LOGINBeberapa hari setelah Dewi dan Farel sudah resmi menjadi suami istri. Nek Ningsih benar-benar pergi meninggalkan Sandra sendiri dengan sangat cepat. Dia pergi sesuai perkataannya.
Sekarang Farel juga masih bekerja sebagai pegawai kantoran biasa. Dia hanya menerima gaji layaknya pegawai rendahan. Semua kartu kredit dia sudah ditarik kembali oleh nek Ningsih. Farel menyerahkan semua itu mau tidak mau. Semua dipegang oleh Sandra. Lain Farel lain Dewi, Dewi sama sekali tidak rela. Dia akan tetap bertahan karena yakin jika semua itu hanya akalan nenek Farel saja. Farel dan Dewi tetap tinggal satu rumah dengan Sandra. Dewi tidak mau tinggal di kontrakan. Dia percaya kalau harta Farel tidak mungkin diserahkan semuanya untuk Sandra. Apalagi dia sudah mendapatkan info, sebulan lagi Farel akan dilantik menjadi bos baru di perusahaan. Dengan begitu, Dewi akan bisa menguras harta Farel. Dia harus bertahan selama sebulan saja. Setelah itu dia bisa menyingkirkan Sandra. *** Saat ini Sandra sedang duduk sendirian di sofa ruang tamu. Waktu masih pagi, tapi dia dalam suasana kurang baik. Dia menatap foto nek Ningsih dengan tidak rela. Dia rasanya ingin ikut nek Ningsih pergi saja. "Kamu ngapain di sini," kata Dewi menghampiri Sandra. Sandra menghapuskan air matanya yang mengalir. Dia tidak mau terlihat lemah di depan Dewi. Dia sudah janji dengan nek Ningsih sebelum nek Ningsih pergi. Dia akan menjadi perempuan yang kuat. "Terserah aku dong," sahut Sandra memeluk bingkai foto nek Ningsih. "Buat apa sih, kamu menangis kepergiannya. Kamu hanya bikin bising saja, tahu nggak," kata Dewi tidak suka. "Memangnya kenapa kalau aku menangisi kepergian nek Ningsih. Dia seperti nenek aku sendiri," sahut Sandra berdiri dari duduknya. "Dewi, Sandra, ada apa ini?" tanya Farel mendekat ke arah kedua istrinya. "Farel," panggil Sandra. "Sayang, kamu sudah di sini," kata Dewi dengan manja dan memeluk lengan Farel. "Sayang, masak dari tadi Sandra masih menangisi kepergian nenek kamu. Nenek kan sudah pergi beberapa hari yang lalu," lapor Dewi. "Kamu kenapa masih menangisi kepergian nenek?" tanya Farel balik. "Aku sedih dengan kepergian nenek. Ini baru tiga hari saja aku sudah rindu. Memangnya kamu tidak rindu Farel?" tanya Sandra balik. "Halah Sandra, kamu jangan lebay. Nenek itu hanya pergi jalan-jalan. Kamu jangan sok dramatis," sahut Dewi malas. Ya, itu benar. Nek Ningsih tiga hari yang lalu pamit pergi jalan-jalan. Dia ingin pergi ke keliling dunia bersama teman-temannya. Dia akan pulang sebulan kemudian. Sebelum pelantikan bos baru di perusahaan. "Iya Sandra, nenek sudah tiga hari pergi. Kamu kenapa masih menangis sampai sekarang. Dia sudah biasa jalan-jalan keliling dunia dengan temannya. Kamu jangan khawatir sama nenek," sambung Ansel. "Bagi Sandra itu sudah lama. Kenapa juga nenek hobinya keliling dunia. Nenek kalau di rumah sering mengeluh sakit. Kalau temannya ajak keliling dunia, dia langsung sembuh," komplain Sandra. "Kamu ini ada-ada saja. Ayo kita sarapan pagi. Kamu tidak perlu khawatir sama nenek. Kalau nenek sudah lelah dia akan pulang sendiri," kata Farel yang sudah biasa ditinggal sendiri. Farel sudah hidup berdua bersama neneknya sejak kecil. Orang tuanya sudah meninggal karena kecelakaan. Nek Ningsih yang selalu memberikan dia apapun. Nek Ningsih bagaikan nenk, ibu dan ayah bagi Farel sekaligus. Farel meninggalkan mereka berdua di ruang tamu. Dia menuju ke ruang makan. Dewi memberikan tatapan sinis kepada Sandra sebelum dia pergi menyusul Farel. Kemudian dia menggandeng tangan Farel, bukti kalau dia adalah istri kesayangan di rumah itu. Sandra meletakkan bingkai foto nek Ningsih kembali di atas meja. Dia juga menyusul mereka berdua. Dia tidak akan membiarkan Dewi berduaan saja sama Farel. Sekarang pertempuran mereka akan dimulai. Bersambung …."Sandra, sini dong," panggil mereka lagi.Sandra mendekat ke arah mereka berempat. Dia meletakan tas belanjaan di dekat kakinya. "Ayo duduk sini," suruh Tika.Sekarang posisi duduk Sandra berhadapan dengan Dewi. Sedangkan Tika berhadapan dengan Evi dan Anita. Dewi menatap Sandra dengan harap-harap cemas. Dia takut kalau Sandra akan menyinggung status mereka. Dewi tidak mau jika teman-teman tahu jika dia hanya istri kedua. Apalagi Sandra yang menjadi istri pertama. Martabat dia bisa jatuh."Terima kasih," ucapan Sandra setelah duduk dengan nyaman."Kamu ngapain di sini, Sandra? Apa hanya melihat-lihat saja?" tanya Tika memulai membully Sandra."Itu barang kamu banyak amat. Jangan bilang kamu habis dijajanin sama om-om lagi. Upss … maaf Sandra, aku keceplosan ya," hina Evi."Oh ini, ini barang punya nenek yang aku jaga kok," jawab Sandra tidak sepenuhnya berbohong. "Aduh, kasihan sekali kamu. Kamu hanya belanja untuk nenek yang kamu asuh ya. Apa kamu jadi pembantu?" sahut Anita sambi
"Kamu udah berani sama aku, heh.""Kenapa aku takut sama kamu. Sekarang aku istri pertama dan kamu istri kedua," sahut Sandra menantang Dewi. "Kamu jadi istri pertama saja bangga. Kamu harus ingat, perempuan yang dicintai Farel itu adalah aku bukan kamu. Farel nikah sama kamu gara-gara dia ingin membuat aku panas saja. Kamu jangan sombong deh," sindir Dewi.Sandra meremas kedua tangannya. Memang benar apa yang dikatakan oleh Dewi. Tapi dia tidak boleh kalah dari Dewi seperti saat sekolah. Sekarang dia ada yang berkuasa di rumah ini."Ada apa sih, teriak-teriak tidak jelas. Kek di dalam hutan saja," kata bi Ijah mendekat ke arah mereka berdua."Kamu ke sini," panggil Dewi kasar."Eeiiit … kamu siapa berani bersikap kasar," sahut bi Ijah tidak terima."Kamu berani melawan aku, hah!" bentak Dewi."Memangnya kamu siapa di sini. Tuan rumah juga bukan," ujar bi Ijah tidak takut. "Aku ini istri Farel. Jadi otomatis aku juga pemilik rumah ini.""Ini aku yang pikun atau kamu yang sudah pikun
Sandra sebelum ke ruang makan pergi ke dapur dulu. Dia akan mengambil makanan yang telah dia siapkan untuk Farel. Tangannya meletakkan sarapan pagi berupa nasi goreng dengan telaten. Setelah semua selesai ditata rapi di atas meja, Sandra duduk di sebelah kanan Farel. Sedangkan di sebelah kiri duduk Dewi. "Lho, kok hanya ada dua piring. Buat aku mana, Sandra?" tanya Dewi tidak kebagian piring."Kamu kan masih sehat. Kamu bisa ambil piring sendiri di dapur," sahut Sandra.Sandra meneruskan kegiatannya. Dia menaruh nasi goreng dan lauk pauk ke dalam piring Farel."Kenapa kamu tidak sekalian ambil piring buat aku," protes Dewi."Dewi, aku ini bukan pembantu kamu. Kamu ini istri kedua Farel. Seharusnya kamu lebih menghormati aku sebagai istri pertama Farel. Sudah untung aku mau masak lebih buat kamu. Kamu itu harus bersyukur. Kamu sebagai seorang istri hanya tahu mengurus diri. Kamu juga masak buat suami kamu dong," tegur Sandra."Benar apa yang dibilang Sandra, Dewi. Kamu seharusnya juga
Beberapa hari setelah Dewi dan Farel sudah resmi menjadi suami istri. Nek Ningsih benar-benar pergi meninggalkan Sandra sendiri dengan sangat cepat. Dia pergi sesuai perkataannya. Sekarang Farel juga masih bekerja sebagai pegawai kantoran biasa. Dia hanya menerima gaji layaknya pegawai rendahan. Semua kartu kredit dia sudah ditarik kembali oleh nek Ningsih. Farel menyerahkan semua itu mau tidak mau. Semua dipegang oleh Sandra.Lain Farel lain Dewi, Dewi sama sekali tidak rela. Dia akan tetap bertahan karena yakin jika semua itu hanya akalan nenek Farel saja. Farel dan Dewi tetap tinggal satu rumah dengan Sandra. Dewi tidak mau tinggal di kontrakan. Dia percaya kalau harta Farel tidak mungkin diserahkan semuanya untuk Sandra. Apalagi dia sudah mendapatkan info, sebulan lagi Farel akan dilantik menjadi bos baru di perusahaan. Dengan begitu, Dewi akan bisa menguras harta Farel. Dia harus bertahan selama sebulan saja. Setelah itu dia bisa menyingkirkan Sandra.***Saat ini Sandra sedang
Beberapa saat setelah Farel dan Dewi meminta restu.Sandra menuntun nek Ningsih ke dalam kamarnya. Dia mendudukkan nek Ningsih pada kasur, tempat yang biasa digunakan untuk tidur. Ketika dia ingin menaikkan kaki nek Ningsih agar bisa segera tidur, tapi nek Ningsih menolaknya."Ada apa Nek?" tanya Sandra heran."Nenek tidak capek. Nenek tidak mau tidur dulu," jawab nek Ningsih."Bukannya tadi Nenek katanya mau tidur?" "Itu hanya alasan Nenek saja. Nenek tidak mau lama-lama di sana." "Oh begitu," kata Sandra sedikit menghindar tatapan nek Ningsih.Sandra masih kecewa dengan keputusan nek Ningsih yang merestui hubungan Farel dan Dewi barusan. Besok Farel, suaminya akan menikah lagi. Dia akan dimadu oleh orang yang sering menyakitinya."Kamu kenapa Sandra? Apa kamu marah sama Nenek?" tanya nek Ningsih khawatir.Nek Ningsih telah menganggap jika Sandra adalah bagian dari keluarganya. Tidak ada bedanya dia dan Farel. Mereka berdua sama-sama cucunya."Maaf jika Sandra egois. Sandra tidak b
Aku beralih menatap Dewi dan Farel. Farel terlihat senang. Sepertinya kehilangan harta bagi dia tidak masalah asal bisa menikah dengan Dewi. Tipe bucin tingkat akut yang tidak ada obatnya. Aku heran bagaimana kehidupan Farel saat sekolah. Aku yakin jika dia sering dimanfaatkan orang.Kemudian aku beralih ke arah Dewi. Wajah yang ditunjukkan oleh Dewi seakan matanya mau keluar. Aku yakin kalau Dewi tidak akan setuju. Mana mau orang matre menikah dengan orang yang tidak memiliki harta lagi.Tapi dibanding itu semua, aku tidak tahu kenapa nek Ningsih memilih syarat seperti itu. Syarat itu bisa merugikan mereka jika aku jadi penghianat dan membawa kabur semua harta itu."Kalian setuju?" "Iya, aku setuju," sahut Farel."....""Kamu setuju kan sayang. Tadi kamu bilang kamu akan mencintai aku apa adanya. Kamu mencintai aku bukan karena harta kan? Jadi kamu tidak apa-apa kalau aku akan kehilangan semuanya," tanya Farel beralih ke Dewi.Dewi hanya diam. Dia belum menjawab apapun. Mana mungkin







