Akhir-akhir ini Tiara lebih banyak menghabiskan waktu di kamar putri kecilnya. Dia selalu menghindari Damar ketika pria itu berada di rumah. Namun begitu semua kebutuhan suamiya tetap ia siapkan. Seperti baju kerja, sarapan, maupun lainnya. Hanya saja Tiara akan bergerak cepat memilihkan baju kerja saat suaminya tengah mandi. Lalu semuanya akan siap ketika lelaki itu selesai mandi dan sudah tidak mendapati sang istri di kamarnya lagi. Seperti pagi ini, Damar memandangi setelan baju kerja yang sudah siap di atas kasur. Lalu kaos kaki, dasi, sepatu dan jam tangan yang juga sudah siap di tempatnya. Hembusan nafas kasar terdengar dari mulut lelaki yang memiliki dua istri tersebut. Dia sangat merindukan saat-saat Tiara menyambut paginya dengan senyum merekah dan ucapan selamat pagi. Wajah wanita itu akan terlihat berseri-seri saat melayani suaminya. Namun kini semua itu sudah tak bisa dirasakan Damar lagi sejak ketahuan kalau dirinya memiliki istri lain selain Tiara. Tak ingin terlihat
Damar membulatkan kedua matanya. Meski wanita yang sedang berjuang antara hidup dan mati itu sudah beberapa kali meminta untuk berpisah karena penyakitnya, tetap saja ketika permintaan talak itu kembali diucapkan rasa kesal bercampur kaget tetap ada."Jangan memaksaku untuk melakukan apa yang tidak ingin kulakukan, Sayang. Please, tak bisakah kamu fokus saja pada kesembuhanmu?" Damar menatap nanar pada wajah pucat di hadapannya. Lela melengos. Tak sanggup menatap wajah sendu suaminya. Lelaki yang sampai detik ini masih teramat ia cintai meskipun sudah memiliki istri lain. Lela tak pernah mempermasalahkan pernikahan kedua suamiya karena memang dirinyalah yang menginginkan sang suami menikah lagi. Sebagai penyitas kanker stadium akhir, Lela tak ingin lelaki yang menjadi prioritas utama dalam hidupnya itu sibuk mengurusnya sedangkan dirinya sendiri tidak ada yang mengurus. Dia juga sadar bahwa selamanya tidak akan mampu memberikan keturunan bahkan sekadar memberikan haknya pun tidak ma
Tiara menyingkap sedikit korden untuk mengetahui siapa gerangan yang mengetuk pintu. Dahinya mengernyit melihat sosok wanita tak dikenal berada di depan pintu rumah kontrakannya. Dengan sedikit ragu-ragu Tiara membuka pintu. "Ya? Cari siapa ya, Mbak?" tanya Tiara seramah mungkin. Wanita berhijab maroon yang berdiri di depan pintu mengulas senyum. Menatap Tiara teduh lalu mengucap salam. "Maaf, Mbak kalau menganggu. Kenalkan saya Rania, tinggal di seberang jalan. Saya dengar dari Abi ada tetangga baru jadi saya ke sini untuk mengenalkan diri." Wanita itu mengulurkan tangan pada Tiara.Tiara menyambut uluran tangan itu lalu ikut tersenyum. "Mari masuk! Maaf saya belum sempat berkenalan dengan para tetangga di sini. Tapi saya sudah lapor pak RT." Tiara menyilakan tamunya duduk di sofa yang sudah tersedia sebagai fasilitas dari rumah kontrakan ini. Beruntung Tiara mendapatkan rumah kontrakan yang nyaman dan sudah lengkap dengan perabotannya. Meskipun minimalis, tapi Tiara merasa beta
Damar spontan berdiri. Menghadang salah satu perawat yang ikut berlari. "Suster, ada apa?" tanya Damar cemas. Tak bisa dipungkiri, hati Damar disapu badai kecemasan. Di dalam ruang ICU hanya ada 2 pasien dan salah satunya Lela. Meski demikian ia berharap bukan istrinya yang saat ini sedang dalam kondisi bahaya."Pasien atas nama Nyonya Lela mengalami henti nafas," jawab perawat sambil berlalu. Seperti disambar petir mendengar jawaban itu. Mendadak tubuh Damar limbung. Lututnya terasa lemas. Bobot tubuhnya tak mampu ditopang oleh dua kakinya yang gemetar. Pria beristri dua itu ambruk dan bersimpuh di lantai. "Allah, jangan kau panggil Lelaki secepat ini. Aku belum bisa membahagiakannya ya Allah. Aku masih ingin melihatnya akur dengan Tiara."Damar menjambaki rambutnya sendiri. Walau ia tau saat seperti ini pasti akan tiba, tapi tetap saja ia belum siap saat tiba-tiba Lela meninggalkannya. Dalam hati lelaki tampan itu berharap sang istri pertama bisa bertahan."Sayang, bukankah kamu
"Dek, malam ini Mas nggak bisa pulang. Mendadak ditugaskan ke luar kota." Sebuah pesan masuk ke aplikasi hijau milik Tiara."Jaga kesehatan ya, Dek. Jangan tidur terlalu malam. Mas merindukanmu." Satu pesan lagi menyusul sebelum Tiara sempat membalas.Wanita yang sudah menjadi istri selama dua tahun ini tersenyum membaca pesan romantis dari suamiya. Selama pernikahan mereka, sang suami selalu bersikap manis padanya terlebih saat dirinya melahirkan putri kecil yang lucu setahun yang lalu. Lelaki bernama Damar itu sangat memanjakan putri kecil mereka. Memang sejak awal merencanakan pernikahan, Damar mengatakan kalau dirinya tidak ingin menunda memiliki momongan. Beruntung satu bulan setelah menikah, Tiara dinyatakan hamil. Sejak itu, Damar selalu bersikap protektif padanya. "Iya, Mas. Mas hati-hati ya di sana. Jangan terlalu capek. Kalau sudah selesai pekerjaannya langsung pulang, ya. Ara pasti merindukan papanya," balas Tiara.Wanita satu anak itu senyum-senyum sendiri kala mendapat b
"Dek, Ke-kenapa kamu ada di sini?" tanya Damar gelagapan. Tentu saja dia tidak mempersiapkan apapun untuk menghadapi kedatangan Tiara yang tiba-tiba. Dia bahkan tidak tahu kalau Tiara bisa mengetahui keberadaannya. Karena selama ini lelaki itu bisa bermain dengan cantik dan Tiara tak pernah curiga apapun tentangnya."Kenapa aku ada di sini? Harusnya aku yang yang bertanya padamu, Mas kenapa bisa ada di sini? Bukankah tadi kamu pamitnya mau keluar kota? Oh, apa ini tugas dari bosmu yang katanya harus lakukan perjalanan bisnis lama beberapa hari itu?" Tiara menatap nyalang suaminya yang terlihat gelisah.Damar berusaha untuk meraih tubuh Tiara namun wanita itu berusaha untuk menghindar. Tidak, sebelum semuanya jelas siapa wanita itu."Dek, dengerin Mas dulu. Ayo kita keluar Mas akan jelaskan semuanya," bujuk Damar pada wanita yang dia nikahi dua tahun yang lalu. "Tidak. Katakan saja di sini, Mas! Kenapa harus keluar? Oh ... apa kamu takut kalau wanita itu terbangun dan melihatku ada d
Wanita dengan balutan gamis dan kerudung bertali itu masih menatap tajam pada sosok wanita yang terbaring lemah di atas ranjang pasien. Menunggu penjelasan dari wanita itu."Bisakah kalian tinggalkan kami berdua dulu? Kami perlu bicara, Mas," ucap wanita itu.Meski agak heran Tiara membiarkan saja suami dan sahabatnya keluar. Jika Damar tidak mau menjelaskan semuanya dia berharap wanita ini yang menggantikannya. Melihat kondisinya yang sudah sangat lemah Tiara yakin wanita ini tidak akan mampu untuk berbohong."Kamu yakin?" tanya Damar khawatir.Tentu saja pria itu takut kalau terjadi perdebatan antara dua wanita itu. Mengingat saat ini Tiara sedang dikuasai oleh emosi. Sedangkan sosok satunya tidak bisa berbuat apa-apa dalam kondisi yang sangat lemah. Dia takut Tiara akan berbuat nekat yang bisa membuat wanita lainnya semakin ngedrop."Apa kamu juga tidak percaya sama aku, Mas?" tanya wanita tersebut.Dengan berat hati Damar keluar diikuti oleh Dina di belakangnya. Sebelum pintu bena
Tiara terus berlari menuju jalan Raya mencari taksi yang bisa mengantarkan dirinya untuk pulang. Tepat saat sebuah taksi berhenti di depan Tiara, Dina sahabatnya memanggilnya."Tiara! Kamu mau kemana?" Dina berlari mendekati Tiara. Wanita itu khawatir Tiara akan berbuat nekat dengan melakukan sesuatu yang tidak-tidak. Ia langsung menutup kembali pintu taksi sebelum Tiara benar-benar masuk."Kamu mau ke mana, Ra? Jangan pergi dalam kondisi seperti ini. Ayo kita ke sana dulu agar kamu tenang." Dina menunjuk sebuah cafe yang masih buka di seberang jalan."Tidak, Din anakku di rumah sendirian. Aku harus pulang." Tiara kembali membuka pintu taksi dan masuk meninggalkan sahabat. Dina tak mau terjadi apa-apa di jalan sehingga gadis itu ikut masuk menemani Tiara pulang."Aku temani kamu pulang, ya?" Tiara mengangguk.Sepanjang jalan tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir Tiara. Ibu satu anak itu memandang keluar jendela dengan tatapan kosong. Semua bayangan kebersamaan dengan sua