Share

Bab 5. Sarapan Pagi

last update Last Updated: 2025-10-18 00:53:33

Sandra sebelum ke ruang makan pergi ke dapur dulu. Dia akan mengambil makanan yang telah dia siapkan untuk Farel. Tangannya meletakkan sarapan pagi berupa nasi goreng dengan telaten. Setelah semua selesai ditata rapi di atas meja, Sandra duduk di sebelah kanan Farel. Sedangkan di sebelah kiri duduk Dewi. 

"Lho, kok hanya ada dua piring. Buat aku mana, Sandra?" tanya Dewi tidak kebagian piring.

"Kamu kan masih sehat. Kamu bisa ambil piring sendiri di dapur," sahut Sandra.

Sandra meneruskan kegiatannya. Dia menaruh nasi goreng dan lauk pauk ke dalam piring Farel.

"Kenapa kamu tidak sekalian ambil piring buat aku," protes Dewi.

"Dewi, aku ini bukan pembantu kamu. Kamu ini istri kedua Farel. Seharusnya kamu lebih menghormati aku sebagai istri pertama Farel. Sudah untung aku mau masak lebih buat kamu. Kamu itu harus bersyukur. Kamu sebagai seorang istri hanya tahu mengurus diri. Kamu juga masak buat suami kamu dong," tegur Sandra.

"Benar apa yang dibilang Sandra, Dewi. Kamu seharusnya juga belajar masak seperti Sandra. Aku juga ingin kamu yang melayani aku," sahut Farel. 

"Kenapa kamu jadi membela dia Farel?"

"Aku tidak membela salah satu di antara kalian. Bagi aku kalian sama saja. Aku hanya ingin kamu menjadi istri yang baik seperti Sandra."

'Kenapa aku jadi dibandingkan sama Sandra. Mana mau aku kerja seperti pembantu gini,' batin Dewi tidak suka.

"Sudahlah, aku sudah tidak ada nafsu makan. Kalian makan berdua saja. Nasi goreng murahan begini tidak sesuai dengan selera aku," hina Dewi dan pergi begitu saja.

"Sandra, kamu maklumi Dewi ya. Dia orang baik kok. Moodnya memang sering berubah seperti itu. Kamu jangan pikirin Dewi lagi ya," bujuk Farel agar Sandra tidak tersinggung.

'Buat apa aku capek-capek mikirin dia. Aku sudah tahu semua seluk beluknya.'

"Tidak apa Farel, sekarang kamu makan ya.  Nanti kamu bisa terlambat ke kantor. Soal Dewi  tenang saja, Dewi itu teman aku juga. Aku sudah tahu sifatnya. Seperti yang kamu bilang, palingan dia nanti sudah baikan sendiri," sahut Sandra dengan lembut. 

"Baiklah, kamu sangat baik dan perhatian. Dewi memang perlu banyak belajar sama kamu." 

Farel melanjutkan sarapan paginya. Dia bisa terlambat kalau telat. Setelah Farel selesai sarapan pagi, dia segera ingin pergi ke kantor. Dia takut terlambat karena macet. Apalagi dia hanya pergi menggunakan taksi agar orang kantor tidak curiga.

***

Dewi dan Sandra sudah berdiri di depan pintu rumah untuk mengantar kepergian Farel. Ketika taksi sudah datang, Dewi mendorong Sandra supaya dia duluan yang mengucapkan kata semangat untuk Farel ke kantor. 

Sandra menahan emosi di depan Farel. Dia hampir saja terjungkal kalau reflek dia tidak bagus. 

"Sandra, kamu tidak apa-apa?" tanya Farel khawatir.

Farel melepaskan tangan Dewi. Dia tadi tidak melihat Dewi mendorong Sandra. 

"Tidak apa-apa Farel. Tadi aku hanya salah langkah saja," sahut Sandra memasang senyuman agar Farel tidak curiga. 

"Kamu yang hati-hati dong, Sandra. Masak jalan saja hampir jatuh," ejek Dewi.

"Dewi, kamu tidak boleh begitu. Sandra hampir terluka," tegur Farel.

'Masak bodoh. Sekalian saja dia mampus.'

"Kalian berdua hati-hati di rumah. Aku berangkat ya," pamit Farel.

Sandra segera mencium tangan Farel sebelum pergi. Setelah itu baru Farel berangkat kerja.

Setelah kepergian Farel, Dewi langsung masuk ke dalam rumah. 

"Bi! Bi Ijah!" teriak Dewi dengan keras memanggil salah satu pekerja di rumah mereka.

Sandra mengikuti Dewi dari belakang. Dia sedikit kaget dengan suara Dewi yang sangat keras. Suara Dewi menggema seperti menggunakan toa masjid.

"Bi Ijah!" teriak dewi lagi lebih keras.

Sandra segera menutup daun telinga. Dia tidak mau pergi ke dokter THT. 

"Dewi, ini bukan hutan. Kamu jangan teriak-teriak," tegur Sandra.

"Itu terserah aku dong. Aku mau teriak kek, mau lompat-lompat ya terserah aku. Mulut-mulut aku," kata Dewi meremehkan Sandra. 

"Susah ya kalau ngomong sama monyet," ujar Sandra geleng-geleng kepala.

"Apa? Kamu mau menyamai aku dengan monyet? Kamu mau menghina aku?" tanya Dewi dengan marah.

Dewi tersinggung dengan perkataan Sandra. Baru kali ini ada yang mengatakan jika dia mirip monyet. Semua orang selama ini selalu memuji kecantikannya bagaikan seorang Dewi kayangan.

"Kamu sendiri yang teriak-teriak tidak jelas dan mau lompat-lompat. Itu kan sama seperti monyet," sahut Sandra bersikap cuek.

"Kamu udah berani sama aku, heh." 

Bersambung ….

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Berbagi Suami   Bab 7. Menghina

    "Sandra, sini dong," panggil mereka lagi.Sandra mendekat ke arah mereka berempat. Dia meletakan tas belanjaan di dekat kakinya. "Ayo duduk sini," suruh Tika.Sekarang posisi duduk Sandra berhadapan dengan Dewi. Sedangkan Tika berhadapan dengan Evi dan Anita. Dewi menatap Sandra dengan harap-harap cemas. Dia takut kalau Sandra akan menyinggung status mereka. Dewi tidak mau jika teman-teman tahu jika dia hanya istri kedua. Apalagi Sandra yang menjadi istri pertama. Martabat dia bisa jatuh."Terima kasih," ucapan Sandra setelah duduk dengan nyaman."Kamu ngapain di sini, Sandra? Apa hanya melihat-lihat saja?" tanya Tika memulai membully Sandra."Itu barang kamu banyak amat. Jangan bilang kamu habis dijajanin sama om-om lagi. Upss … maaf Sandra, aku keceplosan ya," hina Evi."Oh ini, ini barang punya nenek yang aku jaga kok," jawab Sandra tidak sepenuhnya berbohong. "Aduh, kasihan sekali kamu. Kamu hanya belanja untuk nenek yang kamu asuh ya. Apa kamu jadi pembantu?" sahut Anita sambi

  • Terpaksa Berbagi Suami   Bab 6. Jalan-jalan

    "Kamu udah berani sama aku, heh.""Kenapa aku takut sama kamu. Sekarang aku istri pertama dan kamu istri kedua," sahut Sandra menantang Dewi. "Kamu jadi istri pertama saja bangga. Kamu harus ingat, perempuan yang dicintai Farel itu adalah aku bukan kamu. Farel nikah sama kamu gara-gara dia ingin membuat aku panas saja. Kamu jangan sombong deh," sindir Dewi.Sandra meremas kedua tangannya. Memang benar apa yang dikatakan oleh Dewi. Tapi dia tidak boleh kalah dari Dewi seperti saat sekolah. Sekarang dia ada yang berkuasa di rumah ini."Ada apa sih, teriak-teriak tidak jelas. Kek di dalam hutan saja," kata bi Ijah mendekat ke arah mereka berdua."Kamu ke sini," panggil Dewi kasar."Eeiiit … kamu siapa berani bersikap kasar," sahut bi Ijah tidak terima."Kamu berani melawan aku, hah!" bentak Dewi."Memangnya kamu siapa di sini. Tuan rumah juga bukan," ujar bi Ijah tidak takut. "Aku ini istri Farel. Jadi otomatis aku juga pemilik rumah ini.""Ini aku yang pikun atau kamu yang sudah pikun

  • Terpaksa Berbagi Suami   Bab 5. Sarapan Pagi

    Sandra sebelum ke ruang makan pergi ke dapur dulu. Dia akan mengambil makanan yang telah dia siapkan untuk Farel. Tangannya meletakkan sarapan pagi berupa nasi goreng dengan telaten. Setelah semua selesai ditata rapi di atas meja, Sandra duduk di sebelah kanan Farel. Sedangkan di sebelah kiri duduk Dewi. "Lho, kok hanya ada dua piring. Buat aku mana, Sandra?" tanya Dewi tidak kebagian piring."Kamu kan masih sehat. Kamu bisa ambil piring sendiri di dapur," sahut Sandra.Sandra meneruskan kegiatannya. Dia menaruh nasi goreng dan lauk pauk ke dalam piring Farel."Kenapa kamu tidak sekalian ambil piring buat aku," protes Dewi."Dewi, aku ini bukan pembantu kamu. Kamu ini istri kedua Farel. Seharusnya kamu lebih menghormati aku sebagai istri pertama Farel. Sudah untung aku mau masak lebih buat kamu. Kamu itu harus bersyukur. Kamu sebagai seorang istri hanya tahu mengurus diri. Kamu juga masak buat suami kamu dong," tegur Sandra."Benar apa yang dibilang Sandra, Dewi. Kamu seharusnya juga

  • Terpaksa Berbagi Suami   Bab 4. Kepergian Nek Ningsih

    Beberapa hari setelah Dewi dan Farel sudah resmi menjadi suami istri. Nek Ningsih benar-benar pergi meninggalkan Sandra sendiri dengan sangat cepat. Dia pergi sesuai perkataannya. Sekarang Farel juga masih bekerja sebagai pegawai kantoran biasa. Dia hanya menerima gaji layaknya pegawai rendahan. Semua kartu kredit dia sudah ditarik kembali oleh nek Ningsih. Farel menyerahkan semua itu mau tidak mau. Semua dipegang oleh Sandra.Lain Farel lain Dewi, Dewi sama sekali tidak rela. Dia akan tetap bertahan karena yakin jika semua itu hanya akalan nenek Farel saja. Farel dan Dewi tetap tinggal satu rumah dengan Sandra. Dewi tidak mau tinggal di kontrakan. Dia percaya kalau harta Farel tidak mungkin diserahkan semuanya untuk Sandra. Apalagi dia sudah mendapatkan info, sebulan lagi Farel akan dilantik menjadi bos baru di perusahaan. Dengan begitu, Dewi akan bisa menguras harta Farel. Dia harus bertahan selama sebulan saja. Setelah itu dia bisa menyingkirkan Sandra.***Saat ini Sandra sedang

  • Terpaksa Berbagi Suami   Bab 3. Jangan Mau Kalah

    Beberapa saat setelah Farel dan Dewi meminta restu.Sandra menuntun nek Ningsih ke dalam kamarnya. Dia mendudukkan nek Ningsih pada kasur, tempat yang biasa digunakan untuk tidur. Ketika dia ingin menaikkan kaki nek Ningsih agar bisa segera tidur, tapi nek Ningsih menolaknya."Ada apa Nek?" tanya Sandra heran."Nenek tidak capek. Nenek tidak mau tidur dulu," jawab nek Ningsih."Bukannya tadi Nenek katanya mau tidur?" "Itu hanya alasan Nenek saja. Nenek tidak mau lama-lama di sana." "Oh begitu," kata Sandra sedikit menghindar tatapan nek Ningsih.Sandra masih kecewa dengan keputusan nek Ningsih yang merestui hubungan Farel dan Dewi barusan. Besok Farel, suaminya akan menikah lagi. Dia akan dimadu oleh orang yang sering menyakitinya."Kamu kenapa Sandra? Apa kamu marah sama Nenek?" tanya nek Ningsih khawatir.Nek Ningsih telah menganggap jika Sandra adalah bagian dari keluarganya. Tidak ada bedanya dia dan Farel. Mereka berdua sama-sama cucunya."Maaf jika Sandra egois. Sandra tidak b

  • Terpaksa Berbagi Suami   Bab 2. Perjanjian

    Aku beralih menatap Dewi dan Farel. Farel terlihat senang. Sepertinya kehilangan harta bagi dia tidak masalah asal bisa menikah dengan Dewi. Tipe bucin tingkat akut yang tidak ada obatnya. Aku heran bagaimana kehidupan Farel saat sekolah. Aku yakin jika dia sering dimanfaatkan orang.Kemudian aku beralih ke arah Dewi. Wajah yang ditunjukkan oleh Dewi seakan matanya mau keluar. Aku yakin kalau Dewi tidak akan setuju. Mana mau orang matre menikah dengan orang yang tidak memiliki harta lagi.Tapi dibanding itu semua, aku tidak tahu kenapa nek Ningsih memilih syarat seperti itu. Syarat itu bisa merugikan mereka jika aku jadi penghianat dan membawa kabur semua harta itu."Kalian setuju?" "Iya, aku setuju," sahut Farel."....""Kamu setuju kan sayang. Tadi kamu bilang kamu akan mencintai aku apa adanya. Kamu mencintai aku bukan karena harta kan? Jadi kamu tidak apa-apa kalau aku akan kehilangan semuanya," tanya Farel beralih ke Dewi.Dewi hanya diam. Dia belum menjawab apapun. Mana mungkin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status