Share

4. Kepala yang Terpenggal-Penggal

Parmin akhirnya memutuskan untuk pulang kampung, setelah mengalami mimpi buruk pasca kejadian pesanan kopi dari kamar mayat RS. Moegi Waras yang membawanya memasuki ruang waktu dunia lain. Parmin harus menyaksikan sendiri rekaman kematian seorang gadis oleh ayah tirinya seakan-akan ia hadir menyaksikan langsung kejadian pembunuhan tersebut.

Warungnya memang ramai setelah kejadian itu. Namun, saat sendirian Parmin merasakan seseorang selalu mengawasinya. Bahkan, beberapa kali ia mendapat mendapati seseorang menggedor pintu warungnya saat tengah malam, dan ketika dibuka, tak ada seorang pun. Selain itu beberapa pelanggan dan keluarga pasien yang mendatangi warungnya tengah malam, sering memergoki sosok gadis bergaun merah di bawah pohon kersen di depan atau atap warungnya.

Menurut para ahli supranatural yang dipanggil untuk mengobati Parmin, ia bukan masuk ke dunia hantu. Namun, ia melihat rekaman kejadian ruang dan waktu pembunuhan yang ditinggalkan si gadis. Ketakutan, kesakitan, kesedihan, dan ketidakrelaan pikiran sang gadis ketika meregang nyawa tergumpal menjadi satu dan membentuk energi cerdas untuk menyampaikan pesan kekecewaannya. Pesan itu sampai kepada Parmin yang kebetulan terkoneksi saat itu.

Namun, jika semua itu hanya rekaman, masalahnya sosok siapa yang berada di ruang pemulasaraan dan membawanya memasuki dimensi tersebut? Apakah juga energi si gadis atau roh gentayangan yang masih belum tenang? Lantas, apakah dia juga sosok yang selalu mengikutinya selama ini?

"Mas Min, jadi pulang kampung? " tanya Rizal, tukang ojek yang selalu mangkal di warung kopinya. Saat ini warung kopi hanya buka sampai jam 9 malam, dan Parmin tidak lagi tidur di warungnya.

"Insya Allah, Mas Izal. Saya sudah tak nyaman di sini."

"Hmm, berkaitan dengan 'itu' ya?" Rizal menekan kata itu dengan ragu-ragu dan hati-hati. Kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri dengan raut wajah ketakutan.

"Lantas, bagaimana dengan warungnya? Sayang kalau harus tutup begitu saja?"

"Em, saya sudah menjualnya kepada pemilik tanah ini, Mas. Ini malam terakhir saya berjualan. Beliau berkenan memberi ganti rugi yang cukup untuk bekal dan modal buka usaha di kampung nanti."

"Syukurlah Mas Min. Jangan lupakan saya, ya. Kalau ada waktu dan ke kota ini lagi, mampirlah ke rumah saya."

"Baik, Mas Izal. Terima kasih sudah mau menjadi saudara saya selama merantau di sini."

Setelah Mas Rizal pergi, Parmin bergegas menutup warungnya meskipun masih pukul delapan malam. Kali ini semua barang di warungnya dibungkus dan diangkut ke rumah pemilik warung yang ditinggali sementara. Saat ia menutup warungnya kembali ia merasakan sepasang mata mengawasinya menyebabkan bulu kuduknya merinding. Udara sangat dingin terasa menerpa punggungnya padahal tak ada angin. Parmin berlari meninggalkan warungnya. Hatinya bertekad untuk pulang secepatnya.

***

Perjalanan dari Jawa Timur menuju Jawa Barat menggunakan mobil travel malam terasa menyejukkan. Hanya ada delapan orang penumpang di dalam mobil termasuk supir. Parmin terkantuk-kantuk di dalam mobil. Melewati perbatasan kedua provinsi, Parmin merasa lega. Semakin jauh ia meninggalkan kota Wathu Gede, semakin cepat pula ia merasa aman dan lepas dari bayangan yang menerornya.

"Emak, Nyai, Min pulang, " batinnya. Kantuk menyergapnya membuatnya terantuk-antuk di kursi bus. Suasana mendadak hening. Para penumpang lain tampak tertidur. Sepanjang jalan sisi kiri kanan tol hanya kegelapan karena pembangunan jalan tol yang dilalui belum sepenuhnya selesai. Namun, tiba-tiba ia melihat jalan dipenuhi lampu-lampu yang terang dan mereka memasuki jalan yang terlihat berbeda. Tak ada bus atau kendaraan lain yang lewat di jalur sebelahnya maupun jalur yang sama.

Di ujung jalan, sesosok bayangan berdiri di tengah jalan. Parmin terhenyak dan berteriak.

"Supiiirr berhentiii!"

Suaranya yang berteriak mengagetkan supir yang langsung refleks menginjak rem. Suara decitan terdengar jelas. Beberapa penumpang terbentur kursi depan dan bahkan Parmin terbentur dashboard karena rem mendadak.

"Aduh! Sialan!"

"Ada apa, sih, Pir?"

"Kenapa bawa mobilnya kasar gini, Woy!" Para penumpang yang di belakang terbangun marah-marah.

Sementara Parmin dan supir gemetaran. Di depan sana, sesosok gadis mengenakan bergaun merah yang sangat panjang hingga menutupi separuh jalan seperti baju pengantin tampak berdiri dengan tenang dengan wajah dingin dan mata hitam kelam.

"Hei, siapa sih, masa ada cewek malem-malem di tengah jalan pake baju gitu?"

"Bukan orang kayaknya...."

"Kalau bukan orang, apa?"

"Haa-hantuuu!"

Suara suara ribut penumpang yang baru sadar apa yang terjadi tampak ketakutan.

"Ssst, diamlah!" ucap Parmin dengan suara gemetaran.

Suasana mendadak hening. Hingga helaan napas yang dipenuhi rasa takut terdengar begitu jelas. Terdengar pergerakan dari para penumpang yang saling merapat dan memeluk erat.

"Sekarang apa yang harus kita lakukan?" tanya Supir.

"Kenapa gadis itu diam saja?"

"Apa kita tabrak saja?" usul seorang di belakang supir.

"Dia pasti menghilang kalau ditabrak!" sahut yang di sampingnya.

"Jangan!" cegah Parmin.

"Iya, bagaimana kalau dia marah dan membunuh kita?" racau penumpang paling belakang yang menyembunyikan wajahnya di balik kursi.

Parmin menatap tajam gadis itu. Sosoknya seperti ia kenal. Sangat mirip dengan gadis yang pernah ditemuinya di kamar mayat itu.

"Di-diaa," ucapnya gemetaran.

"Kamu mengenalnya?"

Parmin mengangguk. "Dia hantu gadis korban pemerkosaan dan pembunuhan?"

"Apa?"

Semua merasakan hawa ketakutan yang nyata. Sosok di hadapan seperti menyimpan dendam. Dia bukan sekedar hantu yang akan menakuti, tetapi seakan hendak membalaskan dendam kebenciannya.

"Apa kamu pelakunya? Kalau gitu kamu turun hadapi dia!" sentak Supir.

"Iya, kami tidak mau dosamu kami ikut getahnya!" Penumpang di belakang Parmin mengiakan.

"Bukan aku pelakuknya. Pelakunya ayah tiri sudah ditangkap polisi!" jelas Parmin.

"Kalau bukan kamu, kenapa dia mengikuti kamu?" teriak salah satu penumpang paling belakang

" Aku juga tidak tahu!" elak Parmin kesal.

"Ja-jadi, bagaimana kita menghadapinya sekarang?" tanya Supir dengan suara yang nyaris tak terdengar. Semua terdiam. Dalam hati dan gumaman gumaman mereka terdengar doa-doa yang dipanjatkan.

Parmin menghela napas sejenak. Lalu dengan menguatkan hati, ia mencoba bernegosiasi dengan sosok hantu gadis itu.

"Apa maumu, Gadis? Bukan aku sasaran balas dendammu. Kau sendiri tahu dengan jelas, kan?" Parmin mencoba berkomunikasi.

Suara tawa mengerikan menjawab pertanyaannya. Suaranya menyusup ke telinga meskipun penumpang paling belakang dan memakai headset, tetapi bisa merasakannya.

"Aku mau kamu, Mas Parmiiin!"

Mata Parmin dan semua penumpang memelototi sosok yang tiba-tiba terbang menuju muka bus travel.

Supir refleks menginjak gas. Dan menabrak sosok itu. Namun, bukannya terpental atau tembus, ketika sosok itu bertabrakan dengan kaca depan, tetapi yang ada kaca berhamburan dan bahkan ketika menembus kap mobil yang terkena tubunya langsung hancur bersamaan dengan seluruh jeritan orang-orang dan memuncratnya darah-darah dari leher yang terputus.

"Aaaaa!" jerit penumpang di belakang yang sempat melihat terputusnya kepala kepala dari batang-batang leher Supir.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status