa dia?" tanya pria itu lagi pada papanya Triana."S-saya tidak tahu, Rud." Anand merenung sesaat, huru-hara pasti terjadi jika saja tidak ditengahi. Mengingat tempramental dari ayah Dimas yang cukup sulit dikendalikan. "Nak, kamu jangan bicara sembarangan. Triana sudah lamaran, dan hari pernikahannya dua bulan lagi," ucap Ikhsan pada Zein.Zein menoleh pada Anand. "Papanya Triana," ucap Anand menjelaskan. Zein menghela nafas. "Maaf, Om. Ma'aaaf sekali jika kedatangan saya membuat keributan. Tapi saya tidak bicara sembarangan, saya mencintai Triana dan siap menikahinya sekarang juga." "Triana calon istri saya, ya, Mas!" Seorang pria berjanggut yang tak lain adalah Dimas mulai bersuara. Zein langsung bergemuruh menatapnya, namun sebisa mungkin ia mengendalikan diri. "Tapi Triana tidak mencintai Anda."