Share

2. Memasuki Alam Lain

Sesosok berpakaian putih yang tadi di kejarnya samar terlihat di pojok ruangan. Namun, ketika ia menajamkan penglihatan sosok itu sudah tak ada. Perlahan ia bangkit. Dalam benaknya lari adalah jalan terbaik. Meski goyah ia tetap berusaha mundur mencari jalan keluar dari ruangan mengerikan itu.

Parmin segera berbalik. Namun, tubuhnya menabrak sesuatu di belakangnya.

"Aaaa!" Parmin berteriak sembari menutupi wajahnya.

"Mas Min ...." Suara merdu yang didengarnya seketika membuat Parmin memberanikan diri membuka mata. Dia mengembuskan napas lega. Seorang gadis bergaun merah berdiri di hadapannya, tengah menatapnya lurus tanpa senyum.

Parmin yang ketakutan, berusaha melirik ke bawah. Ternyata kaki gadis itu masih menapak lantai.

"Ah, Mbak ternyata manusia. Kupikir hantu."

Parmin mengusap dada, merasakan degup jantung yang tak beraturan. Gadis bergaun merah itu memberikan senyum yang samar dan aneh. Sangat aneh, tengah malam mengapa seorang gadis berada di ruang jenazah.

Dalam benaknya, Parmin menduga gadis muda ini petugas ruang mayat yang baru. Wajahnya masih tampak asing, ia tak pernah melihat sebelumnya.

"Mbak ini ... yang memesan kopi pada saya?" Suara Parmin memecah kesunyian.

Gadis bergaun merah itu hanya mengangguk. Wajahnya masih tanpa senyum sedikit pun. Dingin.

"Mbak, mengapa ada di ruangan ... ini? Tidak takut?" Gadis bergaun merah itu hanya menggeleng.

"Mbak apakah penjaga kamar ini yang baru?" Gadis itu kembali hanya mengangguk, membuat Parmin menjadi sedikit kesal.

"Mengapa gadis ini hanya diam saja, untung cantik," Parmin membatin.

"Mbaknya kok ditanya cuma angguk-anguk aja, bisu, ya?" ceplos Parmin. Dengan cepat ia menutup mulutnya yang terasa kurang ajar itu. Tanpa ia duga, sang gadis bergaun merah kembali mengangguk.

"Dia mengiakan? Bisu? Lantas siapa tadi memanggil namaku? Ah, masa bodo!" batin Parmin terus berkecamuk.

"Maaf, Mbak. Saya ngeri lama-lama di sini. Di mana saya harus menyimpan kopi ini? Saya harus kembali dengan cepat. Besok pagi saya ambil kembali termosnya. Atau Mbak, bisa menitipkan di depan gerobak saya." Gadis itu masih terdiam dengan wajah menatap kosong padanya. Parmin kebingungan melihat reaksi gadis di hadapannya.

"Mbak?"

Gadis bergaun merah itu mengangkat tangannya perlahan dan menunjuk ke pojok. Parmin mengikuti dengan pandangannya, sebuah meja berisi peralatan medis sepertinya. Dengan masih takut-takut, Parmin menuju meja, mengeluarkan termos mini, dan gelas plastik dari dalam tasnya, kemudian menyusunnya.

"Selesai."

Parmin terkejut ketika berbalik gadis itu sudah ada di belakangnya tanpa terdengar langkah kakinya.

Parmin mengusap dadanya, "Aduh! Mbak ngagetin saya saja." Gadis bergaun merah itu masih terdiam dengan wajah kaku dan tatapan yang kosong.

Mendadak angin berhembus kencang dan ruangan berkabut. Parmin tak bisa melihat apapun kecuali gadis bergaun merah itu yang berjalan sangat cepat seperti melayang. Parmin berteriak memanggilnya, lalu mengejarnya karena ia sangat ketakutan ditinggal sendiri dalam ruang jenazah.

Tanpa sadar Parmin sudah berada di sebuah ruang kosong. Ia melihat ke sekeliling, hanya ada kegelapan yang pekat. Matanya mendadak terasa perih. Namun, tiba-tiba ruangan tempat Parmin berdiri berubah dalam sekejap. Parmin menajamkan penglihatannya ia seperti berada di sebuah kamar. Semua tak terlihat jelas karena remang-remang. Namun, hanya ada suara gedebuk dan teriakan tertahan yang terdengar sangat jelas di telinganya. Parmin berusaha membuat matanya fokus dan seketika ia terbelalak.

Di sana, tepat di depan matanya, seorang lelaki tua tengah bergumul dengan seorang perempuan di atas ranjang. Lelak itu sedang menindih perempuan di bawahnya. Wajah Parmin memerah karena malu, ia pun membuang muka.

"Matilah kau!" Namun, suara kasar yang didengarnya, mau tak mau membuatnya kembali berpaling.

Mata Parmin kembali terbelalak memelototi adegan yang tadinya disangka pergumulan suka sama suka itu.

"Itu pemerkosaan!" teriaknya.

Parmin menyadari dan melihat dengan jelas, kalau gadis yang di bawah pria itu sedang megap-megap berjuang melepaskan diri dari cekikan. Matanya sampai memelotot menahan sakit, hingga mengeluarkan air mata. Lelaki di atasnya pun terlihat mendelik mengerikan.

"Hei! Lepaskan!" Parmin sekuat tenaga berusaha menariknya lelaki durjana itu. Namun, Parmin sangat kaget ketika tangannya melewati mereka. Dia, seperti menangkap ruang yang kosong. Parmin mencoba berkali-kali hasilnya tetap sama. Dia pun menjambak rambutnya saking frustrasi. Wajah gadis itu kini, semakin memerah menahan cekikkan, sementara tangannya sedang berusaha keras melepas cekalan. Parmin hanya mampu berteriak-teriak dan menjangkau kehampaan seakan-akan tak ada yang mendengar dan melihat suaranya.

"Mengapa seperti ini?"

"Apakah aku sudah mati?" Parmin keheranan mendapati keadaan dirinya.

"Kkh ... kkhh ...." Suara tertahan gadis itu kembali menyadarkannya.

"Aku harus melakukan sesuatu!" tekadnya.

"Hei, Gadis! Lentikkan ibu jarinya! Tendang alat vitalnya!" teriak Parmin berulangkali.

Saat itu, keajaiban terjadi. Seakan mendengar suaranya, si gadis menarik ibu jari tangan lelaki yang mencekiknya keluar. Si lelaki menguatkan cekikkannya, tetapi posisi ibu jari yang ditarik paksa jemari gadis itu dari arah tengah kedua tangan lelaki, membuat daya cekiknya melemah dengan cepat, tekanan pada lehernya dan cekalan pun perlahan mengendur.

Berhasil!

Sang gadis mendorong sekuat tenaga, lalu menendang lelaki tepat di bagian intinya. Lelaki mengerikan itu terjengkang sambil menjerit. Sayang sekali, tendangannya kurang tepat sasaran hanya mengenai perut atasnya. Si gadis segera turun dari ranjang melarikan diri.

"Lari, ayo lari ke sini!" teriak Parmin berusaha membuka pintu. Si gadis menyambutnya dan meraih handle pintu. Namun sayang, sebelum berhasil mencapainya, Si lelaki berhasil mengejar kemudian menendang hingga terjatuh, alhasil kepalanya membentur pintu.

Parmin tercekat. Kini, wajah lelaki penjahat itu menatap lurus ke arah Parmin seakan-akan bisa melihatnya dengan sorot mata mengerikan. Rambut panjang riap-riap, wajahnya penuh bekas luka. Parmin tercekat. Ia terduduk dengan gemetar. Ketakutan jika lelaki itu akan menghajarnya. Tangan lelaki itu terangkat seakan, Parmin refleks memejamkan mata.

Namun, lelaki itu kemudian memalingkan wajah pada gadis yang tergeletak di lantai sembari merintih menahan sakit. Tanpa berbicara ia mencekal rambut panjang Si gadis yang sontak mengaduh kesakitan.

Parmin membuka matanya, ia bersyukur selamat, tetapi nyawa gadis itu dalam bahaya. Parmin sangat ingin menolongnya. Ia berusaha melepaskan cekalan lelaki mengerikan itu.

Sayangnya, tiba-tiba lelaki itu kembali menatapnya tajam. Matanya melotot tajam, lalu ia berteriak sangat keras, "Kau! Tunggulah giliranmu!" teriaknya seakan hendak menelan Parmin sehingga membuat tubuh Parmin terlonjak ke belakang saking terkejutnya. Ketakutan kembali menyergap seluruh tubuhnya, tubuhnya lunglai seperti tak bertenaga.

"A-apa, lelaki itu bisa melihatku?" gumamnya berkeringat dingin.

Tanpa mampu dicegah, lelaki berwajah penuh luka itu menyeret Si gadis keluar kamar. Si gadis masih berusaha melepaskan cekalan di rambutnya. Parmin pun terus mengikutinya dengan diam-diam dengan tubuh yang gemetar.

.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Youe
bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status