Share

Part 4

Author: Arsyla Adiba
last update Last Updated: 2022-04-20 14:50:38

"Gue tau Ra," pekik Gretta tiba-tiba, yang kini sedang berjalan ke arah parkiran karena jam pulang telah tiba.

"Tau apaan?" jawab Laura malas sambil duduk dan menyenderkan punggungnya di kursi panjang sementara Gretta malah jongkong di bawah, random banget tingakah ni bocah.

"Yang nyium lo tadi pagi Alexkan," heboh Gretta.

"Kata siapa?" heran Laura.

"Kata alex, dia yang bilang sendiri sama gue pas di kantin tadi," jelas Gretta.

Laura memutar kedua matanya malas, mendengar penjelas Gretta dari Alex yang tak ada benarnya.

"Setelah gue tau yang nyium lo itu Alex, lo tau Ra apa yang gue lakuin?" tanya Gretta pada Laura.

"Lo pukul, tendang atau lo bunuh orangnya," tebak Laura antusias merasa Gretta sedang melindunginya.

Gretta menggelengkan kepalanya cepat mendengar jawaban Laura.

"Terus lo apain?" tanya laura dengan kening berkerut.

"Gue minta di cium sama Alex, eh malah di toyor kepala gue sama si curut Rafa," emosi Gretta sambil mengingat kejadian tadi di kantin.

Pupus sudah harapan Laura mengira sahabatnya ini akan melindunginya, Laura pikir ucapan Gretta tadi pagi hanya suatu bualan ternyata ia sunguh-sunguh ingin di cium.

"Yailah gue toyor tuh kepala, minta di cium sama sembarangan orang aja, jangan kaya cewek murahan deh lo," Omel Rafa yang tiba-tiba muncul bersama Alex di belakang Rafa.

"Gue bukan cewek muarahan Rafa," bantah Gretta tak terima sambil berdiri dengan mata yang berlinang.

"Kalau lo bukan cewek murahan, stop minta di cium sama cowok" bentak Rafa.

"Gue bukan cewek murahan," ucap Gretta sambil terisak.

"Terus apa, lonte, bict atau wanita malam," ucap Rafa pedas.

mendengar ucapan Rafa tangis Gretta makin kencang, Laura berdiri dan menarik Gretta ke dalam pelukanya mencoba menenangkannya.

"Lo apaan sih," marah Laura sambil melotot.

"Kenapa? Ada yang salah dari ucapan gue," nyolot Rafa.

"Udalah Fa, kasian anak orang nangis gitu," ucap Alex yang sejak tadi diem.

Rafa berjalan menuju pohon yang agak jauh dari mereka dan duduk di bawahnya sambil memeperhatikan Gretta yang masih saja menangis di pelukan Laura.

Sementara Laura terus membujuk Gretta agar berhenti menangis, dan melepaskan pelukanya yang semakin kencang memeluk Laura, hingga Laura kesulitan bernafas.

"Ta lepasin gue susah nafas," Laura mencoba mendorong Gretta tapi percuma dia malah makin kencang meluknya, salah Laura sendiri malah menarik Gretta ke dalam pelukannya.

"Gak mau! gue nyaman di peluk, apalagi dada lo empuk, kayanya kenyal, gue pegang boleh?" tanya Gretta sambil menekankan kepalanya ke dada Laura.

Laura refleks mendorong Gretta sekuat tenaga, al hasil Gretta malah terdorong hingga jatuh ke tanah.

"Laura lo jahat," teriak Gretta.

Gretta berdiri sambil mengambil tisu yang berada di saku roknya, lalu mengelap hidungnya yang penuh dengan ingus sampe meler gara-gara menangis tadi.

"Ih jorok amat," pekik Laura, lalu melihat baju seragamnya yang ternyata ada bekas ingus Gretta juga.

"Ih Gretta ingus lo kena baju gue," teriak Laura bergidik jijik.

"Sini gak lo," Laura menarik paksa tangan Gretta dan mengambil tisu yang berada di sakunya lalu membersikan ingus Gretta yang berada di baju seragamnya itu.

"Lo bener-bener jorok," marah Laura yang telah selesai membersihkan ingus tersebut, lalu membuang tisu di tempah sampah yang berada di dekat Laura.

"Bodo," ucap Gretta tak peduli.

Sementara Alex sejak tadi duduk anteng di atas motornya, sambil melihat kegaduhan yang Laura dan Gretta perbuat sambil sesekali memainkan hpnya, dan ikut terkekeh melihat kekonyolan yang mereka perbuat.

"Laura," panggil ezra yang berjalan mendekati Laura.

"Ayo, jadikan? " tanya Ezra yang telah berdiri di depan Laura.

"Iya ayo," jawab Laura

Laura mengelurkan sweater berwarna marun yang berada di dalam tasnya lalu memakainya, tak mungkin Laura jalan bersama Ezra dengan kondisi baju seragamnya yang kotor bekas ingus Gretta meskipun telah di bersihkan tetap saja mengganggu.

"Mau kemana?" tanya Gretta.

"Kepo lo," ucap Laura sambil menjulurkam lidahnya.

Ezra menggenggam tangan Laura yang langsung membuat Laura menoleh sambil tersenyum malu yang ternyata Ezra juga tengah tersenyum manis ke arahnya.

"Aww," ringis Laura saat tiba-tiba tanganya yang di genggam oleh Ezra di tarik paksa oleh Alex yang kini sedang menatap nyalang Ezra.

"Lo ada masalah sama gue," emosi Ezra karena sejak tadi Alex terus saja menggangunya ketika berduan dengan Laura.

"Iya," ucap Alex santai.

"Apaan sih lo," ucap Laura tak suka dan menepis kasar cekalan Alex dari tangannya.

"Stop Alex, lo tuh harusnya sadar diri, lo bukan siapa-siapa gue lagi, jadi cukup ganggu gue ketika sama cowok lain," marah Laura.

"Gak, gue gak akan pernah berheti Laura, gue masih sayang sama lo," ucap Alex sendu.

"Omong kosong,"

"Ra aku mohon," pinta Alex.

"Berhenti ganggu gue PENGHIANAT," teriak Laura menekankan kata penghianat.

Tubuh Alex kaku saat mendengar ucapan yang keluar dari bibir ranum Laura, "Penghianat," gumam Alex heran.

"Apa gue pernah ngehianatin lo Ra?" monolog Alex sambil melihat kepergian Laura yang kini tengah di bonceng oleh Ezra keluar dari gerbang Sma Harapan.

"Apa ini alasan lo mutusin gue dulu," lirih Alex.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Teror Mantan   Kenangan di Atas Roda Dua

    Esok paginya, Laura melangkah ke ruang makan dengan langkah santai, meski wajahnya masih menunjukkan sisa kelelahan. Di meja makan, Rio sudah duduk sambil memangku Kenzo, yang terlihat segar setelah dimandikan. Bayi itu tertawa kecil, tangannya menggapai-gapai wajah Rio, membuat suasana terasa lebih hidup.Di dapur, Sinta sedang membuatkan kopi sambil tersenyum melihat pemandangan itu. Ketika Laura mendekat, Sinta menyapanya. "Pagi, Laura. Mau sarapan apa?" tanyanya ramah.Laura hanya mengangguk kecil dan duduk di kursinya, menghindari kontak mata dengan Kenzo. Ia mengambil roti yang sudah tersedia di meja dan mulai memakannya dalam diam.Rio, yang melihat sikap Laura, tersenyum kecil. "Ra, kamu nggak mau gendong Kenzo? Dia lagi ceria banget pagi ini," ucapnya sambil menggerakkan Kenzo sedikit ke arah Laura.Laura menghentikan kunyahannya sejenak, lalu menjawab tanpa menatap ayahnya. "Ayah tahu jawabannya," ujarnya datar.Rio menghela napas pelan, menatap putrinya dengan penuh kesabar

  • Teror Mantan   Bayi Kenzo

    Laura melangkah masuk ke dalam kamarnya di rumah dengan langkah lelah. Setelah percakapannya dengan Alex di pantai, tubuh dan pikirannya terasa begitu berat. Ia menjatuhkan dirinya di atas ranjang, menatap langit-langit kamar yang dihiasi oleh balok kayu khas Bali.Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya yang terus berputar. Kata-kata Alex masih terngiang jelas di benaknya. "Mau seribu kali pun lo nolak gue, gue gak akan pernah menyerah, Ra."Laura menutup matanya, mencoba meredakan kekacauan di dalam dirinya. "Kenapa semua ini harus sekompleks ini?" gumamnya pelan. Di satu sisi, ia merasa bersalah telah membuat Alex terus berharap, tapi di sisi lain, ia tahu bahwa perasaannya sendiri belum benar-benar sembuh dari luka di masa lalu.Ia bangkit perlahan, berjalan menuju balkon kamarnya. Udara malam Bali yang sejuk menyapa wajahnya. Suara debur ombak dari kejauhan terdengar menenangkan, meski hatinya tetap terasa berat."Pernah nggak sih gue benar-benar tahu apa yang g

  • Teror Mantan   Luka dan suka Tasya

    Pov GrettaGretta dan Rafa berjalan santai di tepi pantai, pasir lembut menyentuh kaki mereka. Mereka baru saja membeli beberapa makanan ringan dari penjual yang ada di sepanjang pantai—kacang rebus, jagung bakar, dan es kelapa muda. Gretta memegang gelas es kelapa dengan satu tangan, sementara tangan satunya sibuk menepis Rafa yang terus menggoda."Lo tahu nggak, Gretta, gue beli jagung bakar ini khusus buat lo. Supaya lo bisa ngunyah sambil diem, nggak terus-terusan ngetawain gue," ucap Rafa sambil menyeringai.Gretta tertawa keras, hampir menjatuhkan gelasnya. "Hah! Emang lucu banget lo, ya. Humor lo tuh receh banget, Raf. Tapi gue akui, kadang itu yang bikin gue betah sama lo.""Kadang? Jadi gue cuma lucu 'kadang-kadang'?" Rafa pura-pura cemberut, membuat Gretta tertawa lebih keras.Mereka berhenti sejenak, duduk di atas pasir sambil menikmati angin malam. Gretta menyandarkan kepalanya ke bahu Rafa, sementara Rafa dengan santai melingkarkan lengannya di bahunya."Raf, lo sadar ngg

  • Teror Mantan   Keyakinan Alex

    ...Setelah suasana menjadi lebih cair, mereka semua mulai berbincang lebih santai bersama orang tua Laura. Sinta dan suaminya, Rio, ikut duduk di meja mereka, membuat obrolan semakin hidup.Namun, meski suasana terlihat akrab, Alex sesekali mencuri pandang ke arah Laura. Perasaan yang ia pendam selama bertahun-tahun sejak kepergian Laura tampak jelas di matanya. Gretta, yang duduk di samping Laura, menyadari hal itu tapi memilih untuk tidak berkomentar.Tasya, di sisi lain, merasa tidak nyaman dengan cara Alex memandang Laura. Ia mencoba mengalihkan perhatian Alex dengan memulai obrolan. "Alex, gue denger katanya li mau kuliah di luar negeri?" tanyanya dengan nada ceria.Alex tersenyum kecil, meski jelas terganggu oleh interupsi Tasya. "Iya, tha tapi gue juga gak.tahu, mungkin oindah rencana kuliah di tempat lain," ucapnya sambil melirik ke arah Laura.Tasya tersenyum kaku, menyadari bahwa Alex tidak sepenuhnya memperhatikannya. Ia menggenggam gelasnya lebih erat, mencoba menahan ras

  • Teror Mantan   Pertemuan 2

    Laura muncul dengan langkah tenang, tapi tatapan matanya tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Dress putih sederhana yang dikenakannya berkibar pelan tertiup angin dari luar, membuatnya terlihat seperti bayangan dari masa lalu yang tiba-tiba hadir.Alex menatapnya dengan campuran emosi yang sulit diuraikan. “Laura...” panggilnya pelan, seolah takut suara lebih keras akan membuat momen ini menghilang.Laura menghentikan langkahnya, matanya terarah pada Alex. "Kamu... Alex?" gumamnya, suaranya bergetar.Semua orang terdiam. Gretta menatap Laura dengan raut wajah tak percaya, sementara Tasya mencuri pandang ke arah Alex, mencari reaksi dari pria itu."Kenapa kalian semua di sini?" tanya Laura sambil mendekat, suaranya tenang, meskipun sorot matanya penuh kebingungan.Alex, yang sedari tadi duduk, berdiri begitu Laura tiba di hadapannya. Tanpa berkata apa-apa, ia langsung menarik Laura ke dalam pelukannya, memeluknya dengan erat, seolah

  • Teror Mantan   Pertemuan

    “Kita nginep di Wavecrest Hotel. Gue udah booking dua kamar di sana,” ucap Alex sambil melirik ke arah spion belakang, memastikan semuanya baik-baik saja di kursi penumpang.“Wavecrest Hotel?” tanya Gretta sambil menatap Tasya.“Iya, tempatnya persis di samping kafe Laura,” lanjut Alex dengan nada santai.“Wah, pas banget dong. Jadi nggak perlu ribet kalau mau ketemu Laura,” komentar Rafa sambil melihat peta di layar ponsel.Gretta tersenyum tipis. “Bagus sih, biar kita juga punya waktu buat istirahat sebelum ketemu dia.”Mobil pun terus melaju menuju Canggu, mengikuti suara navigasi yang membimbing mereka."Gue denger, bukannya Laura pergi tanpa pamitan? Kok kalian masih mau jauh-jauh ke sini buat nemuin dia?" tanya Tasya tiba-tiba, suaranya terdengar tajam.Mendengar itu, Gretta langsung menoleh dengan tatapan tak suka. "Maksud lo apa, Tasya?" tanyanya, nadanya jelas menunjukkan ketidaksenangan.Rafa mencoba menenangkan suasana, tapi Gretta sudah melanjutkan, "Gue kenal Laura udah l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status