Share

Bab 2 : Dia Datang

"Mo-gok?" Ressa memastikan perkataan supirnya.

"Iya Non, mobilnya gak mau nyala," kata Tio membuat Ressa dan Andini tambah panik.

"Ba-gai-mana bisa?" gumam Ressa masih dengan menahan rasa takutnya.

"Sebentar saya cek dulu."

Tio buru-buru keluar mengecek keadaan mobilnya. Namun, Tio tidak menemukan apapun semua baik-baik saja.

"Aneh," gumamnya pelan, kemudian menutup depan mobilnya kembali.

Tio masuk ke dalam mobilnya, dengan raut wajah bingung.

"Bagaimana Pak?" tanya Andini.

"Semua baik baik saja," jawabnya pelan, sambil menggaruk belakang kepalanya.

Untuk sesaat mereka terdiam, padahal waktu baru saja menunjukan puku 13.30 tapi suasana begitu terasa mencekam.

BUGH

"Aaaaaaaaaa!" jerit Ressa dan Andini bersamaan.

Sebuah batu seuukuran bola kasti tepat menghantam bagian atas mobil mereka.

Rasa takut kembali muncul, Ressa melirik kanan dan kiri. Tiba tiba saja ....

Pluk

Sesuatu yang berbulu terlihat dari balik kaca jendela mobilnya, bagian atas.

Ressa, memejamkan matanya. Sesuatu yang berbulu itu tepat di sampingnya. Belum lagi soal darah yang masih menjadi misteri tepat berada di kursi di mana dia duduk.

"Tu-pay," gumam Ressa pelan.

Seekor tupai yang sudah tersembelih jatuh secara perlahan, meninggalkan jejak darah di kaca mobil Ressa.

Ressa menelan salivanya dengan susah payah.

"Alhamdulillah, mobilnya nyala lagi." Tio bersorak, tanpa pikir panjang Tio langsung menjalankan mobilnya.

Dari kaca spion, Ressa melihat seorang yang tengah berdiri menggunakan topeng dengan kapak di tangannya, dan tangan yang satunya lagi melambai ke arah mobil.

"Andini coba kamu tengok ke belakang, apa ada orang?" tanya Ressa pelan.

"Tidak ada siapa siapa," jawab Andini santai karena dia memang tidak melihat ataupun merasakan ketakutan seperti yang Resa alami.

Perlahan Ressa menoleh ke belakang, dan iya tidak ada siapa pun di sana termasuk seseorang yang tadi memegang kapak.

'Aneh,' batin Ressa.

***

"jangan lupa nanti malam ya," kata Ressa mengingatkan Andini.

"Siap tunggu aja, terimakasih buat tumpangan setiap harinya ya, aku pulang dulu," pamit Andini dan langsung pergi ke rumahnya.

Ressa pun masuk ke dalam rumahnya.

Dug

Tiba tiba kaki Ressa tersandung, ternyata di depannya ada sebuah kaleng yang agak berat.

'Ini pasti ulah Bi Rosmi yang buang sampah, tapi sampahnya jatuh,' pikir Ressa kemudian mengambil kaleng tersebut.

Tiba tiba ....

Huuueeekkkk Huuueeekkkk

Ressa tidak kuat menahan rasa mualnya, bau anyir yang menyengat membuatnya langsung memuntahkan isi perutnya.

"Non, kenapa?" tanya Tio yang sedang memandikan mobil majikannya menghentikan aktivitasnya.

Huuueeekkkk huuueeekkkk

Bukannya menjawab, Ressa kembali muntah.

"Roooossss .... Roooossss .... " teriak Tio memanggil asisten rumah tangga yang bekerja di sana.

Namun, tidak ada sahutan Pak Tio segera berlari kedalam rumah untuk mengambilkan air.

"Di minum dulu, Non." Tio menyodorkan air hangat pada Ressa yang langsung di teguknya hingga tandas.

"Nona baik baik saja?" tanya Tio cemas.

Ressa diam saja sambil memperhatikan kaleng yang mengeluarkan tetesan darah.

"Bisa Pak Tio cek apa isi kaleng itu," kata Ressa menunjuk kaleng yang berada di pojokan.

Tio melihat kaleng berbentuk persegi panjang itu, kemudian mendekatinya.

Tio mengambil kaleng itu, bau anyir menyeruak ke hidungnya. Dengan perlahan Tio mulai membukanya.

"Astagfirullah ...." ucapnya pelan. Tanpa sengaja kaleng itu terbanting dan keluarlah 10 ekor tikus yang sudah di sembelih. Darahnya berceceran dimana-mana.

Ressa yang melihat itu langsung berlari ke dalam rumahnya, dia tidak kuat melihat bangkai tikus yang menjijikan itu.

"Perbuatan siapa ini?!" gerutu Ressa sesampainya di kamar.

Saat menuju ranjang lagi-lagi Ressa menemukan sesuatu, sebuah botol dengan kertas di dalamnya. Ressa melihat sekelilingnya tidak ada yang aneh dan tidak ada yang berubah di dalam kamarnya.

Ressa meraih botol tersebut, di bukanya dengan perlahan lalu menarik kertas yang tergolong di dalamnya.

Ressa mulai membentangkan kertas itu.

NYAWA DI BAYAR DENGAN NYAWA!

"HAH!" sontak Ressa membuang kertas yang ada di tangannya.

Ressa kembali melihat sekelilingnya, tapi tidak ada apapun di sana. Ressa memeluk lututnya erat, air matanya kembali mengalir. Ressa tidak mengerti dari mana datangnya teror ini, dan apa kesalahannya.

"Tolong lindungi aku," gumam Ressa terisak.

Tok Tok Tok

"Non, Nona tidak papa ?" Rosmi berteriak di balik pintu.

Rosmi baru saja pulang, entah darimana, dan tanpa sengaja mendengar jeritan Ressa.

Secepat kilat Ressa langsung beranjak dari ranjangnya, kemudian berlari membuka pintu.

"Bibi Rosmi."

Ressa langsung memeluk Rosmi dengan erat, tangisannya pecah begitu saja.

"Ada apa, Non?" tanya Rosmi pelan.

Ressa menggelengkan kepalanya, dan kembali menangis.

***

Malam pun tiba, sesuai dengan janjinya sekarang Andini sudah berada di rumah Ressa.

Waktunya makan malam, Bi Rosmi sudah menyiapkan hidangan yang begitu menggugah selera. Tio dan Rosmi ikut duduk bersama Ressa dan juga Andini. Tidak ada perbedaan di antara mereka Ressa sudah menganggapnya seperti keluarga sendiri.

Tak membutuhkan waktu lama, makan malam pun usai.

"Jangan pada pergi dulu, ada yang ingin aku tanyakan pada kalian," kata Ressa menahan Tio dan Rosmi.

"Sebelum Ibu meninggal, apa teror ini sudah terjadi?" tanya Ressa langsung pada intinya.

"Teror apa maksudnya?" tanya Rosmi tidak mengerti.

"Apa diantara kalian tidak ada yang merasakannya?" Ressa balik bertanya.

"Selama Bibi kerja disini, Bibi nyaman-nyaman aja gak ada gangguan apa pun," sahut Bi Rosmi yakin.

"Pak Tio gimana?" tanya Ressa yakin kalau Pak Tio tau dengan semua ini, secara Pak lebih lama kerja disini ketimbang Rosmi.

"Bapak kurang tau Non, tapi Bapak kayaknya pernah lihat seseorang masuk lewat pintu belakang, tapi Bapak tidak tahu karena pas Bapak kejar Bapak tidak bisa menyeimbangkannya. Dia terlalu cepat," tutur Pak Tio menceritakan pengalamannya.

"Apa Ayahku punya musuh?" tanya Ressa tiba-tiba. Ressa ingin menguak semuanya.

"Setahu Bapak tidak Non, Tuan orangnya baik," jawab Pak Tio.

Ressa memijat pelipisnya, pusing memikirkan sesuatu yang menurutnya tidak masuk akal ini.

"Kalian boleh pergi, terimakasih," ucap Ressa.

***

"Ini sudah jam sebelas malam, kamu gak tidur?" tanya Andini, yang melihat Ressa terus saja memandang gorden dengan gelisah.

"Tunggu sebentar lagi Andini, aku yakin dia pasti muncul," kata Ressa yakin.

"Kamu yakin tidak berhalusinasi, kan?" tanya Andini memastikan.

"Tidak, kamu harus percaya, dia menggunakan jubah panjang dengan kapak di tangannya. Jangan tidur dulu Andin, katanya kamu mau bantu nangkap dia, kan? Kalau dia muncul kita harus langsung menyerangnya, aku sudah menyiapkan golok di bawah ranjang," kata Ressa menepuk nepuk pipi Andini.

"Iya kalau dia muncul kamu bisa bangunin aku," ujar Andini menyelimuti dirinya sampai kepala.

Malam terasa mencekam, sunyi, sepi, menghiasi malam ini. Ressa tidak bisa tidur pikirannya gelisah, sesekali matanya melirik gorden yang berkibar kibar tertiup angin. Ada rasa takut yang terselubung dalam hatinya, Ressa tidak seberani dengan apa yang tadi dia ucapkan.

Kreeekkk

Tiba tiba saja pintu kamar Ressa terbuka dengan sendirinya, sedikit demi sedikit dan akhirnya terbuka lebar tapi tidak ada seorang pun berdiri di sana.

Ressa memeluk selimutnya dengan erat, tiba tiba selembar kertas berwarna putih terpampang jelas di depan pintu tanpa ada yang memeganginya.

KATANYA SUDAH SIAPIN GOLOk

"HAH!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status