Share

Bab 3

Author: Lilia
Farel mengantarku pulang dengan mobil ke rumah vilanya di utara kota.

Aku duduk di kursi penumpang, menatap lampu neon yang melintas di luar jendela, hatiku terasa hampa.

"Sudah sampai." Farel berhenti, berjalan ke sisiku dan membuka pintu mobil.

Kenapa selalu begini, tidak mencintaiku, tetapi tidur denganku dan tetap begitu perhatian.

Hidungku terasa perih.

Aku turun dari mobil, menyeret koper dan berjalan mengikutinya.

Rumah ini sangat kukenal, setiap sudutnya ada jejak-jejak kebersamaan kami.

Farel hendak mengambil koperku dan membawanya ke kamarku.

"Nggak usah." Aku langsung menuju kamar tamu. "Aku hanya tinggal dua belas hari, kamar tamu sudah cukup."

Langkah Farel terhenti sejenak. "Kalau ingin tinggal lebih lama, boleh saja."

Aku menaruh koper di kamar tamu dan menutup pintu.

Duduk di tepi tempat tidur, aku menatap layar ponsel.

Dua belas hari lagi, aku akan meninggalkan kota yang aku tinggali sejak kecil ini untuk selamanya.

Keesokan paginya, aku bangun dan turun ke bawah.

Farel sudah sarapan di ruang makan. Saat melihatku turun, dia menunjuk kursi di seberangnya.

Aku duduk dan pelayan menghidangkan susu dan roti panggang.

"Farel." Aku membuka percakapan.

Dia menatapku dari balik kacamata emasnya dengan tatapan tenang.

"Kamu tahu Nia adalah anaknya Rara, 'kan?"

"Baru tahu kemarin," jawab Farel tanpa menunjukkan rasa bersalah sedikit pun.

Aku tersenyum pahit. "Jadi, Nia itu bagimu apa?"

Farel meletakkan cangkir kopinya. "Teman SMA. Dia pernah menahan sebilah pisau untuk menyelamatkan nyawaku. Setelah itu, dia tinggal di Negara Bargata untuk pemulihan."

"Benaran cuma teman SMA dan penyelamatmu? Sesederhana itu?"

Dahi Farel sedikit mengernyit saat menatapku. "Alisa, aku nggak ingin kamu sengaja menyusahkannya hanya karena dia sekarang kembali ke Keluarga Elio."

Aku tertawa, suaraku terdengar getir. "Kamu memperingatkanku?"

"Aku mengingatkanmu," kata Farel dengan nada dingin. "Tubuh Nia lemah, nggak tahan diganggu."

Aku mengangguk, tidak berkata apa-apa lagi.

Sikap Farel yang melindungi Nia ternyata lebih tegas daripada yang kubayangkan.

Apa lagi yang bisa kutanyakan?

"Oke, aku mengerti," kataku sambil berdiri. "Aku naik ke atas dulu."

Seharian itu, aku tetap di kamar tamu. Makan siang dan makan malam diantar oleh pelayan ke kamar, aku bahkan tidak turun ke lantai bawah.

Di malam hari, aku berbaring di tempat tidur, tetapi tidak bisa tidur.

Dulu, pada saat seperti ini, Farel akan mendorong pintu masuk tanpa banyak bicara, menindihku dengan tubuhnya, memegangi pinggulku dan memanggilku putri kecil.

Namun, malam ini, koridor terasa sunyi.

Memang, kalau cinta pertamanya sudah kembali, bagaimana mungkin dia akan mengingatku lagi?

Hari berikutnya adalah akhir pekan, Farel tidak pergi ke kantor.

Pukul sepuluh pagi, dia mengetuk pintu kamarku.

"Alisa, malam ini ada pesta. Temani aku."

Aku membuka pintu, Farel sudah mengenakan setelan jas hitam.

"Pesta apa?"

"Pesta lingkaran pertemanan kita."

Sebenarnya, aku tidak ingin sendirian di rumah yang penuh kenangan ini, jadi aku pun mengangguk setuju.

Pukul tujuh malam, mobil Farel berhenti di depan pintu masuk sebuah klub pribadi.

Aku mengikutinya masuk dan menemukan bahwa tempat ini dihias dengan sangat hangat, dipenuhi bunga-bunga dan pita di mana-mana.

Tidak seperti pesta lingkaran bisnis yang pernah aku hadiri sebelumnya.

Sebelum sempat bertanya lebih lanjut, tiba-tiba terdengar suara yang familier.

"Kak Farel! Akhirnya kamu datang!"

Nia mengenakan gaun malam putih, melesat ke arahku seperti kupu-kupu.

Ketika dia melihatku, ekspresinya tertegun sejenak, lalu tersenyum manis.

"Kak Alisa juga datang, bagus sekali!"

Aku menoleh ke sekeliling dan melihat spanduk bertuliskan: [Selamat Datang Kembali, Nia].

Ternyata ini adalah pesta penyambutan Nia.

Farel membawaku ke pesta penyambutan Nia.

Aku berbalik hendak pergi, tetapi Nia menahanku.

"Kak Alisa, kamu kenapa? Sakit?" Dia menatapku dengan penuh perhatian. "Aku dengar kamu pindah dari rumah, apa karena aku? Aku benar-benar minta maaf, aku nggak tahu Paman Abbas akan menempatkanku di kamarmu."

Suaranya lembut, tetapi terdengar jelas oleh orang-orang di sekitar.

Beberapa tamu menatapku dengan rasa ingin tahu yang samar.

"Nggak apa-apa," jawabku. "Cuma masalah kamar."

"Tapi, Paman Abbas bilang, hubungan kalian, hubungan ayah dan anak, sudah putus." Mata Nia berkaca-kaca. "Semua ini karena aku. Kalau aku nggak kembali ...."

"Nia." Aku memotongnya. "Aku sendiri yang memutuskan hubungan dengan Abbas, apa hubungannya denganmu yang orang luar?"

Air matanya menetes, menatap Farel dengan tatapan memelas.

Farel mendekat, awalnya melemparkan pandangan peringatan padaku, lalu dengan lembut berkata kepada Nia, "Jangan menangis, nanti matamu bengkak."

Dia mengeluarkan saputangan, perlahan menyeka air matanya.

Nia tersenyum setelah berhenti menangis, matanya masih basah, berkata, "Kak Farel, kamu baik banget."

Aku berdiri di samping, menyaksikan momen hangat itu.

Hatiku terasa sesak, seperti direndam di dalam es.

Aku berbalik menuju meja minuman, mengambil gelas sampanye, dan meneguk hampir setengahnya sekaligus.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ternyata Jodoh Selalu di Sampingku   Bab 22

    Alisa belajar tunduk pada takdirnya di hari kedua puluh tujuh dia dikurung.Dia tidak lagi melawan, tidak lagi mogok makan, bahkan terkadang tersenyum pada Farel.Awalnya, Farel masih curiga. Namun, perlahan-lahan dia mulai percaya bahwa Alisa benar-benar sudah menyerah."Pagi ini mau makan apa?" tanya Farel sambil merapikan dasi di tepi ranjang.Alisa bersandar di sandaran kasur, rambut panjangnya terurai. Dia menjawab dengan datar, "Apa pun yang kamu masak."Gerakan tangan Farel sempat terhenti. Dia sedikit terkejut, lalu segera tersenyum dan menjawab, "Baik."Setelah itu, dia pun berbalik menuju dapur. Langkahnya jarang terasa begitu rileks.Alisa menatap sosok Farel lenyap di ambang pintu, lalu cepat-cepat menyingkap selimut. Dari bawah kasur, dia mengeluarkan sebuah komputer mini.Itu adalah hasil curian dari ruang kerja Farel minggu lalu.Dia mengetik cepat di papan ketik, memasukkan kata sandi.Diam-diam dia menembus sistem keamanan pulau dan memancarkan sinyal permohonan pertol

  • Ternyata Jodoh Selalu di Sampingku   Bab 21

    Sebab ada urusan bisnis di Grup Keano yang perlu ditangani, Farel terpaksa kembali ke kota selama beberapa hari.Senja hari di pulau pribadi.Hari ketiga sejak kepergian Farel, Alisa berdiri di depan jendela besar, menatap cahaya terakhir matahari yang perlahan ditelan garis khatulistiwa.Seorang pelayan masuk dengan hati-hati, meletakkan segelas susu hangat di meja. "Nyonya, setidaknya minumlah sedikit," ucap pelayan itu.Alisa tidak bergerak, hanya bertanya, "Kapan dia kembali?""Pak Farel bilang akan segera kembali setelah urusan perusahaan selesai," jawab pelayan itu.Prang!Gelas kaca melayang menghantam dinding dan pecah berantakan. Susu tumpah ke lantai."Aku bukan nyonya siapa pun. Keluar dari sini!" tegur Alisa dengan dingin.Pelayan itu ketakutan dan cepat-cepat mundur.Alisa membungkuk, memungut pecahan kaca paling tajam dari lantai.Pada saat yang sama, di kantor pusat Grup Keano.Ruang rapat penuh orang, Farel duduk di kursi utama mendengar para karyawannya melapor. Jari-j

  • Ternyata Jodoh Selalu di Sampingku   Bab 20

    Pagi hari di pulau pribadi.Helikopter mendarat di landasan tengah pulau, suara baling-balingnya akhirnya melambat, menyisakan suara ombak yang pecah di karang.Farel menggendong Alisa turun dari helikopter. Begitu kakinya menyentuh tanah, Alisa langsung mendorong Fajar menjauh."Penahanan ilegal, ya?" tanya Alisa. Dia mendengus dingin, gaun pengantinnya berkibar liar ditiup angin laut. "Sejak kapan kamu juga mulai pakai cara licik seperti ini?" tanya Alisa.Alih-alih marah, Farel justru tersenyum tipis. "Memangnya kenapa?" tanya Farel.Jarinya yang dingin menyapu pelan wajah Alisa, tetapi tatapannya membara, "Alisa, kamu milikku."Dia melanjutkan, "Seumur hidupmu, jangan pernah bermimpi jadi milik orang lain."Di vila utama.Farel menuntun Alisa berkeliling pulau."Semua yang ada di sini milikmu," ucap Farel sambil membuka pintu kaca raksasa. Hembusan laut yang asin langsung menyerbu ke dalam. "Mulai dari taman, kolam renang, perpustakaan, bahkan samudera itu."Alisa tidak tergerak sa

  • Ternyata Jodoh Selalu di Sampingku   Bab 19

    Sehari sebelum pernikahan, di mansion pribadi Keluarga Fathir.Alisa duduk di depan meja rias di kamar pengantin, jarinya menelusuri taburan berlian di gaun pengantin.Di luar jendela, matahari bersinar hangat. Para pelayan sibuk menata lokasi acara pernikahan besok. Segala sesuatu tampak begitu sempurna.Tiba-tiba terdengar ketukan pelan di pintu."Putri Kecil?" panggil Hendra.Hendra masuk sambil membawa secangkir teh bunga hangat dan sebuah kotak beludru mungil di tangan lainnya.Dia mengenakan setelan hitam rapi, kerah kemejanya terbuka sedikit, tatapannya sangat lembut."Kamu hampir nggak makan sarapan," ucap Hendra sambil memberikan cangkir teh ke tangan Alisa. Dia lalu berkata, "Bibi di dapur bilang kamu cuma minum setengah gelas susu."Alisa mendongak, kemudian tersenyum dan bertanya, "Apa kamu mencoba mendidikku?""Aku mana berani," ucap Hendra sembari menunduk sedikit, lalu menyerahkan kotak itu ke tangan Alisa. "Aku cuma takut kamu kelaparan," lanjut Hendra.Alisa membuka ko

  • Ternyata Jodoh Selalu di Sampingku   Bab 18

    "Bukankah Keluarga Fathir di Kota Appia dan Keluarga Keano di Kota Persy nggak pernah berhubungan? Itu Pak Farel, 'kan? Kenapa dia ada di sini?"Bisikan para tamu menyebar di seluruh aula pesta.Semua mata serentak tertuju pada sosok tegap yang berdiri di pintu. Farel mengenakan jas yang rapi dan berdiri tegap di sana, tetapi tatapannya suram menakutkan."Kenapa mata Pak Farel menatap langsung ke Nona Alisa setajam itu. Jangan-jangan, dia datang untuk merebutnya?"Hendra segera memeluk Alisa ke dalam dekapannya. Lengannya terentang di depan tubuhnya, seolah ingin meleburkan gadis itu ke dalam darah dan dagingnya sendiri.Alisa perlahan berubah tenang.Dia menatap Farel, lalu tersenyum. "Untuk apa Pak Farel datang? Membawa hadiah pernikahan untuk kami?" tanya Alisa.Kata-kata itu bagai sebilah pisau yang menancap di dada Farel.Rahangnya menegang, urat di pelipisnya tampak menonjol. Farel berkata dengan suara sangat serak, "Alisa, ikut aku pulang."Senyum Alisa justru makin dalam. "Pula

  • Ternyata Jodoh Selalu di Sampingku   Bab 17

    Hendra pun berkata, "Sepuluh tahun lalu, di pesta kapal pesiar itu ….""Kamu lupa siapa yang pernah kamu selamatkan?" tanya Hendra,Alisa tertegun. Ingatannya seperti ditarik kembali ke masa sepuluh tahun silam.Malam pesta itu, Alisa berdiri di tepi dek, membiarkan angin laut menerpa wajah. Tiba-tiba dia mendengar suara tubuh jatuh ke air.Seorang anak laki-laki tercebur.Sebelum orang-orang di sekitar sadar, Alisa sudah melompat ke laut.Air laut dingin sampai menusuk tulang. Alisa berenang sekuat tenaga ke anak itu sampai beberapa kali tersedak air. Akhirnya, dia berhasil menyelamatkan anak itu ke atas kapal."Kamu nggak apa-apa?" tanya Alisa. Tubuhnya basah kuyup, tetapi dia hanya fokus memberi pertolongan darurat.Anak itu akhirnya memuntahkan air asin, lalu membuka mata. Bulu matanya masih basah, menggantung butir air.Alisa melepas jaketnya, membungkus tubuh kecil yang gemetar dan berkata, "Bocah, lain kali hati-hati. Jangan lari ke dek lagi."Anak itu menggenggam ujung jaketnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status