Share

3. Hari Pernikahan

Penulis: UmmiNH
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-07 10:08:59

Setelah seharian mengurung diri di kamar, Dira keluar karena perutnya minta diisi. Ia mengedarkan pandang, rumah begitu sepi, entah ke mana kedua orang tuanya pergi. Saat melewati ruang keluarga, ia melihat ponsel ayahnya tergeletak di atas meja. Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalanya. Dengan cepat ia mengambil ponsel itu dan menyalin nomor Anand di ponselnya. 

Rasa lapar tiba-tiba menguap, ia pun segera berlari ke kamarnya lagi dan menekan panggilan dengan dada menggebu-gebu. 

"Halo?" Suara bariton dari sebrang sana sempat membuatnya berhenti bernafas. 

Kenapa suaranya ganteng banget? Ah, masa bodo. Apa gunanya suara bagus kalo penampilannya ... Ih. Dira bergidik. 

"Heh! Gue Dira. Dengerin gue, ya, gue mungkin gak bisa nolak pernikahan ini sekarang, jadi Lo bisa senang beristrikan cewek cantik dan energik kaya gue. Tapi jangan harap kita bisa jadi suami istri sungguhan seperti pasangan yang lain. Bahkan, gue minta Lo gak usah nemuin gue. Gue gak mau lihat Lo dan gue juga gak mau ketemu sama Lo. Walaupun setelah menikah, gue gak mau kita tinggal bersama. Status ya cuma status, gue gak nerima pernikahan ini sepenuh hati, gue terpaksa, jangan lupain itu. Ngerti, gak?" 

Anand menjauhkan ponsel dari telinganya mendengar suara meledak-ledak dari sebrang sana, keningnya mengernyit. 

"Ngerti, gak?" ulang Dira.

"Jadi ... Kita gak perlu ketemu?" 

"Ya!" 

"Walaupun setelah pernikahan?" 

"Iya!" 

"Yakin?" tanya Anand membuat Nadira berdecak kesal. 

"Yakin seribu kali."

"Terus apa kata orang nanti?" 

"Ya nyari alesan, dong! Kan Lo yang ngotot pengen nikahin gue. Tanggung sendiri akibatnya. Ngerti?" 

Belum sempat Anand menjawab, panggilan sudah dimatikan. Pria itu mengerutkan kening memikirkan maksud dari ucapan Dira barusan. Ia menggenggam ponsel dengan erat, tatapannya tajam mengarah ke depan. 

Di sisa-sisa waktu, Dira terus mengurung diri. Dia juga menolak semua riasan dan persiapan. 

"Akad doang juga cukup, kan? Gak perlu pesta, gak perlu undang-undang. Aku gak mau banyak orang yang datang!" 

"Dira!" pekik Melati, namun ia segera mengelus dada dan berlalu begitu saja. Setelah keluar dari kamar, ia menangis diam-diam. 

Berkali-kali panggilan dari Triana Dira abaikan, bahkan ponselnya ia matikan dari kemarin. Dira mengira Triana sudah main-main dengannya. Mengatakan Anand tampan, padahal baginya tak lebih baik dari seorang kuli bangunan. 

"Aaaaa! Menyedihkan banget masa muda guee! Ya Tuhan tolong selamatkan kehidupan bahagia gadis lemah tak berdaya ini." 

***

Akhirnya pernikahan tetap berlangsung sesuai dengan keinginan Dira. Tak banyak yang datang, hanya sekitar keluarga saja. Bahkan Nadira pun tak bersedia memakai baju pengantin. Melati kehabisan akal membujuk, dan permintaan keras dari ayahnya juga tak sanggup menaklukan Dira. Gadis itu hanya terbaring dibalik selimut sejak subuh menjelang. 

"Bagaimana ini, Pa? Masa Dira harus datang ke acara ijab kabul dengan keadaan begini?" bisik Melati. 

Abram mendesah sambil mengepalkan tangan. "Anak itu, entah menurun dari siapa kekerasan hatinya. Ya Tuhan ... " 

"Mungkin ... Nadira memang cukup tertekan, Pa.  Selain apa yang terjadi bertentangan dengan wataknya, dia juga baru putus dari Danil."

Semua orang sudah saling bisik-bisik karena mempelai wanita tidak kunjung datang. Melihat calon mertuanya yang gelisah Anand pun bangkit dan mendekat. 

"Om, Tante, tidak apa-apa, ijab kabul bisa dilaksanakan tanpa kehadiran mempelai perempuan. Yang penting Nadira sudah bersedia. Saya juga tidak bisa mengulur waktu lebih lama, saya harus segera berangkat ke Singapura membawa Ibu." 

Abram memejam. "Maaf sekali, Nak Anand, anak itu ... Sangat memalukan."

"Tidak apa-apa. Saya mengerti." 

Akhirnya ijab kabul telah selesai, surat dari KUA Melati bawa ke kamar, dan dengan setengah hati Nadira menandatanganinya. 

"Ayo kita ke atas dulu, Nak, sebelum kamu berangkat," ucap Melati.

Anand menatap pintu yang tertutup rapat di atas sana. "Tidak usah, Tante. Saya juga buru-buru." 

Melati menatap Anand dengan sendu. "Panggil Mama, jangan panggil Tante lagi. Kamu juga anak Mama sekarang."

"Iya, Ma," sahut Anand tersenyum.

"Maafkan Dira, Anand. Anak itu ... Memang keras kepala. Papa juga sudah sering angkat tangan sama kelakuannya. Papa harap, kamu bersedia bersabar dan mendidiknya." 

"Insya Allah, Pa. Kalau begitu saya permisi. Ibu pasti senang melihat ini." Anand mengangkat buku nikah.

Melati dan Abram menatap Anand dengan mata mengkristal. Anand memang tersenyum, tetapi mereka tahu hati seorang laki-laki tidak akan baik-baik saja mendapat perlakuan seperti ini dari istrinya. 

Menantu mereka pun berlalu begitu saja, mobilnya semakin melaju menjauh.

"Mama gak tega lihat Anand, Pa. Apa kita sudah terlalu egois memaksa Anand beristrikan perempuan seperti Dira? Padahal dia pasti sanggup mendapatkan perempuan yang lebih baik." 

"Semuanya sudah terjadi, Ma. Bukan hanya kita, tapi orang tua Anand juga ikut merestui. Kita harus bersabar, memang tidak mudah menaklukan anak seperti Dira, tapi inilah yang harus kita lakukan supaya dia berubah."

"Padahal kita sudah berusaha mendidiknya dengan baik, Pa, tapi kenapa ... " 

Abram memegang tangan Melati, memberinya kekuatan. "Tidak ada yang patut disalahkan. Yang terpenting sekarang adalah mengusahakan yang terbaik untuk merubahnya jadi lebih baik." 

***

Panggilan dari Triana langsung masuk begitu Dira mengaktifkan kembali ponselnya. 

"Gue gak nyangka Lo tetep kekeuh, Ra. Padahal kak Anand kurang apa, coba?"

"Berisik, Lo!" ketusnya.

"Aneh banget deh Lo. Padahal udah gue kasih foto kak Anand, harusnya Lo suka, dong. Apa mata Lo kelilipan sesuatu? Atau keganjal gajah Afrika?"

"Tau ah. Ternyata selera kita bagaikan langit dan bumi. Ganteng menurut Lo, gak bisa mencapai standart ganteng menurut gue."

Triana nyengir heran sambil garuk-garuk kepala.

***

[Kamu bisa menjalani hari-harimu seperti saat sebelum menikah, saya tidak akan mengganggumu. Hanya saja, saya minta terima pernikahan ini untuk sementara waktu. Saya berjanji, tidak akan mencampuri urusan kamu ataupun menemuimu.]

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    70. Happy Ending

    "Ngaku aja, Ra," ucap Danil sambil tersenyum. Nadira melengos sambil melipat tangan dengan kesal. "Ra, gak papa. Walaupun kamu udah nikah sama yang lain, tapi aku yakin cinta kamu masih milik aku. Kita bisa diam-diam berhubungan tanpa sepengetahuan siapapun, Ra. Dan begitu aku siap nikahin kamu, kamu harus cerai sama dia." Danil menggenggam tangan Nadira, membuat Anand semakin kepanasan. Tanpa permisi Danil menarik Nadira ke dalam pelukan. Melihat gadis itu tak berkomentar apapun tentang idenya membuat Danil mengira gadis itu berhasil ia taklukan. Anand yang sudah bergejolak melangkah hendak keluar untuk memberikan pelajaran pada keduanya. Namun langkahnya langsung terhenti saat Nadira mendorong Danil. "Dasar brenqsek! Gue buka cewek rendahan seperti yang Lo kira, ya! Walaupun gue menikah karena paksaan, tapi gue tahu diri dan aturan. Gue masih punya otak dan moral. Dengan lihat sikap Lo yang seperti ini gue makin benci sama Lo dan percaya sama ucapan papa gue waktu itu. Lo, buka

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    69. Mengenang Masa Dulu

    "Masya Allah, rabbanaa hab lanaa min azwaajinaa wadzurriyyaatinaa qurrota a'yuniwwaj'alnaa lil muttaqiina imaamaa. Aamiin." Ayah muda itu mengecup kening anaknya yang sedang tertidur dalam pangkuan sang istri selepas kenyang minum asi."Aamiin." Nadira menyahut sambil tersenyum, menatap Anand tanpa kedip dengan berjuta rasa yang tak sanggup lisannya ungkapkan. Anand beralih menatap Nadira, senyuman hangatnya senantiasa terlukis di wajah tampan itu untuk keluarganya. Pria itu duduk di samping sang istri, kemudian merangkul pinggangnya dan mengecup kepala Nadira cukup lama, seolah lewat kecupan itu ia menjelaskan betapa kini sempurna kebahagiaannya wasilah dari perempuan tersebut. "Mas sangat bahagia," bisiknya kemudian. Nadira mengulum senyum, kemudian balas menatap sang suami. "Aku juga, Mas. Makasih untuk semuanya, makasih untuk semua cinta dan kasih sayang yang sudah Mas curahkan buat aku, sampai aku sekarang merasa jadi wanita yang paling bahagia di muka bumi ini." Anand mengu

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    68. Haru Biru

    "Nadira melahirkan!""Nadira melahirkan, Mas!" Yasmin dan Triana serta para suaminya langsung bergegas menuju rumah sakit. "Ayo cepet, Mas!" Fahrul menoleh. "Kamu ini, kaya kamu aja yang mau lahiran." "Haish! Udah diem. Nyetir aja yang cepet." "Yasmiiin Yasmin! Masa kaya gitu kamu bicara sama suami?" tegur Zein yang duduk anteng bersama Triana di belakang. "Gue ikut deg-degan, Bang!"Triana dan Zein terkekeh melihatnya. Tiba-tiba Triana terdiam merasakan sesuatu. "Hweeek!" "Kamu kenapa, Sayang?" tanya Zein panik. Triana masih menutup mulut. Ia menggelengkan kepala sambil mengerjap."Apa Triana suka mual kalo naik mobil?" tanya Fahrul."Biasanya nggak." "Mungkin Lo hamil, Na!" pekik Yasmin membuat Triana dan Zein saling tatap. Zein menarik kepala Triana sampai bersandar di pundaknya, kemudian memijat tengkuk istrinya dengan lembut. "Mas?" lirih Triana sambil mendongak menatap wajah suaminya. Tatapannya menyiratkan banyak tanya. Zein mengangguk, mencoba menenangkan. "Nanti

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    67. Reuni

    "Na ... Jalan Lo kenapa gitu?" Triana langsung mematung, menoleh pada Yasmin dengan ragu-ragu. "Gue ... Jalan gue biasa kok." "Nggak, jalan Lo gak biasa, Yas." "Ah udahlah. Cepet bantuin gue cuci piring." Yasmin menurut. Namun lagi-lagi ia kembali berbisik. "Na, sakit, gak?" Triana gelagapan, mulai tak nyaman berada dekat-dekat dengan Yasmin. "Na?" "Sakit apa?""Lo jangan pura-pura gak ngerti, Na." Triana menghela nafas. "Lumayan." Yasmin berdesis. "Kaya gimana rasanya?""Haish! Lo itu ... " Triana tak melanjutkan protesan nya dan berdecak kesal. "Na, gue cuma pengen tahu aja. Biar siap-siap nanti. Itung-itung Lo berbagi pengalaman lah sama calon pengantin yang masih polos ini." "Gak perlu siap-siap segala, Yas, nanti Lo juga tahu sendiri." "Tapi, Na--""Yas, gue juga gak siap-siap, tuh. Lagian, gue malu kalo harus ngomongin kaya gituan." Yasmin terkekeh. Dalam hati ia mengejek, padahal gue udah lihat secara langsung hal yang mungkin bakalan bikin Lo tambah malu jika ta

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    66. Pemandangan Kotor

    "Gugup?" Triana tak menjawab, tangannya meremas sprei dengan kuat. Zein menghela nafas lalu bersandar di kepala ranjang. "Jangan gugup, kita ngobrol, yuk?" Triana mulai mendongak. "Ngobrol apa?" "Menurut kamu, Fahrul seperti apa? Apa dia cocok untuk Yasmin?" Triana mulai berpikir. "Menurutku Fahrul terlihat baik, mudah akrab juga sama keluarga. Dan dia juga kelihatan benar-benar mencintai Yasmin." Zein manggut-manggut. "Tapi bukannya jadi istri tentara itu banyak resikonya?" Triana tersenyum. "Resiko pasti selalu ada di setiap keputusan yang kita buat. Yasmin juga bukan gak tahu resikonya bagaimana jika menikah dengan Fahrul, tapi dia tetap menjalaninya, kan? Jadi mungkin dia memang sudah mempersiapkan diri. Dan lagi, suatu kebanggaan juga untuk keluarga kita punya saudara seorang abdi negara, kan?" Zein mengangguk lagi. "Jadi kamu setuju?" Triana mengangguk. "Selama laki-laki itu mencintai Yasmin dengan tulus dan Yasmin juga mencintainya, aku setuju." "Tapi M

  • Ternyata Dosen Killer Itu Suamiku    65. Malam Pertama

    "Yasmin cukup beruntung, ya, punya pacar yang seperhatian ini sampai maksain datang di tengah-tengah kesibukan," ucap Anand. "Jelas. Sekarang Yasmin prioritas saya. Saking buru-burunya langsung ke sini saya gak sempat ganti seragam dulu. Takut Yasmin sedih, kasihan. Tapi malah jadi pada takut lihat kedatangan saya." Semua orang tertawa. "Aku belum terlambat, kan?" tanya Fahrul menatap Yasmin yang kini senyum-senyum sok kalem. Gadis itu pun menggeleng untuk menanggapi pertanyaan pacarnya itu.Kini giliran Triana dan Nadira yang memasuki mode jahil."Uhuyy! Akhem-akhem!" "Uhuk! Uhuk! Aduh, Mas, aku keselek," celetuk Nadira.Dengan sigap Anand menyerahkan minuman gelas. "Mas, aku bercanda!" pekik Nadira membuat Anand melongo."Ra, lihat, Ra!" ucap Triana menunjuk udara di dekat Yasmin."Apaan, Na?" "Saking hatinya lagi berbunga-bunga, bunga-bunga itu berterbangan keluar." Yasmin tersenyum. "Bunga melati, kan? Kaya nama gue?" "Bukan." Triana menggeleng. "Terus?" "Bunga raflesia,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status