Share

Bab 2

Author: Irma Dewi
Kemudian, tangan-tangan itu mulai bergerak bebas di antara kedua kakiku, memainkan setiap bagian dari kulitku.

Namun, keinginan untuk bertahan hidup membuatku tidak memedulikan hal itu sama sekali.

Akhirnya, aku berhasil diselamatkan ke pinggir kolam. Ini membuat akal sehatku perlahan mulai kembali. Aku selalu menjaga kakiku tetap tertutup rapat, karena bagian bawah celana renangku sudah terlepas.

"Maaf, aku nggak sengaja melepas celana renangmu tadi. Aku akan kembali untuk mencarinya," ujar Theo.

Dengan suara cipratan air, Theo kembali melompat ke dalam air.

Namun, aku mengetahui di dalam hati bahwa ini tidak seperti sebuah kesengajaan, melainkan lebih seperti memanfaatkan situasi. Terutama saat tadi Theo menyentuh area di antara kedua kakiku. Ini seperti sesuatu yang sudah direncanakan sebelumnya.

Hanya saja, dengan banyaknya orang lain di sekitar, aku mulai menikmati perasaan yang tidak seharusnya ini.

Terlebih lagi ketika aku melihat Theo mengeluarkan celana dalamku dari dalam air. Pria itu tampak menaruhnya di hidungnya, lalu mengendusnya dengan penuh nafsu.

Dia tidak akan benar-benar ….

Setelah Theo kembali ke naik, aku akhirnya bisa kembali memakai celana dalamku.

Kemudian, Theo menyuruh kami untuk duduk di tanah, serta mengikutinya untuk melakukan beberapa gerakan pemanasan.

Kami mengikuti contoh yang diberikan Theo. Kami menyatukan jari-jari kaki kami di tanah, lalu melebarkan kaki kami seperti kupu-kupu.

"Gerakan ini bisa melatih otot-otot di kedua sisi paha kita. Ini nggak hanya memungkinkan kita untuk menghasilkan tenaga yang lebih baik saat berenang, tapi juga …."

Theo berhenti sejenak, seolah-olah sedang berpura-pura misterius. Kemudian, dia melanjutkan, "Selain itu, kalau gerakan ini kalian kuasai dengan baik, pacar kalian mungkin akan makin mencintai kalian."

Kata-kata itu jelas merupakan sebuah petunjuk. Semua orang langsung memahami apa maksudnya.

Setelah Theo mendemonstrasikan gerakan tersebut pada kami beberapa kali, dia membiarkan kami berlatih sendiri. Sementara itu, dia mengawasi dari bawah untuk melihat apakah gerakan kami sudah sesuai atau belum.

Seperti yang Theo katakan, setelah melakukan gerakan ini beberapa kali, akar pahaku perlahan-lahan mulai terasa sakit.

Ditambah dengan pakaian yang berulang kali bergesekan dengan paha bagian dalamku, lambat laun aku mulai merasakan sensasi yang berbeda.

Sejujurnya, aku masih muda dan cukup energik sekarang. Ini adalah usia yang tepat untuk mendapatkan nutrisi.

Aku tidak tahu apakah itu karena aku adalah orang yang tidak mudah didekati atau karena hal lain, tetapi aku hampir tidak memiliki teman dekat lawan jenis di sekolah. Jangankan lagi seorang pacar.

Oleh karena itu, memuaskan hasratku sendiri adalah kewajiban yang aku lakukan setiap malam.

Namun, karena aku melakukan hal semacam ini terlalu sering, rasanya ini mulai membosankan. Bahkan setelah hasrat tubuhku terpenuhi, celah di hatiku seakan makin membesar.

Secara bertahap, harapanku agar bisa menemukan seorang pria untuk melepaskan hasratku menjadi makin besar.

Terlebih lagi, akhir-akhir ini aku sedang dalam masa ovulasi. Tubuhku menjadi lebih sensitif. Rangsangan sekecil apa pun bisa membuat tubuhku bereaksi.

Aku duduk di lantai, mengikuti hasrat paling primitif itu. Aku membuka dan menutup kedua kakiku dengan intensitas serta kecepatan yang makin meningkat.

Bahkan pikiranku pun mulai penuh dengan bayangan tentang Theo yang menerkamku di depan umum, dengan kejam menyiksaku di lantai.

"Perlambat gerakanmu. Buatlah gerakan yang lebih baik."

Tanpa peringatan apa pun, Theo meletakkan tangannya di pangkal pahaku, lalu mulai membelai maju mundur di sepanjang garis kakiku.

"Ya, benar begitu. Sedikit lebih lambat …."

"Rentang gerakannya harus sedikit lebih besar, agar gerakannya jadi lebih efektif."

Tangan Theo meluncur tanpa kendali di atas kakiku. Sensasi kasar dan hangat dari telapak tangannya perlahan-lahan menyebar, membuat tubuhku yang sudah sensitif itu jadi makin tak terkendali.

Setiap pori-pori di tubuhku sepertinya telah terbuka. Sensasi penuh kegembiraan yang tak terlukiskan mengalir melalui tubuhku seperti arus listrik.

Pandanganku perlahan-lahan mulai kabur, sementara tatapan mata Theo yang tajam seakan bisa menembus diriku.

Ini adalah pertama kalinya aku berada dalam jarak sedekat itu dengan seorang pria. Wajahku pun mulai merona.

Kelembapan di antara kedua pahaku perlahan-lahan bertambah. Dua gumpalan daging di depan dadaku terasa sesak, sungguh tidak nyaman.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ternyata Jatuh Keperangkap Pelatihku   Bab 10

    Sosok Theo muncul di hadapanku. Di bawahnya, ada sosok yang tidak asing.Itu adalah Alina.Theo meletakkannya di atas meja yang tepat menghadap cermin, sementara baju Alina sedang dirobek dengan ganas."Pak Theo, jangan lakukan ini …. Ini nggak boleh …."Tak peduli seberapa keras Alina melawan, Theo sama sekali tidak memedulikannya.Beberapa tetes air mata mengalir dari sudut mata Alina.Aku seolah melihat diriku sendiri pada malam itu.Baru setelah Theo mengeluarkan ponsel dari sakunya, lalu mengarahkannya pada Alina, aku akhirnya sadar bahwa Alina adalah korban berikutnya setelah aku.Ketika melihat ekspresi putus asa Alina saat ini, aku sangat ingin berlari masuk ke kamar mandi untuk membantunya.Namun, aku juga mengetahui satu hal dengan baik. Meskipun kekuatanku dan Alina digabungkan, kami berdua sama sekali bukan tandingan Theo.Aku menyandarkan kepalaku pada kusen pintu, menutup mulutku sambil terisak.Semua ini karena kelemahanku. Jika saja aku bisa lebih berani sedikit pada sa

  • Ternyata Jatuh Keperangkap Pelatihku   Bab 9

    Tempat tidurku berantakan, sementara selimutku tampak kusut, seperti telah dibolak-balik beberapa kali.Kulitku dibasahi keringat dingin, sementara seprai di bawahku sudah sepenuhnya basah.Aku meraba-raba, mencoba menemukan ponsel yang aku letakkan di samping tempat tidur. Aku meminum beberapa teguk air, hingga rasa haus yang kuat itu pun perlahan mereda.Baju tidurku tertarik tinggi ke atas, dengan ujungnya yang terlipat di bawah leher, hampir memperlihatkan seluruh tubuhku.Setelah menyalakan layar ponsel, aku baru menyadari bahwa aku baru tidur kurang dari tiga puluh menit.Di dalam kamar, dering ponsel yang mendesak masih terus bergema.Itu adalah telepon dari Theo.Hatiku yang hampir tenang kembali dilanda gelombang besar ketakutan.'Untuk apa dia menelepon pada saat seperti ini?' pikirku.Aku teringat kembali akan tuntutan Theo padaku, untuk melakukan semua sesuai yang dia katakan.Waktu sudah tidak memungkinkanku untuk berpikir lebih banyak.Setelah menjawab telepon, suara Theo

  • Ternyata Jatuh Keperangkap Pelatihku   Bab 8

    Waktu sudah hampir menunjukkan tengah malam. Jalanan benar-benar sepi tanpa ada seorang pun, sulit bagiku mencari taksi untuk pulang.Akhirnya aku hanya bisa berjalan pulang sendirian.Sepanjang perjalanan, kata-kata Theo terus berputar di dalam kepalaku.Sesampainya di rumah, tubuhku yang sakit dan lelah sudah tidak mampu melangkah lebih jauh lagi.Meskipun begitu, aku tetap mengambil baju tidur, lalu masuk ke kamar mandi.Di dalam kamar mandi, aku membiarkan air dingin mengalir di tubuhku. Bahkan aku mulai menggosok tubuhku berulang kali dengan handuk mandi, berusaha menghapus semua bekas sentuhan Theo di tubuhku.Baru pada saat kulit tubuhku tergores dan mulai mengeluarkan darah, aku akhirnya berhenti.Akhirnya, emosi yang telah lama aku tekan meledak sepenuhnya. Aku merosot ke sudut kamar mandi. Di tengah suara gemericik air, aku menangis dengan keras.'Aku nggak bisa melapor ke polisi .... Kalau nggak, video-video itu pasti akan disebarkan oleh Theo. Hidupku akan hancur selamanya

  • Ternyata Jatuh Keperangkap Pelatihku   Bab 7

    Theo mengeluarkan ponselnya, memilih salah satu video, lalu memutarnya di depanku.Aku mengangguk tanpa suara dengan pandangan yang kosong.Baru setelah aku berpakaian, Theo akhirnya membuka pintu kamar mandi.Yang berdiri di depan pintu adalah salah satu siswi yang mengikuti kelas hari ini."Pak Theo, aku ingin meminta izin. Aku ada acara besok, jadi aku mungkin nggak bisa mengikuti kelas," ujar siswi tersebut.Tanpa diduga, Theo, yang menunjukkan ekspresi garang di wajahnya beberapa saat yang lalu, tiba-tiba membuat perubahan 180 derajat di wajahnya pada saat ini.Pria itu menampilkan senyum di wajahnya sambil berujar, "Baiklah, aku mengerti. Tapi kedepannya, kamu bisa langsung menelepon untuk masalah seperti ini. Kamu nggak perlu repot-repot datang ke sini untuk meminta izin. Oh ya, siapa namamu?""Namaku Alina," jawab siswi tersebut.Memanfaatkan waktu ketika mereka berbincang, aku merapikan kembali pakaianku, bersiap untuk meninggalkan tempat itu.Namun, ketika aku hendak berjalan

  • Ternyata Jatuh Keperangkap Pelatihku   Bab 6

    Aku mencoba sebaik mungkin untuk menutupi bagian pribadiku dengan tanganku.Ketika Theo melihat reaksiku ini, senyum sinis di wajahnya tampak makin lebar. Dia menekan tanganku ke dinding, merekam dengan sesuka hatinya.Aku tidak bisa lagi mengendalikan emosiku ketika mengalami pelecehan seperti ini. Air mata tidak bisa berhenti mengalir di pipiku.Setelah beberapa saat melakukan semua itu, Theo tersenyum dengan penuh kepuasan.Dia menyimpan ponselnya, lalu tersenyum dengan senyuman yang aneh ke arahku.Mungkin karena perjuangan dan tangisan yang berkepanjangan tadi, sekarang aku sudah kehabisan tenaga, tidak bisa mengerahkan tenaga sama sekali.Ketika melihat Theo menggosok-gosokkan tangannya sambil menerjang ke arahku, aku hanya bisa memejamkan mata. Aku menunggu dalam diam apa yang akan terjadi selanjutnya.Theo berujar, "Bergeraklah sedikit …."Entah kenapa, Theo tampaknya telah kehilangan minat ketika melihat aku tidak lagi melawan. Sebaliknya, aksinya menjadi lebih pelan."Bergera

  • Ternyata Jatuh Keperangkap Pelatihku   Bab 5

    Menghadapi situasi yang sangat memalukan ini, aku seakan-akan telah terkena mantra. Tubuhku tetap membeku di tempat dalam posisi ini.Theo yang berada di ambang pintu masih mengenakan celana renang di bagian bawah tubuhnya, sama seperti yang dipakainya selama kelas tadi.Hanya saja, tonjolan di bagian bawah celana renang itu bisa terlihat dengan sangat jelas, seolah-olah akan meledak kapan saja."Serena, tepat waktu sekali. Aku juga ingin mandi. Ayo kita mandi bersama," kata Theo.Jakun Theo tampak bergerak ke atas dan ke bawah ketika dia menelan seteguk besar air liurnya.Segera setelah itu, dia berjalan ke arahku dengan langkah cepat.Aku yang sangat terkejut langsung berdiri. Namun, sepasang tangan Theo yang besar sudah berada di pinggangku.Dengan mengerahkan sedikit kekuatan di bawah pergelangan tangan, aku segera berada di bawah kendali pria itu.Theo mengangkatku, menempatkanku di atas meja kecil yang berada di ambang pintu.Meja kecil ini menghadap langsung ke sebuah cermin. Da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status