Share

Bab 7: Terror

Alangkah terkejutnya, kala mereka berdua mendengar suara dari isi voice note tersebut.

Karena terkejut, spontan Dinda langsung melempar ponsel miliknya ke tempat tidur. Menatap ke arah wajah Amel, yang juga sama-sama tengah ketakutan.

 "Amel ... aku takut," ungkap Dinda, tetapi tidak mendapat jawaban apa pun dari Amel.

Beberapa menit mereka saling diam, menghabiskan waktu untuk sibuk dengan pikiran masing-masing. Tak ada yang berkata apa pun, sampai akhirnya Amel tiba-tiba saja berkata, "Apa mungkin ya, hantu itu lagi ada di sekitar sini?"

"Jangan ngaco kamu, Mel, kalau ngomong! Aku sekarang lagi takut, kamu malah nambah aku makin takut aja!" Dinda kesal, karena saat ini ia benar-benar merasa takut.

Ia masih ingin melanjutkan hidup, meskipun sederhana dan juga penuh akan cobaan, tetapi Dinda masih semangat. Ia tidak ingin meninggal dengan cara yang sangat tidak wajar seperti itu.

Dinda menggelengkan kepala, ia ingin menepis semua pikiran buruk itu. Tak sepantasnya ia takut dengan hantu, padahal derajat seorang manusia lebih tinggi.

Segera saja Dinda berkata, "Kita salat, yuk! Udah masuk waktu duhur. Kalau misalkan emang ada hantu itu di sini, maka kita enggak boleh ngerasa takut. Kita dekatkan lagi diri kita dengan Allah, pasti hantu itu enggak bakalan berani ganggu kok."

Amel menganggukkan kepalanya pelan, menyetujui ajakan dari Dinda barusan. Ia juga memiliki pemikiran yang sama, sehingga dua orang tersebut segera berdiri dari posisi duduknya yang tadi, lalu melangkahkan kaki untuk segera ke kamar mandi. Tentu saja bergantian.

******* 

"Eh, apa aku izin aja dulu ya, enggak masuk kuliah?" Dinda mengatakan hal itu, dengan wajah yang menunjukkan sekali jika dirinya saat ini merasa bingung.

"Loh, kenapa kamu? Karena terror hantu yang tadi?" Amel juga jadi ikutan bingung, mengapa temannya seperti kehilangan semangat seperti itu.

Dinda mengangguk. "Semua perlengkapan aku kan di sana, Amel. Rasanya males banget deh kalau aku harus ke sana lagi."

Kedua matanya terpejam, tak sanggup membayangkan harus ke sana lagi.

Amel yang tengah bersiap-siap untuk berangkat ke kampus sontak mengerutkan kening. Meski ngeri, rasanya tidak pantas untuk membolos kuliah.

"Ayok!" ajak Amel sembari mengulurkan tangan kanan pada Dinda, supaya temannya dapat segera bangun dari posisi yang sangat nyaman tersebut.

Dinda tak menolak ukuran tangan dari Amel, sehingga saat ini dirinya terduduk, tetapi masih bingung dengan apa yang harus ia lakukan. 

Melihat tingkah laku Dinda yang seperti itu, membuat Amel langsung tertawa pelan. Mengambil tote bag milik dirinya, lalu berkata, "Aku enggak mau ya, kalau kamu jadi bolos mata kuliah. Kalau emang barang-barang kamu masih ada di kosan, yuk kita ambil bareng-bareng."

"Kalau perlu, kamu ambil semua barang kamu, terus pindah ke kosan aku ini. Cukuplah buat berdua sih, biar enak juga akunya punya temen ngobrol pas mau tidur." Amel terkekeh, karena memang benar adanya.

Selama ini, dirinya selalu merasa sepi kala di malam hari. Rasanya pasti sangat asyik, jika di dalam satu indekos ada dua orang, maka dari itu dengan kejadian Dinda yang seperti itu, seperti menjadi sebuah keberuntungan bagi Amel.

Di sisi lain, Dinda seakan tak percaya dengan apa yang diutarakan oleh Amel barusan. 

"Kenapa? Kok kamu ngeliat aku kayak yang enggak percaya gitu sih?" tegur Amel, seraya balik menatap Dinda dan tertawa pelan.

"Kamu tuh aneh, ya." Dinda hanya mengatakan kalimat itu saja, setelah itu ia segera berdiri dan bersiap-siap untuk segera menuju ke indekos yang sebenarnya menyeramkan itu.

Mendengar kalimat yang diutarakan oleh Dinda, Alma hanya mengernyitkan dahinya saja, tidak ada pertanyaan yang diajukan. Karena ia merasa tidak terlalu penting.

Jika tadi saat berangkat menuju ke indekos Amel, yang mengendarai motornya adalah Amel sendiri, tetapi kali ini berbeda, karena Dinda mengajukan dirinya saja yang mengemudi.

Tak membutuhkan waktu yang lama bagi mereka berdua tiba di indekos tersebut. Hawa seram langsung terlihat dari luar bangunan indekos tersebut, tetapi Dinda berkali-kali memberi semangat pada dirinya sendiri, jika tidak boleh ada rasa takut pada hantu.

"Kamu ikut masuk ya, Mel, temenin aku?" pinta Dinda, yang mau tak mau dituruti oleh Amel.

Seberani apa pun, jika sudah ada tragedi yang menyeramkan dan juga bahkan hingga merenggut nyawa manusia, maka kondisinya sudah berubah.

Mereka berdua memasuki gerbang indekos tersebut. Namun, angin yang cukup kencang dan sangat dingin, menyambut mereka.

Keduanya bergidik ngeri, terlebih ketika mengamati daerah sekitar. "Kok sepi ya, Din?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status