"Mo-gok?" Ressa memastikan perkataan supirnya.
"Iya Non, mobilnya gak mau nyala," kata Tio membuat Ressa dan Andini tambah panik."Ba-gai-mana bisa?" gumam Ressa masih dengan menahan rasa takutnya."Sebentar saya cek dulu."Tio buru-buru keluar mengecek keadaan mobilnya. Namun, Tio tidak menemukan apapun semua baik-baik saja."Aneh," gumamnya pelan, kemudian menutup depan mobilnya kembali.Tio masuk ke dalam mobilnya, dengan raut wajah bingung."Bagaimana Pak?" tanya Andini."Semua baik baik saja," jawabnya pelan, sambil menggaruk belakang kepalanya.Untuk sesaat mereka terdiam, padahal waktu baru saja menunjukan puku 13.30 tapi suasana begitu terasa mencekam.BUGH"Aaaaaaaaaa!" jerit Ressa dan Andini bersamaan.Sebuah batu seuukuran bola kasti tepat menghantam bagian atas mobil mereka.Rasa takut kembali muncul, Ressa melirik kanan dan kiri. Tiba tiba saja ....PlukSesuatu yang berbulu terlihat dari balik kaca jendela mobilnya, bagian atas.Ressa, memejamkan matanya. Sesuatu yang berbulu itu tepat di sampingnya. Belum lagi soal darah yang masih menjadi misteri tepat berada di kursi di mana dia duduk."Tu-pay," gumam Ressa pelan.Seekor tupai yang sudah tersembelih jatuh secara perlahan, meninggalkan jejak darah di kaca mobil Ressa.Ressa menelan salivanya dengan susah payah."Alhamdulillah, mobilnya nyala lagi." Tio bersorak, tanpa pikir panjang Tio langsung menjalankan mobilnya.Dari kaca spion, Ressa melihat seorang yang tengah berdiri menggunakan topeng dengan kapak di tangannya, dan tangan yang satunya lagi melambai ke arah mobil."Andini coba kamu tengok ke belakang, apa ada orang?" tanya Ressa pelan."Tidak ada siapa siapa," jawab Andini santai karena dia memang tidak melihat ataupun merasakan ketakutan seperti yang Resa alami.Perlahan Ressa menoleh ke belakang, dan iya tidak ada siapa pun di sana termasuk seseorang yang tadi memegang kapak.'Aneh,' batin Ressa.***"jangan lupa nanti malam ya," kata Ressa mengingatkan Andini."Siap tunggu aja, terimakasih buat tumpangan setiap harinya ya, aku pulang dulu," pamit Andini dan langsung pergi ke rumahnya.Ressa pun masuk ke dalam rumahnya.DugTiba tiba kaki Ressa tersandung, ternyata di depannya ada sebuah kaleng yang agak berat.'Ini pasti ulah Bi Rosmi yang buang sampah, tapi sampahnya jatuh,' pikir Ressa kemudian mengambil kaleng tersebut.Tiba tiba ....Huuueeekkkk HuuueeekkkkRessa tidak kuat menahan rasa mualnya, bau anyir yang menyengat membuatnya langsung memuntahkan isi perutnya."Non, kenapa?" tanya Tio yang sedang memandikan mobil majikannya menghentikan aktivitasnya.Huuueeekkkk huuueeekkkkBukannya menjawab, Ressa kembali muntah."Roooossss .... Roooossss .... " teriak Tio memanggil asisten rumah tangga yang bekerja di sana.Namun, tidak ada sahutan Pak Tio segera berlari kedalam rumah untuk mengambilkan air."Di minum dulu, Non." Tio menyodorkan air hangat pada Ressa yang langsung di teguknya hingga tandas."Nona baik baik saja?" tanya Tio cemas.Ressa diam saja sambil memperhatikan kaleng yang mengeluarkan tetesan darah."Bisa Pak Tio cek apa isi kaleng itu," kata Ressa menunjuk kaleng yang berada di pojokan.Tio melihat kaleng berbentuk persegi panjang itu, kemudian mendekatinya.Tio mengambil kaleng itu, bau anyir menyeruak ke hidungnya. Dengan perlahan Tio mulai membukanya."Astagfirullah ...." ucapnya pelan. Tanpa sengaja kaleng itu terbanting dan keluarlah 10 ekor tikus yang sudah di sembelih. Darahnya berceceran dimana-mana.Ressa yang melihat itu langsung berlari ke dalam rumahnya, dia tidak kuat melihat bangkai tikus yang menjijikan itu."Perbuatan siapa ini?!" gerutu Ressa sesampainya di kamar.Saat menuju ranjang lagi-lagi Ressa menemukan sesuatu, sebuah botol dengan kertas di dalamnya. Ressa melihat sekelilingnya tidak ada yang aneh dan tidak ada yang berubah di dalam kamarnya.Ressa meraih botol tersebut, di bukanya dengan perlahan lalu menarik kertas yang tergolong di dalamnya.Ressa mulai membentangkan kertas itu.NYAWA DI BAYAR DENGAN NYAWA!"HAH!" sontak Ressa membuang kertas yang ada di tangannya.Ressa kembali melihat sekelilingnya, tapi tidak ada apapun di sana. Ressa memeluk lututnya erat, air matanya kembali mengalir. Ressa tidak mengerti dari mana datangnya teror ini, dan apa kesalahannya."Tolong lindungi aku," gumam Ressa terisak.Tok Tok Tok"Non, Nona tidak papa ?" Rosmi berteriak di balik pintu.Rosmi baru saja pulang, entah darimana, dan tanpa sengaja mendengar jeritan Ressa.Secepat kilat Ressa langsung beranjak dari ranjangnya, kemudian berlari membuka pintu."Bibi Rosmi."Ressa langsung memeluk Rosmi dengan erat, tangisannya pecah begitu saja."Ada apa, Non?" tanya Rosmi pelan.Ressa menggelengkan kepalanya, dan kembali menangis.***Malam pun tiba, sesuai dengan janjinya sekarang Andini sudah berada di rumah Ressa.Waktunya makan malam, Bi Rosmi sudah menyiapkan hidangan yang begitu menggugah selera. Tio dan Rosmi ikut duduk bersama Ressa dan juga Andini. Tidak ada perbedaan di antara mereka Ressa sudah menganggapnya seperti keluarga sendiri.Tak membutuhkan waktu lama, makan malam pun usai."Jangan pada pergi dulu, ada yang ingin aku tanyakan pada kalian," kata Ressa menahan Tio dan Rosmi."Sebelum Ibu meninggal, apa teror ini sudah terjadi?" tanya Ressa langsung pada intinya."Teror apa maksudnya?" tanya Rosmi tidak mengerti."Apa diantara kalian tidak ada yang merasakannya?" Ressa balik bertanya."Selama Bibi kerja disini, Bibi nyaman-nyaman aja gak ada gangguan apa pun," sahut Bi Rosmi yakin."Pak Tio gimana?" tanya Ressa yakin kalau Pak Tio tau dengan semua ini, secara Pak lebih lama kerja disini ketimbang Rosmi."Bapak kurang tau Non, tapi Bapak kayaknya pernah lihat seseorang masuk lewat pintu belakang, tapi Bapak tidak tahu karena pas Bapak kejar Bapak tidak bisa menyeimbangkannya. Dia terlalu cepat," tutur Pak Tio menceritakan pengalamannya."Apa Ayahku punya musuh?" tanya Ressa tiba-tiba. Ressa ingin menguak semuanya."Setahu Bapak tidak Non, Tuan orangnya baik," jawab Pak Tio.Ressa memijat pelipisnya, pusing memikirkan sesuatu yang menurutnya tidak masuk akal ini."Kalian boleh pergi, terimakasih," ucap Ressa.***"Ini sudah jam sebelas malam, kamu gak tidur?" tanya Andini, yang melihat Ressa terus saja memandang gorden dengan gelisah."Tunggu sebentar lagi Andini, aku yakin dia pasti muncul," kata Ressa yakin."Kamu yakin tidak berhalusinasi, kan?" tanya Andini memastikan."Tidak, kamu harus percaya, dia menggunakan jubah panjang dengan kapak di tangannya. Jangan tidur dulu Andin, katanya kamu mau bantu nangkap dia, kan? Kalau dia muncul kita harus langsung menyerangnya, aku sudah menyiapkan golok di bawah ranjang," kata Ressa menepuk nepuk pipi Andini."Iya kalau dia muncul kamu bisa bangunin aku," ujar Andini menyelimuti dirinya sampai kepala.Malam terasa mencekam, sunyi, sepi, menghiasi malam ini. Ressa tidak bisa tidur pikirannya gelisah, sesekali matanya melirik gorden yang berkibar kibar tertiup angin. Ada rasa takut yang terselubung dalam hatinya, Ressa tidak seberani dengan apa yang tadi dia ucapkan.KreeekkkTiba tiba saja pintu kamar Ressa terbuka dengan sendirinya, sedikit demi sedikit dan akhirnya terbuka lebar tapi tidak ada seorang pun berdiri di sana.Ressa memeluk selimutnya dengan erat, tiba tiba selembar kertas berwarna putih terpampang jelas di depan pintu tanpa ada yang memeganginya.KATANYA SUDAH SIAPIN GOLOk"HAH!"Ressa memandang tajam tulisan di hadapannya, tiba tiba kertas itu bergulir dan menampilkan tulisan lain.KELUARGA PEMBUNUHDegup jantung Ressa semakin kuat, ada apa ini sebenarnya ?Ressa memejamkan matanya, mencerna kata-kata yang tadi tertulis di kertas tersebut.BRAKKedua mata Ressa terbuka seketika, pintu kamarnya kembali tertutup sekarang.Dengan gerakan perlahan Ressa turun dari ranjangnya, dengan berbekal sebilah golok di tangannya Ressa keluar dari kamarnya.Ressa celingukan waspada dengan keadaan yang begitu sunyi.Tiba tiba Ressa melihat sekelebat bayangan hitam di bawah sana. Dengan cepat Ressa turun ke bawah, dan segera menuju pintu depan. Ressa sangat yakin kalau dia lewat pintu depan."Kemana dia?" gumam Ressa masih dengan waspada.TrengSebuah kaleng menggelinding tepat di hadapannya. Sebelum Ressa mengambilnya, Ressa melihat-lihat dulu suasana disekitar rumahnya. aman, tidak ada siapapun. Ressa, mengambil kaleng berbentuk tabung itu lalu membukanya.Lagi lagi sebuah k
"Ayah, aku mau rumah ini dijual!" ucap Ressa tiba-tiba.Zaki yang sedang memeriksa berkas menghentikan aktivitasnya, matanya menatap Ressa heran."Kenapa?" "Rumah ini horor aku gak tenang tinggal di rumah ini!" teria Ressa menggebu gebu. Kejadian di sekolah membuatnya berontak, Ressa tidak bisa menerima saat Sekar meyebutnya anak pesugihan."Jangan bicara aneh-aneh kamu cepat masuk!" seru Zaki tidak suka. Ressa pulang sekolah langsung marah-marah tidak jelas."Tapi, aku berkata jujur," sahut Ressa memelas. Ressa mulai muak dengan hidupnya, yang tiba-tiba ada teror entah dari mana datangnya, dan entah apa tujuannya."Sudah Papah pikirkan, kita akan pergi ke kota, tapi setelah kamu lulus sekolah," ujar Zaki tegas.Ressa menundukkan kepalanya, lulus sekolah masih lama, sekarang baru menginjak semester pertama berarti 6 bulan lagi Ressa harus bertahan.Ressa mendesah pelan sebelum meninggalkan Zaki yang sedang bermesraan dengan Dea. Sampai di kamar, Ressa merebahkan tubuhnya, menatap lan
Malam sudah tiba, Andini menggelegar karpet di kamarnya karena kasurnya yang kekecilan tidak muat untuk tidur berdua, jadi Andini menghubungkannya dengan karpet. Selesai menggelar karpet, Andini menyiapkan bantal dan juga selimutnya untuk Ressa."Terimakasih yah kamu baik banget selalu ada untuk aku, andai tidak ada kamu entah harus kemana aku pergi," ucap Ressa melihat Andini yang sedang menyiapkan tempat tidur untuknya"Tidak masalah, kita kan sahabat," balas Andini terseyum."Maaf ya aku selalu merepotkan,""Jangan seperti itu, aku sudah anggap kamu keluarga," Andini merangkul bahu Ressa."Terimakasih Andini," ujar Ressa yang beringsut ke tempat tidur. Kakinya masih perih, karena banyaknya luka akibat gesekan dari tumbuhan yang berduri."Istirahatlah aku mau ke belakang dulu bantu Bibi."Ressa menjawabnya dengan anggukan kepala. Sepeninggalan Andini, Ressa membaringkan tubuhnya di atas kasur, matanya menatap langit langit yang terbuat dari anyaman bambu memikirkan kehidupannya yang
"Aldo," seru Ressa kaget. Dia pikir orang misterius itu kembali, tapi ternyata yang ada di belakangnya adalah Aldo, teman sekelasnya."Maaf, aku bikin kamu kaget." Aldo berlari kecil menghampiri Ressa."Oh tidak," kata Ressa menepi. Berjalan kembali tidak memperdulikan kehadiran Aldo. Ressa ingin segera sampai. Hatinya sedang tidak tenang, Ressa tidak ingin berbicara dengan siapa pun."Aku duluan," ucap Ressa, kemudian berlari menerobos hujan yang sudah mulai reda. Ressa tidak peduli saat Aldo memanggilnya, itu tidak penting baginya.Tidak berapa lama, Ressa sudah sampai di rumahnya. Dengan tubuh menggigil, Ressa memaksakan diri masuk setelah gedoran pintu tidak ada yang membukanya."Ressa!" tiba-tiba seseorang memanggilnya begitu keras.Ressa mendongak ke atas, melihat Zaki yang sedang berkacak pinggang di sana."Kenapa kamu masuk dalam keadaan basah kuyup seperti ini? Astaga ...." Zaki menghampiri Ressa yang mematung menatapnya."Pantas tidak ada yang membuka pintu, pantas sampai ti
Ressa memandang foto tersebut. Wajahnya begitu rupawan, dengan tahi lalat di dagunya menambah kesan manis pada foto wanita itu.Senyumannya terukir begitu tulus, memakai sanggul, dan kebaya berwarna putih. Ressa, kemudian membalikan foto tersebut."Kehancuran," gumam Ressa pelan.Ressa, menatap tulisan tersebut yang berada di balik foto. Heran, sudah pasti dia rasakan. Hatinya pun bertanya-tanya, tentang siapa wanita cantik itu? Kenapa bisa berada di ruangan kerja Ayahnya?"Ehh, Bibi ngapain di sini?" tanya Ressa kaget. Saat mau keluar dari ruang kerja Zaki, Rosmi berdiri di ambang pintu."Maaf Non, ada Pak Tomo bersama Mutia," kata Rosmi mengatakan tujuannya. "Oh, terimakasih," ujar Ressa, kemudian berlalu dari hadapan Rosmi. Tidak lupa Ressa mengunci ruangan kerja Ayahnya. Beruntung hanya Ressa dan Zaki saja yang punya kunci ruangan tersebut. Ressa, turun ke bawah dengan langkah kaki tergesa. Tampak Tono dan Mutia tengah duduk di ruang tamu. "Apa kabar, Non Ressa?" Tomo berdiri saat
Ressa tersentak kaget, batu sebesar bola kasti mengenai tanah, tepatnya di belakang Ressa. Ressa memperhatikan batu yang menggelinding ke arahnya. Matanya menatap seluruh penjuru di sekitarnya."Hey berhenti!" teriak Ressa tiba-tiba saat melihat daun yang bergoyang tidak jauh di mana dia berdiri. Ressa, tidak menghiraukan panggilan Dea yang ketakutan sendirian. Ressa lebih mementingkan orang yang berani mengerjainya. Ressa, terus berlari hingga sampai di tepi sungai. Ressa, celingukan mencari sosok yang sempat dia lihat. Namun, tidak ada siapa pun di sana, Ressa kehilangan jejak."Kamu mencariku."Suara itu kembali, suara yang sudah tidak asing di telinga Ressa. Dengan gerakan perlahan, Ressa memutar tubuhnya.Plak"Aaawwww, hey .... Apa yang kamu lakukan?"Ressa terperanjat, suara itu berganti. Padahal Ressa dengan jelas mendengar suara si pemilik kapak tersebut."Tante ngapain di sini?" tanya Ressa heran."Ya jelas nyusul kamulah!" jawab Dea marah. Saat itu, Ressa memang berbalik de
"Andini, apa kamu kenal dengan foto ini?" tanya Ressa memperlihatkan foto yang dia bawa. "Aku tidak tahu, Ressa." Andini menjawab begitu singkat, setelah beberapa saat dia terdiam."Coba kamu perhatikan dulu, Andini," pinta Ressa memelas."Aku tidak mengenalnya, Ressa. Kalau pun aku tahu pasti aku akan memberitahu semuanya. Sayangnya aku tidak tahu," kata Andini, kemudian sibuk kembali dengan bacaan di depannya.Ressa termenung, sudah dari semalam dia memikirkan foto tersebut. Dari riasannya, terlihat wanita tersebut seperti seorang pengantin. Ressa memperhatikan foto tersebut dengan teliti, tapi tetap saja Ressa tidak tahu siapa dia."Mungkin itu ibumu saat masih muda," celetuk Andini, saat melihat Ressa bengong."Ibuku tidak punya tahi lalat. Tunggu .... Kenapa wajah kamu bagitu mirip dengan foto ini." Resa membandingkan foto yang berada di tangannya dengan Andini di depannya. "Bukannya di dunia ini setiap manusia memiliki 7 kembaran? Jangan berpikir kalau dia adalah ibuku. Aku m
"Jaga bicaramu, Sekar!" seru Ressa penuh tekanan. Ressa tidak percaya dengan apa yang Sekar katakan. Jika benar Ayahnya menyembah sesuatu untuk kepentingan dunia, maka tidak mungkin kepalanya kena hantaman kapak. Tidak mungkin sesuatu yang disembah, melukai penyembahnya dengan cara tidak masuk akal. Lagipula luka yang Zaki alami bisa diobati dengan tenaga medis. Orang misterius itu juga melayang menggunakan tali, bukan menghilang meninggalkan kepulan asap."Aku melihatnya dengan kepalaku sendiri," kata Sekar dengan tatapan begitu yakin."Omong kosong macam apa ini? Atau mungkin kamu dibalik semua ini?" "Apa maksudmu?" tanya Sekar heran.Ressa terdiam, tidak mungkin jika dia harus menceritakan teror yang dialaminya pada Sekar."Jangan pura-pura kamu! Ada masalah apa kamu dengan keluargaku!?""Hahaha .... Dasar orang gila," gumam Sekar, kemudian meninggalkan Ressa yang masih diselimuti amarah."Ressa, ayo masuk," ajak Andini."Andini, apa Sekar termasuk dalam hal ini?" tanya Ressa denga