"I'm in love with the shape of you"
"We push and pull like a magnet do"
"Although my heart is falling too"
"I'm in love with your body"
-Ed Sheraan- Shape of You
Hari hari di kampus sungguh amat sibuk, Laura merasa agak kewalahan dengan tugasnya sebagai dosen pengganti Profesor Bambang Gunawan. Bimbingan skripsi sudah menumpuk di meja kerjanya, dia harus mereview file file skripsi anak mahasiswa bimbingannya. Laura tidak ingin menunda-nunda pekerjaannya karena dia pernah merasakan menjadi mahasiswa yang mengerjakan skripsi bertahun-tahun yang lalu.
Sore ini dia telah menyelesaikan 3 putaran gelombang praktikum anak semester 6 yang sungguh melelahkan. Dia butuh massage dan tidur nyenyak malam ini. Teh chamomile hangat dengan madu telah menari nari dalam benaknya.
"Tok tok tok"
"Ya masuk." seru Laura.
"Prof Laura saya pulang dulu ya." pamit Bu Linda laboran di Lab. Patologi Anatomi yang hanya melongokkan kepalanya di pintu ruang kerja Laura.
"Silakan Bu Linda. Saya masih ada beberapa tugas, tanggung..." jawab Laura singkat, dia tahu Bu Linda juga pasti capek seharian bekerja di Lab.
Laura meneruskan membaca naskah skripsi penelitian gambaran kanker paru paru pada tikus putih yang diinduksi dengan asap rokok selama 90 hari. Dia tertawa kecil membayangkan tikus sebagai perokok pasif. Hmmm hmmm penelitian yang menarik.
Dan tiba tiba gelap gulita. Oh tidak sepertinya mati lampu, hari sudah mulai petang. Laura menyalakan senter HP nya dan menuju keluar Lab. Patologi Anatomi.
Brukk "Aaahhhh" pekik Laura terkejut dan panik dalam kegelapan bertubrukan dengan keras hingga terjerembab ke lantai bersama sosok besar yg dia tubruk. HP nya terjatuh entah dimana, gelap gulita dan dia terdiam tak berani bergerak sedikit pun karena tidak tahu harus melakukan apa.
"Prof Laura?" gumam pria yg dia timpa itu.
"Ya... Maaf saya berat tolong lepaskan tubuh saya." Laura merasa tidak nyaman didekap erat dengan posisi woman on top dalam kegelapan yang membutakan.
..... Pria itu diam tak bergerak lalu melepaskan dekapannya pada Laura seperti enggan. Namun dia terduduk masih memangku tubuh Laura.
Laura terdiam dan merasa wajahnya menghangat pipinya merona, dia malu berada dalam posisi yang janggal dengan pria yang tidak dia kenali. Dalam kegelapan sepertinya detak jantung pria itu terdengar begitu kuat dan cepat.
"Saya James. Tenanglah saya tidak akan bersikap kurang ajar pada Profesor Laura. Kita tunggu listrik menyala saja dulu, jangan kemana mana."
Dalam kegelapan indera selain penglihatan menjadi lebih sensitif. Dan itu pula yang mereka berdua rasakan. Aroma tubuh Laura yang seperti green tea dan chamomile berpadu dengan aroma tubuh James yang seperti kayu pinus dan musk. Cenderung aroma yang menenangkan dibanding jantung keduanya yang mengalami takikardia.
"Setiap ada kamu mengapa jantungku berdetak lebih kencang seperti genderang mau perang"
-Sedang Ingin Bercinta- Dewa 19
Laura merasa bokongnya menduduki sesuatu yang keras dan berdenyut. Bila lampu menyala wajahnya pasti sudah memerah seperti kepiting rebus.
"Eh bisakah aku turun dari pangkuanmu James? Ini sungguh posisi yang tidak nyaman untuk kita berdua kan?" bisik Laura seperti mencicit karena gugup.
James tersenyum menahan tawanya dalam kegelapan. "Maafkan saya Prof yang tidak peka. " James memindahkan tubuh Laura yang ringan dari pangkuannya ke sebelahnya duduk.
"Kenapa kamu belum pulang James? Bukankah praktikum sudah selesai dari tadi?" tanya Laura sembari menenangkan dirinya dan merapikan roknya yang tersibak.
"Saya mengerjakan penelitian untuk skripsi Prof." jawab James datar.
"Oohh pantas belum pulang sampai selarut ini. Sendirian saja?" balas Laura.
"Iya hari ini jatah saya yang harus mengambil data hewan probandus lab dan memberi makan mereka." James menjelaskan keberadaannya di Lab Patologi Umum hingga larut malam.
"Aduh kok lama sekali mati listriknya." keluh Laura lagi, tubuhnya agak menggigil karena duduk di lantai dengan baju yang tipis dan rok sepan selutut. Perutnya juga lapar, sepertinya darah rendahnya kumat.
James menyadari wanita di sebelahnya seperti kedinginan. Diapun mencopot jaket bombernya yang cukup tebal dan membungkus tubuh Laura dengan jaketnya itu.
"Prof Laura kedinginan ya? Pakai jaket saya dulu ya. Belum makan pasti ya?" James menghela nafas prihatin. Dia pun teringat cokelat silver q**en yang dia beli di kantin tadi siang ada di saku jaketnya. "Makan cokelat dulu sedikit ya." ujar James sambil memotong seruas cokelat dan menyuapkannya ke mulut Laura.
Laura membuka mulutnya menerima cokelat dari James. Jari James terkulum beberapa detik sebelum ditarik oleh James. Rasanya seperti tersengat listrik. James berdehem. James sebenarnya belum pernah berpacaran satu kalipun seumur hidupnya. Dia ingin sekali bisa berpacaran dengan wanita yang ada di sebelahnya saat ini. Cantik dan briliant, tidak kah dia seperti harta karun nasional yang begitu berharga.
Sepulang sekolah, Midori, Poseidon, dan Leon segera mencari anak-anak James-Laura di kamar tidur tamu lalu mereka pun mengobrol bersama di ruang bermain yang luas dan nyaman."Jadi apa benar kalian akan pindah sekolah ke Perth?" tanya Leon yang sebenarnya berkedudukan sebagai paman keempat anak-anak itu. Hanya saja dia adalah putra keempat berbeda ibu dari Leeray, Michael, dan James. Usia Leon sepantaran dengan para keponakannya itu, kecuali Keira yang lahir paling bontot."Iya, kata mom and dad, kami tidak bisa bersekolah di Sydney untuk sementara sampai entah kapan. Ada pria jahat yang membuat semua warga Sydney membenci keluarga kami!" jawab Jacob mewakili saudara-saudarinya."Hmm ... itu bukan hal yang baik. Kasihan sekali kalian!" tukas Midori turut bersimpati.Poseidon pun berkata, "Jadi kapan kalian akan mendaftar ke sekolah?" Joshua menjawab, "Mungkin besok pagi, tadi kami disuruh beristirahat oleh Bibi Deasy. Memang penerbangan dengan helikopter sangat menegangkan, aku sulit
"Jake, Josh, Keira!" seru Midori yang baru saja selesai bersiap-siap di kamar tidurnya sebelum berangkat ke sekolah. Gadis kecil berusia sembilan tahun itu berkepang dua dan memanggul sebuah ransel bergambar Little Ponny warna biru muda.Poseidon, saudara kembarnya sudah terlebih dahulu selesai mandi tadi dan bercengkerama dengan sepupu-sepupu mereka. Ada Leon juga yang terlihat necis dalam seragam sekolah berdasi sama seperti Midori dan Poseidon."Anak-anak, temu kangennya ditunda nanti sepulang sekolah ya? Kalian sarapan dulu bersama-sama di meja makan!" ujar Deasy mengatur kerumunan kumpul bocah keturunan klan Indrajaya tersebut."Yaah ... Mommy, apa kami tidak boleh membolos sehari saja?" protes Midori karena terlalu bersemangat bertemu kembali dengan para sepupunya yang jarang dia temui sehari-hari.Deasy tersenyum seraya berkata, "Tidak. Nanti sepulang sekolah, Jacob, Joshua, dan Keira masih akan ada di rumah kita. Bahkan, mereka akan bersekolah di sekolah yang sama dengan kalia
"Lee, aku ikut menemanimu menunggu di helipad!" ucap Deasy ketika melihat suaminya mengenakan jaket di luar piyama.Leeray tersenyum tipis lalu menjawab, "Oke, pakai baju yang agak tebal. Di luar berangin, Baby Girl!" Tanpa membantah, Deasy melangkah ke walk in closet dan mengambil mantel Burberry tebal miliknya di luar piyama yang senada dengan milik suaminya. Mereka berdua hanya keluar rumah berdua ke sisi barat rumah induk. Leeray memang membeli lahan luas yang kosong itu untuk lapangan berkuda, istal, dan membangun helipad. Ada lapangan basket mini juga yang biasa dipakai ketika saudara-saudaranya berkunjung bersama anak-anak mereka.Adik-adik Leeray semua sudah berkeluarga dan memiliki beberapa anak. Michael menikahi Brandy Tanurie yang awalnya mengejar-ngejar James. Gadis mungil pewaris tunggal legacy klan Tanurie itu menjatuhkan hatinya ke kakak gebetan, cinta masa kecilnya. Mereka memiliki sepasang anak perempuan dan laki-laki. Si sulung Alice dan adiknya bernama Rayden.Seda
"James, apa kau sudah menyampaikan kepergian kita ke Perth kepada dekan kampus?" tanya Laura di dalam kamar mandi hotel setelah ketiga anak mereka terlelap. Jacob, Joshua, dan Keira telah menjalani hari yang melelahkan. Pria yang baru saja selesai mandi dan berlilitkan handuk itu menghampiri Laura. Dia memeluk istrinya seraya menjawab, "Aku akan kirim email resmi ke bagian akademik untuk permohonan cuti. Pak Dekan memberi instruksi demikian setelah kukirimkan pesan singkat tadi. Berita dan rumor paparazi telah menyebar dengan cepat di kota ini karena Jeremy Thompson bukan orang biasa, dia atlet terkenal!" "James, kurasa demi ketenangan keluarga kita, ada baiknya kita menetap saja di Perth bersama keluarga Bang Leeray dan Deasy. Setidaknya anak-anak bisa bersekolah bersama Midori, Poseidon, dan Leon. Kita pelan-pelan cari kampus yang membutuhkan dosen juga sesuai ilmu yang kita miliki!" saran Laura. Dia lebih memikirkan kesehatan mental anak-anaknya yang masih kecil.Pasangan suami i
"Kita makan di restoran ini saja ya?" James memarkir mobil dengan rapi di halaman depan gerai fast food. Kemudian keluarga kecil itu turun dari mobil dan berjalan bersama-sama memasuki restoran penjual burger, hotdog, pretzel, dan makanan siap saji lainnya. Laura tak terlalu nyaman berada di tempat publik karena nampaknya kasus pelecehan yang dialaminya menjadi bumerang. Sosok Jeremy Thompson sebagai atlet football kebanggaan New South Wales dan sebagian besar penduduk Australia lebih dipercaya omong kosongnya dibanding dirinya yang bukan siapa-siapa.Pertanyaan wartawan tadi membuatnya malu, sehina itu tuduhan yang diberikan kepadanya. Padahal dia tak bersalah. Laura berdiri di belakang James dan putra putri mereka, melihat papan menu di sisi atas konter pemesanan."Apa yang ingin kamu pesan, Honey? Biar aku saja yang memesankan semua menu kita sekeluarga!" ujar James sambil mendengarkan teriakan Jacob, Joshua, dan Keira yang menyebutkan menu pilihan masing-masing. "Hubby, aku ingi
"Siapa kalian?! Jangan menggangguku!" teriak Laura putus asa di atas tempat tidur perawatannya di rumah sakit.Paparazzi yang mendominasi memenuhi ruang pasien VIP itu menahan tombol pemanggil perawat, mengambil foto tanpa izin dari Laura, dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang menggiring opini salah tentang pelecehan seksual yang dilakukan oleh Jeremy Thompson kepadanya. Rasanya justru wanita jahat yang merayu atlet terkenal asal Sydney itu adalah Laura."Miss Carson, apa motif Anda menggoda Jeremy Thompson? Apa untuk popularitas? Anda ingin ikut tenar bersamanya ya?" tanya Herald Grey, paparazzi bayaran Jeremy.Laura menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menutup telinga dengan kedua telapak tangannya. "Tidak ... itu tidak benar. Dia yang jahat!" jerit Laura histeris sementara berbagai pertanyaan ngawur dilontarkan kepada dirinya dan semakin membuat dirinya depresi.Wajah-wajah asing yang tak dikenalnya membuka mulut berbicara cepat dan keras menuduhkan hal yang sama sekali berbe
"Joe, kau harus bayar paparazi untuk menyebarkan hoaks tentang wanita bernama Laura Carson itu. Katakan bahwa dia telah lama terobsesi kepadaku dan memintaku menidurinya. Namun, dia mengaku aku yang memperkosanya!" seru Jeremy Thompson dengan berapi-api. Dia tak ingin masalah dengan Laura membuat karirnya kacau balau.Ben Carlberg, manager Jeremy berdecak kesal. "Seharusnya sebelum bertindak bodoh, hanya memikirkan selangkanganmu, sebaiknya kau mempertimbangkan tentang karirmu sebagai atlet terkenal, Jerry!" "Hey, jaga mulutmu! Itu hakku, jangan mengaturku. Shit!" teriak Jeremy Thompson mengamuk menuding-nuding wajah managernya.Dengan patuh, Ben menghubungi jurnalis kolom gosip receh agar membuat berita yang tak benar itu dan menjanjikan bayaran yang cukup banyak. Jeremy Thompson menyeringai puas. Dia ingin Laura yang dijadikan kambing hitam dalam peristiwa pelecehan dan pemerkosaan itu. Justru dia yang mengaku sebagai korban."Semuanya beres. Dalam hitungan menit berita hoaks itu
"Sir, istri Anda mengalami kekerasan fisik dan juga seksual. Itu hasil visum yang dilakukan oleh tim medis rumah sakit kami. Ini dokumen resminya, seandainya Anda membutuhkan untuk memproses pelaku secara hukum!" tutur Dokter Craig Johansen sembari menyerahkan sebuah map merah ke tangan James.Raut wajah pria muda itu begitu keruh. Dia mencoba untuk tenang ketika menjawab dokter yang menangani kondisi Laura pasca pemerkosaan yang dilakukan oleh Jeremy Thompson, "Baik, terima kasih atas bantuan Anda dan tim medis rumah sakit ini, Dok!" "Dengan senang hati, Mister James Indrajaya. Permisi!" Dokter Craig Johansen melanjutkan pekerjaannya yang lain dan meninggalkan James untuk menjenguk istrinya.Di ruang perawatan VIP rumah sakit, Laura ditemani oleh Philip yang matanya merah seperti sehabis menangis. Mantan terindah Laura itu menyayangkan nasib malang yang menimpa wanita yang sangat dia sayangi tersebut. "Aku tak tahu, Laura. Bagaimana bisa kamu sesial ini bertemu lagi dengan bedebah
"Damn! Ada apa dengan Laura? Kenapa dia mengirimkan pesan singkat semacam ini?" seru James di anak tangga area tepi kolam renang. Dia memang sedang menunggu ketiga anaknya mandi seusai les renang. Hari sudah sore dan Laura seharusnya pulang sendirian dari kampus NSWU. Laura ada jadwal mengajar setelah jam makan siang di kampus seperti biasanya.James segera bangkit menghampiri Jacob, Joshua, dan Keira yang berjalan keluar dari area toilet sehabis mandi. "Kids, Daddy harus segera mencari mommy. Ayo kita pulang, sepertinya mommy dalam kesulitan!" ujar James lalu memimpin rombongan kecil itu menuju ke parkiran mobil kolam renang umum di Sidney.Di tengah perjalanan pulang James mengenakan wireless ear phone dan menelepon Philip Landon. Dia ingin menanyakan tentang Laura. "Hello, Phil. Apa kau melihat Laura tadi siang hingga sore?" tanyanya risau."Hai, James. Sayang sekali tidak, aku sedang ada meeting di dekanat tadi. Ada apa dengan Laura?" jawab Philip ikut kuatir."Tadi Laura mengiri