Akhirnya kita berada di penghujung cerita. Author berterima kasih atas kesetiaan kalian hingga di akhir. Dukungan dari kalian adalah hal paling mujarab yang membuat Author terus semangat menulis.
Meskipun buku ini masih jauh dari sempurna, karena Author juga masih dalam tahap belajar menulis novel, Author berharap buku ini bisa menghibur ReeFellows semua.
Tidak mungkin seseorang bisa memuaskan semua pihak. Karena itu Author minta maaf bagi teman-teman yang sangat tidak puas dan merasa kesal membaca buku ini, jangan diambil hati, ya kakak-kakak yang baik hati.
Elara dan Arion memang tidak sempurna, karena pada dasarnya, tidak ada kehidupan sempurna di dunia ini.
Karakter Perempuan (Female Lead/FL) yang Author buat, adalah seseorang yang apatis terhadap kepercayaan dan kasih sayang seseorang, karena pengalaman sejak kecil yang memang tidak ia dapatkan kepercayaan dan kasih sayang itu dari orang-orang yang seharusnya melindunginya. Karena itulah, kesalahan Arion yang membohongi Elara, membuat Elara merasa harus cepat ‘menyelamatkan diri’, sebelum ia tenggelam dan kelak tidak tertolong.
Pun demikian dengan Karakter Pria (Male Lead/ML) Arion. Ketakutan kehilangan (karena trauma sejak kecil yang ia alami), membuatnya merasa kebohongan adalah upaya terbaik untuk memelihara ketenangan sebuah hubungan. Padahal itu adalah salah.
Demikian mereka berdua harus sama-sama belajar menjadi lebih baik; Yang satu harus belajar lebih mempercayai, yang satunya lagi belajar lebih terbuka.
Itulah perjalanan mereka berdua yang ingin Author gambarkan melalui kata-kata, karena perubahan menjadi lebih baik, memang tidaklah semudah yang kita kira.
Author juga sengaja tamatkan cerita ini dengan sedikit menggantung, untuk memberikan keleluasaan pada ReeFellows melanjutkan kisah mereka dengan imajinasi kalian sendiri, juga memberikan ‘alasan’ pada Author kelak, jika ingin membuat Season 2 untuk kisah mereka (termasuk pengungkapan pembunuh ibu Arion).
Satu lagi….!!
Besok Author akan ‘menghadirkan’ Arion, Elara, Ethan, Jeanne dan Isabelle (dan tokoh lain) pada ‘wawancara eksklusif’, Author menamakannya sebagai Reefterview.
Bagi ReeFellows yang ingin bertanya pada salah satu dari mereka, silakan komen di bawah ya.
Author hanya akan memilih 5 pertanyaan berbeda dan paling menarik menurut Author dan besok mereka akan menjawabnya.
Jangan lupa cantumkan kepada siapa pertanyaan itu kalian ajukan dan tak lupa perkenalkan diri kalian serta asal kota kalian agar mereka mengenal kalian juga…
Jadi, jangan dulu tinggalin spot kalian di sini ya. Kita masih akan bertemu dalam Reefterview dan mungkin ada satu atau dua extra part untuk kalian di hari Senin.
See you tomorrow, ReeFellows!
[follow inst4gr4m Author @reef.is.me untuk melihat visual Elara dan Arion serta informasi buku baru yang akan diluncurkan Author ke depannya]
Aveline menjerit keras, suaranya memenuhi lorong sempit yang hanya diterangi lampu jalanan buram.Tubuhnya gemetar saat sebuah tangan kuat tiba-tiba meraih pinggangnya."Apa maksudnya ini?!" Aveline berteriak lagi, mencoba melawan, tapi tak ada yang mendengarnya.Udara malam yang dingin membuatnya semakin waspada, namun pria di depannya begitu cepat.Sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, bibirnya langsung tertutup oleh sesuatu yang hangat dan mendesak—bibir pria yang kini mencengkeramnya erat.Aveline meronta-ronta, hatinya dipenuhi kepanikan.Tubuhnya kaku saat pria itu memeluknya dengan kuat, membuka jaket kulit hitamnya seolah bersiap melakukan sesuatu yang lebih buruk.Mata Aveline melebar ketakutan.‘Tidak mungkin,’ pikirnya, ‘Apakah dia akan memperkosaku?’Ia semakin panik, berusaha membebaskan diri dari genggaman pria itu.Namun, pria itu begitu kuat.Semua tenaga Aveline seolah menguap, terjebak dalam dekapannya yang erat.Lalu, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan.Sekelo
Langit sore yang kemerahan menyelimuti San Francisco Bay, tempat di mana sebagian besar kehidupan cinta sepasang insan berkisah.Suara ombak yang berdeburan pelan di pantai menciptakan melodi yang damai, selaras dengan angin sepoi-sepoi yang menyapu lembut permukaan laut.Elara berdiri di ujung dermaga kayu, menatap cakrawala yang tampak tanpa batas, tempat di mana langit bertemu lautan.Matanya menerawang, namun wajahnya kini memancarkan ketenangan yang baru.Dalam dekapan hangatnya, bayi kecil mereka terlelap, wajahnya damai seperti ibunya.Sudah lama sejak pertarungan hidup dan mati di acara peresmian Imera Sky Tower, dan sejak saat itu, kehidupan Elara dan Arion berubah drastis.Banyak hal yang telah dilalui—pengkhianatan, luka, cinta yang terlupakan dan kemudian dipulihkan.Namun hari ini, di bawah cahaya senja yang lembut, semuanya terasa sempurna.Tiba-tiba, langkah kaki yang berat namun mantap terdengar dari belakangnya.Elara tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.A
Arion duduk di ujung ranjang, pandangannya terpaku pada sosok mungil yang ada dalam dekapannya.Bayi perempuan itu terlelap dengan tenang, tubuhnya begitu kecil dan lembut seperti boneka porselen.Pipinya yang kemerahan tampak menggemaskan, kulitnya sehalus sutra dengan bulu-bulu halus yang masih tersisa di atas kepalanya.Mata bayi itu masih tertutup, namun ketika sempat terbuka sesaat, Arion melihat dengan jelas iris matanya yang kelabu, warna yang sama seperti miliknya—sebuah tanda tak terbantahkan bahwa bayi itu adalah darah dagingnya.Bibir kecilnya bergerak perlahan, seakan sedang menghisap udara, dan tangannya yang mungil mengepal erat, menggenggam sepotong kain selimut.Arion tersenyum kecil, hatinya penuh dengan rasa takjub yang tak pernah ia sanggup perkirakan sebelumnya.Di dalam ruangan itu, hanya suara napas lembut bayi perempuannya yang terdengar, membuatnya seperti terhanyut dalam keajaiban kecil yang ia pegang.Sudah lebih dari setengah jam, namun Arion tak bisa melepa
Arion mengangguk pelan, melanjutkan penjelasannya. “Selama aku menjalankan peranku sebagai The Draven, orang itu mengambil peran menjadi diriku, Arion Ellworth. Sehingga tidak ada yang curiga. Kecelakaan di Sunol itu terjadi pada doppelganger-ku.”Elara terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya. “Jadi... orang itu? Apakah dia tewas dalam kecelakaan itu? Bagaimana aku bisa membedakan kalian? Bagaimana jika suatu saat aku salah mengenali orang itu sebagai dirimu?”Arion tersenyum melihat kepanikan sang istri. “Jangan khawatir, Honey. Orang itu berhasil selamat oleh orang-orangku. Wajahnya tidak sepenuhnya mirip denganku. Hanya postur tubuh dan perilakunya yang serupa. Aku membuatnya menjalani operasi plastik untuk mengubah beberapa bagian, seperti rahang dan hidung saja. Namun, saat dia menjalankan peran sebagai aku, dia menggunakan prosthetic mask yang dibuat menyerupai wajahku.”Elara memandang Arion, dengan sorot kompleks. “Astaga… sampai seperti itu kau m
Elara dan Arion berdiri di tengah keheningan, menghadap sebuah makam dengan batu nisan marmer yang megah. Di atasnya terukir dengan indah: Imelda Ellworth. Satu buket mawar putih mewah yang segar ditempatkan rapi di atas pusara, memberikan sentuhan penuh penghormatan. Pemakaman ini, yang terletak di Cypress Lawn Memorial Park, San Francisco—tempat peristirahatan terakhir para keluarga kaya dan terpandang—dikelilingi oleh pohon-pohon ek yang menjulang tinggi. Jalanan berkerikil putih menghubungkan setiap makam, dan di kejauhan terlihat pemandangan laut yang tenang, menambah suasana damai nan elegan. Udara pagi terasa sejuk, disertai suara angin yang membelai lembut pepohonan. Elara memandang ke sekeliling area pemakaman yang tampak megah, penuh dengan nisan-nisan yang terbuat dari batu marmer putih dan hitam. Di antara semua itu, nisan Imelda berdiri sebagai salah satu yang paling indah, seperti sebuah karya seni yang mencerminkan kehidupan seseorang yang telah meninggalkan jejak
Arthur Ellworth, atau Clay Mallory, kini duduk di sudut sel gelap penjara federal, matanya kosong menatap dinding dingin yang tak lagi bergema dengan wibawa yang pernah ia miliki.Hanya bayangan suram yang tersisa, menggantung di antara kesadaran dan kehancuran. Di penjara ini, waktu seolah-olah melambat, setiap detik menjadi siksaan yang tidak berujung.Hari ini, seorang penjaga penjara menghampiri pintu selnya.Wajah penjaga itu datar, tidak ada belas kasihan, tidak ada penghormatan.Hanya secarik kertas yang dilempar ke lantai di depan Arthur, yang langsung mengenal lambang Ellworth di atasnya.Tangannya yang dulu perkasa sekarang gemetar ketika meraih kertas itu.Di dalamnya, satu pesan singkat yang menghantamnya dengan kejam: "Semua aset, kekayaan, dan perusahaan yang pernah kau curi telah dikembalikan kepada pemiliknya yang sah—Aiden Ellworth."Arthur meremas kertas itu dengan tangannya yang gemetar, rasa panas menjalar da