Share

Bab 8: Kebingungan

Amel mulai ciut, rasa takut sudah menyelimuti. Ingin rasanya ia hanya menunggu di luar saja, tetapi di luar pun tetap saja ada rasa takut.

"Semuanya udah milih buat pindah mungkin, Mel. Ayok lah, kita ke kamar aku aja." Dinda bergegas melangkahkan kaki untuk menuju ke kamar dan membereskan semua barang-barang miliknya.

Tak ada kejanggalan apa pun, hanya hawa bangunan saja yang menjadi tak biasa. Seakan-akan bangunan indekos itu sudah lama tidak berpenghuni.

Tidak begitu jauh kamar milik Dinda, sesampainya di depan kamar, segera saja membuka pintu dan masuk ke dalam kamar tersebut.

Dinyalakannya lampu kamar, serta jendela pun dibuka. Hal itu bertujuan supaya ada udara yang masuk dan kamar tidak lagi pengap, tetapi alangkah terkejutnya kala pintu kamar tiba-tiba saja tertutup sendiri.

Amel yang sedari tadi hanya mengamati kamar saja dan berdiri tak jauh dari arah pintu pun langsung merasa ketakutan, berlari mendekat ke arah Dinda dan memeluk sangat erat.

Tak hanya Amel saja yang takut, sebenarnya Dinda juga merasa sangat takut, tetapi ia harus berani, supaya temannya tidak semakin ketakutan.

"Udah enggak apa-apa, itu cuma karena angin aja kok. Enggak usah takut ya," ucap Dinda, lalu bersiap-siap untuk kembali membereskan barang-barangnya.

Kali ini, Dinda ingin merapikan semua baju yang ada di lemari dan dibawa ke indekos milik Amel. Ajakan dari Amel untuk membawa semua barang-barang disetujui oleh Dinda.

Ya, selain untuk menghemat uang, dirinya juga bisa memiliki teman untuk bercerita tentang apa pun. Terutama, di saat kondisi yang seperti ini, Dinda butuh sekali teman supaya dirinya tidak merasa ketakutan.

Dinda mengira, hanya pintu yang tertutup secara tiba-tiba saja, itu sudah cukup. Namun, ternyata tidak, pada kenyataannya ada hal yang lebih menegangkan lagi.

Kala membuka lemari baju, bau amis langsung menyeruak dan tiba-tiba saja ada gulungan tali rafia yang memiliki bercak-bercak darah.

Sontak saja, hal itu membuat Amel dan Dinda langsung mundur dan juga ketakutan. Tali rafia itu otomatis langsung dibuang begitu saja di lantai.

Bersamaan dengan ditemukannya tali rafia tersebut, terdengar ketukan di pintu kamar, cukup pelan tapi terdengar sangat jelas.

"Dinda ...."

Suara lirih yang sangat menyeramkan, membuat Dinda dan juga Amel secara refleks langsung mundur beberapa langkah dari pintu masuk indekos tersebut.

Bahkan, kedua perempuan tersebut saling berpelukan. Membantu untuk mengatasi rasa takut yang terus-menerus, sebab ketukan di pintu serta suara lirih menyeramkan masih terdengar dengan sangat jelas.

"Din, aku takut banget serius. Ada jalan lain buat keluar dari kamar kamu enggak sih, Din?" Suara Amel bergetar, perempuan itu benar-benar merasa ketakutan.

Baru kali ini Amel mengalami hal mistis langsung di depan mata seperti sekarang, meskipun bersama dengan seorang teman, tetapi rasa takut tetap saja tidak bisa dikontrol dan dihilangkan begitu saja.

Posisi Dinda saat ini tentu saja merasa sangat bingung, di sisi lain ia harus membuat Amel tenang dan tidak Anik terus-menerus.

Namun, di posisi lain, Dinda juga hanya seorang manusia biasa yang tentu memiliki rasa takut. Apalagi, sedari tadi hantu itu hanya memanggil namanya saja.

"Mel, tenang dulu ya, aku yakin kok hantu itu enggak bakalan jahatin kita, tapi yang pasti kita enggak boleh keluar dari kamar ini dulu," ucap Dinda, seraya menggenggam tangan sebelah kanan milik Amel.

Wajah Amel memucat. Dia terdengar sangat ketakutan. "Terus, kita harus di sini sampai kapan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status