Beranda / Horor / Teror Kumara Merah / 3. Pembunuhan di Depan Mata

Share

3. Pembunuhan di Depan Mata

Penulis: Gloria Pitaloka
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-16 20:02:47

Lelaki itu menyeret sang Gadis menuju belakang rumah. Si lelaki memukuli berulangkali hingga gadis itu kelojotan kemudian bergeming. Saat melihatnya, Parmin kalap, kaki Parmin yang asalnya terasa lemah, mendadak mendapat kekuatan, ia mencoba meraih apa pun yang ada di dekatnya. Batu, ranting, dan kayu. Namun apa daya, sekuat apapun ia berusaha mengambil semua seperti tak dapat diraih. Ia seperti tak beraga.

Parmin luruh ke atas tanah. Ia menangis, meraung, dan menjambak-jambak rambutnya. "Maafkan aku, maaf. Tak mampu menolongmu." Parmin terduduk kelelahan. Ia sangat frustasi, berharap ada yang menolong mereka.

Angin berembus meniup kabut, menghilangkan dua manusia yang ada di hadapannya dari pandangan Parmin.

"Tidaak!" Parmin menjerit. Ia bangkit dengan terseok-seok mencari ke sana ke mari. Tak peduli kakinya terasa perih.

Tiba-tiba dari arah depan ia melihat sosok lelaki itu menyeret tubuh tak bernyawa gadis yang sudah tak karuan rupanya. Bajunya yang putih berlumuran darah.

"Kini giliranmu tiba ...." gumam lelaki itu dengan suara serak. Parmin mendengar lelaki itu bernyanyi lirih. Seperti merapal mantra.

"Apakah lelaki itu akan membunuhku juga?" Parmin kembali gemetar. Ia merangkak menuju batang pohon besar. Bersembunyi.

Srek.

Srek.

Srek.

Suara langkah kaki, gesekan mayat gadis yang diseretnya dengan tanah dan daun kering terdengar jelas dan mengerikan.

Desau angin, nyanyian lirih dari bibir lelaki itu, terdengar sangat jelas dan menyiksa Parmin yang bersandar ketakutan pada batang pohon di dekatnya.

Langkah dan suara lelaki menyeret mayat sang gadis itu semakin mendekat ke arahnya. Parmin benar-benar dicekam ketakutan. Ia terus berdoa dalam hatinya, wajah emak dan adiknya terbayang. Mungkin jika ini akhir hidupnya, ia pasrah. Namun, jika Sang Pencipta mengizinkan, ia ingin melihat wajah emak juga adiknya untuk terakhir kalinya. Membiayai operasi emaknya serta melihatnya sehat kembali.

"Lingsir wengi sliramu tumeking sirno

Ojo tangi nggonmu guling

Awas jo ngetoro

Aku lagi bang wingo wingo

Jin setan kang tak utusi

Dadyo sebarang

Wojo lelayu sebet"

Parmin lamat-lamat mendengar kidung Lingsir Wengi yang sering dinyanyikan bapaknya saat dia ketakutan tak bisa tidur. Suaranya terdengar begitu saja di kepala. Seperti ada yang menyuruhnya untuk mengikuti. Perlahan Parmin menyanyikannya. Dalam tradisi Jawa, Lingsir Wengi adalah doa-doa yang dikidungkan Sunan Kalijaga untuk "tolak bala" dan mengusir pengaruh jin jahat. Biasanya dinyanyikan pengantar tidur, menggunakan laras Durmo yang suram dan menyedihkan.

Tiba-tiba angin dingin kembali berembus. Semua mendadak kembali gelap. Tak lama Parmin melihat kembali kabut asap dan sang gadis bergaun merah yang diikutinya sedang berjalan lurus. Ia menghela napas dan bersyukur semua yang dilihatnya hanya fatamorgana. Dengan tertatih-tatih ia segera berjalan mengikuti gadis itu. Parmin memasuki lorong yang sangat panjang. Ia tak tahu ada di mana. Gadis bergaun merah pun menghilang.

***

Keesokan harinya, Parmin ditemukan petugas jaga di ruang jenazah dengan kondisi tertidur memeluk mayat yang sebelumnya ditemukan tanpa identitas. Menurut catatan forensik: diduga seorang gadis berusia duapuluhan, terjatuh dan akhirnya terbawa arus sungai. Parmin hanya menatap dengan pandangan kosong, tak bisa ditanyai apa pun. Kiai pun dipanggil untuk menyadarkannya.

***

Selang beberapa hari, Parmin menceritakan semua kejadian mengerikan yang dialaminya. Meskipun tak ada yang memercayainya, tetapi sang penyidik dari kepolisian, malah merasa ceritanya adalah sebuah petunjuk. Berselang dua hari kemudian, polisi sudah menemukan dan meringkus pelakunya: yaitu ayah tiri dari identitas mayat sang gadis yang wajahnya penuh bekas luka. Ayah tirinya, ditetapkan sebagai tersangka pelaku pembunuhan dan pemerkosaan.

Awalnya, polisi kesulitan menemukan jejak pembunuhan karena tersangka pelaku sangat lihai merekayasa alibi dan barang bukti. Namun, karena pengalaman horor Parmin semua segera terungkap. Menurut polisi, tersangka terindikasi psikopat.

Parmin tak pernah mengerti apa yang sudah terjadi. Siapa perawat berbaju putih yang berkelebatan dan siapa gadis merah yang menemuinya. Siapa pula yang mengirim chat padanya karena setelah dicek lagi tak ditemukan pesan di sana. Menurut "Orang Pintar", ia di bawa ke alam gaib, tetapi kata orang yang paham, dia masuk ke lorong waktu dan melihat rekaman kejadian. Penjelasan kedua lebih mampu mengurangi rasa bersalahnya karena Parmin tak dapat mencegah tragedi sebab apa uang dilihatnya sudah terjadi.

Namun kini, semua hal mengerikan baginya sudah berlalu, terlebih yang paling menakutkan dalam hidupnya, yakni tak bisa bertemu keluarganya. Emaknya sudah bisa dioperasi. Parmin mendapatkan bantuan dari ibunya korban pembunuhan sebagai tanda terima kasih karena sudah memberi petunjuk pada polisi. Parmin pun mendapat bantuan membangun warung yang semi permanen dari kepolisian yang peduli akan kisah Parmin, orang pinggiran yang membantu dalam membongkar kasus pembunuhan.

***

Parmin akhirnya bisa menarik napas lega, sore itu ia mendapat kabar ibunya sudah sembuh. Semua ketakutan dalam hidupnya sudah sirna. Ia kembali kepada warung kopi tempat dirinya mencari rezeki sebagai orang pinggiran. Malam itu, tak biasanya warungnya ramai hingga pukul satu malam. Tukang ojek yang biasanya tak pernah mangkal di warungnya apalagi ngopi, kini betah berada di sana mendengarkan kisahnya dan sesekali menimpali dengan pengalaman mereka yang tak kalah horornya. Meski mereka merinding ngeri, tetapi rasa penasaran mengalahkan rasa takut.

Parmin tak mampu menghentikan mereka untuk terus membahas pengalaman juga rumor hantu di rumah sakit tempat mereka menggantungkan hidup.

Matanya Parmin sudah sangat mengantuk, ia berusaha mengusir mereka dengan cara halus. "Semua sudah berakhir. Roh gadis itu pasti sudah tenang dan tak akan mengganggu lagi. Rumor perawat tua dari kamar mayat pun tak terbukti, jadi pulanglah kalian, tak usah takut." Satu persatu tukang ojek pangkalan itu akhirnya mengundurkan diri.

Parmin baru saja melayang ke alam mimpi, ketika terdengar ketukan keras di pintu warungnya. Parmin mengucek matanya dan mengembuskan napas kesal. Namun, ia tak tega mengusir mereka yang ingin membeli sesuatu, meskipun di pintu sudah tertulis kertas dengan spidol permanen, "Tidak menerima pembeli warungnya di atas jam 10 malam. Tertanda, Parmin". Matanya melirik ponsel sementara gedoran itu terasa semakin kuat. Jam duabelas malam.

"Sudah tutup! Siapa ma--"

Parmin hendak marah, tetapi tak jadi. Kosong tak ada siapa pun.

"Siapa, sih, yang iseng?" sungutnya.

Parmin menutup kembali pintu warungnya. Ia tak menyadari di bawah pohon kersen yang tampak gelap, sesosok gadis bergaun merah, berdiri depan warungnya dengan pandangan kosong.

"Ini semua belum berakhir, Mas Min."

***

Catatan kaki :

*Tolak bala : menolak kekuatan jahat/bencana

*Wedang Uwuh : seduhan teh atau herbal seperti sampah.

*Menjelang malam, dirimu akan lenyap

Jangan bangun dari tempat tidurmu

Awas jangan menampakkan diri

Aku sedang dalam kemarahan besar

Jin dan setan yang kuperintah

Menjadi perantara

Untuk mencabut nyawamu

***

Bumi Sunda, 30 September 2021

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Teror Kumara Merah   13. Mimpi Sadar

    Ricky terdiam. Dia mengingat-ingat sosok penampakkan gadis di dalam sel penjara itu. Gadis Londo, bergaun putih. Tak ada yang dia ingat dengan jelas dari sosok yahg diduga hantu itu, kecuali wajahnya yang menakutkan. Eh, tapi tunggu dulu. Ia ingat, entah mengapa di antara bayangan hitam putih itu terlihat cahaya kehijauan keluar dari dadanya. Saat diperjelas ingatannya, Ricky tersentak kaget. Sosok itu mengenakan kalung dengan liontin yang mirip dengan yang digenggamnya. Ricky gemetar dan menjatuhkan kalung, dengan sigap Parmin menangkapnya."Ky!""Ah, untunglah, kalau tidak tertangkap mungkin bisa pecah," gumam Parmin. "Ma-maf, aku kaget.""Kau melihatnya juga, kan?""I-iyaa, aku melihat d-dia memakai kalung bercahaya hijau dan sangat mirip dengan liontin ini.""Nah, aku pun melihatnya. Entah kenapa sangat jelas terlihat. Seakan sebuah petunjuk untuk kita.""Apa hubungannya?""Pasti ada hubungannya. Aku yakin. Aku mendengar suara sosok itu memanggil namaku, tapi bukan Parmin.""Apa

  • Teror Kumara Merah   12. Rahasia Bunker Tua

    Pada akhirnya, Parmin hanya bisa berangkat berdua saja dengan Ricky karena temannya itu tak bisa, katanya sedang pergi ke kota Subang mengurus KTP di discukdapil. Parmin turun dari motor, Ricky menyimpan kendaraannya di halaman depan. Saat pertama menginjakkan kaki di sana suasana dingin dan sunyi menyambut kedatangan mereka. Rumah itu bergaya Belanda. Pondasi yang tinggi dari batu kali, dinding batu bata disemen. Kusen dan daun pintu terbuat dari kayu jati. Namun, karena waktu menjadi aus dan engselnya lepas di beberapa tempat. Ada beberapa ruangan di dalam. Satu ruang depan, dua kamar, kamar mandi, dan satu dapur. Saat mereka memasuki ruangan terlihat kusam dan kotor. Banyak cangkang kwaci, kacang, minuman doping, dan obat batuk sachet berserakan di sana. Botol-botol bir kalengan pun berserakan. Bahkan sebuah bungkus kondom tergeletak begitu saja. Parmin menggeleng-geleng. Dia sudah mengerti apa yang mereka lakukan di ruang kosong itu. Sepertinya, tempat itu sudah l

  • Teror Kumara Merah   11. Rumah Peninggalan Kolonial

    "Ada apa, Min?" Sesosok berpakaian putih menyembul dari balik pintu."Ah!" Parmin kembali terkejut. Rupanya itu emak yang masih memakai telekung. Kebiasaan emak, berkeliaran saat gelap dengan masih mengenakan alat shalatnya. "Kamu mimpi buruk, Nak? Perbanyak istigfar dan berdoa sebelum tidur," nasehat emak. "Astagfirullah al adzim," ujar Parmin lirih. Mengapa sih, mimpi itu datang lagi. Kini bercampur aduk dengan Kumara yang ingin mengikutinya dengan Kumara yang ingin menerornya. "Sebenarnya, apa hubunganku dengan mereka? Mengapa pula ia bisa melihat dan berhubungan dengan mereka?" gumam Parmin. "Apa, Nak? Kamu ngomong apa?""Mak, aku selalu didatangi kumara merah. Bukan hanya satu, namun tiga.""Kumara Merah?" Emak terperanjat. " Apa mereka mengganggumu, Nak?""Mereka ada yang menjaga dan ada juga yang mengganggu. Namun, bagi Min, rasanya mereka semua mengusik ketenangan. Min pun tak ingin mereka mengganggu Kasih dan Emak.""Bagaimana wujud mereka

  • Teror Kumara Merah   10. Uji Nyali

    Parmin terbangun dari tidurnya. Mimpi lagi, pikirnya. Bukan mimpi buruk seperti sebelumnya. Namun, mimpi yang aneh dan perasaannya segitu buruk. Seakan-akan dia melihat langsung kejadian dan memahami perasaan masing-masing penghuninya. "Sebenarnya perasaan apa ini?" batin Parmin memegangi dadanya. Seperti ada rasa sedih yang menyakitkan, ada rasa benci yang menyesakkan, ada rasa kecewa dan amarah yang sangat meluap-luap dan membuat tidak nyaman. Peristiwa di mimpi itu, meski tidak semua kejadian dan perkataan bisa diingat. Namun, Parmin bisa jelas mengingat ekspresi dan rasa yang berkecamuk dalam dada. Parmin melihat jam dinding. Tepat pukul dua pagi. Sayup suara emaknya mengaji terdengar di keheningan. Rupanya suara emak yang membangunkannya dari mimpi yang membuat dirinya sesak napas itu. Sampai menjelang pagi, Parmin tak bisa memejamkan mata kembali. Pada akhirnya, ia hanya duduk dan membuat coretan-coretan di sebuah buku tentang mimpinya. Semenjak kejadian di Wat

  • Teror Kumara Merah   12. Teror Kumara Merah 2

    Parmin, Kasih beserta dua teman mereka tidak langsung pulang selepas menerima penyerahan hadiah. Uang hadiah ditransfer ke rekening Parmin karena Kasih masih di bawah umur. Selama ini kalau transfer menggunakan rekening Ricky atau dulu melalui wesel pos. Untuk merayakan mereka berkeliling di kota Subang. Belanja pakaian untuk Kasih, Emak, bahkan dua temannya. Kasih pun memaksa kakaknya membeli baju baru yang lebih kekinian, katanya. "Menurut Kasih, Aa itu memiliki tampang yang seperti artis remaja Stefan Williams, loh," katanya. "Hanya saja gaya berpakaian dan rambut yang sederhana membuat Aa kayak wong ndeso." Mau tidak mau Parmin tergelak mendengar pujian yang diakhiri ejekan itu. "Stefan Williams itu siapa, sih?""Ih, Aa enggak gaul. Itu lho, pemeran utama Film anak langit. Yang bule itu. Cakep banget. Motornya juga keren.""Apa? Steffan Williams itu mirip Kang Parmin?Huekekekek! Kalau si mirip si Emen, sih, iya. " Ricky tertawa mengejek. "Seriusan, ih.

  • Teror Kumara Merah   11. Teror Kumara Merah 1

    Parmin berdiri dengan tubuh dan kaki yang gemetar. "A-adik saya Kasih, sa-saya akan menjemputnya, Pak!" ucapnya panik dan memburu pintu. "Tahan, dia!" perintah Kang Wisnu. Para kru pun mencegah Parmin dengan menahannya di depan pintu. "Kang Min!" Ricky yang kaget menyaksikan kejadian itu menghampiri dengan cemas. "Jangan bertindak gegabah. Tenang, jangan takut. semua sudah terkendali. Lihatlah, sudah tidak apa-apa. Adikmu baik-baik saja." Kang Wisnu menenangkan seraya menunjuk ke arah monitor. Di dalam layar terlihat Kasih yang tampak sudah ditenangkan oleh Penjelajah yang menemaninya. Lampu lilin pun berhasil dinyalakan kembali. Ketiga bayangan sinar merah yang tadi terlihat pun sudah menghilang. Namun, Parmin seakan-akan merasakan kemampuan dadakan melihat ke mana perginya sinar merah itu melesat. Semuanya terlihat dengan jelas di depan matanya, padahal mereka ada di dalam ruangan tertutup. Mata Parmin terbelalak. Sedang Kang Wisnu menatap tajam ke arah

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status