LOGINPenundaan itu kini memiliki bentuk.Tidak lagi berupa surat tanpa kop atau rapat yang dibatalkan dengan alasan teknis. Kali ini, ia hadir sebagai keputusan administratif yang sah—tertulis, ditandatangani, dan disahkan oleh prosedur yang tidak bisa langsung dipatahkan.Keira membaca memo internal itu dengan dahi berkerut.Peninjauan ulang mandat sementara terhadap lingkup audit lintas wilayah.Kalimatnya bersih. Terlalu bersih.“Ini pemotongan,” kata Keira pelan.Nero berdiri di belakangnya, membaca dari bahunya. “Dan dilakukan oleh orang-orang yang tidak terlihat kemarin.”Keira mengangguk. “Mereka tidak menghentikanku. Mereka mengecilkanku.”Pemotongan lingkup berarti satu hal: kasus-kasus yang paling sensitif—yang menyentuh persimpangan kepentingan—dikeluarkan dari wewenangnya. Yang tersisa hanya pemeriksaan teknis, aman, dan tidak mengganggu siapa pun yang benar-benar berkuasa.Keira menutup memo itu
Surat itu datang tanpa kop.Tidak ada logo. Tidak ada nama lembaga. Hanya satu halaman kertas putih dengan jenis huruf standar dan kalimat yang terlalu rapi untuk disebut kebetulan.Keira membacanya dua kali sebelum benar-benar memahami maksudnya.Sehubungan dengan peninjauan lintas lembaga, kami meminta Anda menunda seluruh aktivitas audit hingga pemberitahuan lanjutan.Tidak ada tanda tangan. Tidak ada dasar hukum yang jelas. Hanya satu kalimat penutup yang terasa seperti peringatan samar.Keputusan ini bersifat sementara.Keira meletakkan surat itu di meja, menatapnya lama.“Ini bukan prosedur,” katanya pelan.Nero berdiri di ambang pintu ruang kerja, membaca dari jarak aman. “Bukan larangan juga.”“Justru itu,” jawab Keira. “Ia menggantung.”Keira membuka laptop, mengakses sistem internal lembaga tempat ia bekerja. Tidak ada pemberitahuan resmi. Tidak ada memo lanjutan. Seolah surat itu tid
Setahun kemudian.Keira berdiri di depan jendela ruang kerjanya yang baru, menatap jalan kecil di bawah sana. Tidak ada gedung menjulang, tidak ada logo perusahaan raksasa. Hanya deretan pohon yang ditanam rapi oleh pemerintah kota dan lalu lintas pagi yang bergerak tanpa tergesa.Ia menyukai tempat ini karena tidak menuntut apa pun.Di meja kerjanya, map laporan terbuka—hasil audit dari sebuah institusi publik daerah. Tidak ada angka fantastis, tidak ada transaksi mencurigakan berskala nasional. Hanya kesalahan-kesalahan kecil yang jika dibiarkan akan tumbuh menjadi kebiasaan.Keira menandai beberapa catatan, lalu menutup map itu.Ia belajar bahwa perubahan jarang datang dari ledakan besar. Lebih sering, ia muncul dari koreksi yang konsisten.Ketukan ringan terdengar di pintu.“Masuk,” kata Keira.Seorang staf muda menyodorkan secangkir kopi. “Agenda siang sudah siap. Tidak ada media.”Keira tersenyum
Sidang itu tidak ramai seperti yang dibayangkan banyak orang.Tidak ada teriakan. Tidak ada kerumunan kamera yang saling dorong. Hanya ruangan formal dengan bangku kayu, dinding pucat, dan udara yang dingin karena pendingin ruangan disetel terlalu rendah. Semua terasa fungsional—seolah hukum sengaja menolak emosi.Keira duduk di barisan saksi.Ia mengenakan setelan sederhana, tanpa perhiasan, tanpa warna yang mencolok. Rambutnya terikat rapi. Wajahnya tenang, meski jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.Leonard duduk beberapa meter di depannya.Ia tampak lebih tua. Bukan karena waktu, melainkan karena kelelahan menahan narasi yang runtuh satu per satu. Ketika matanya bertemu dengan Keira, tidak ada kemarahan yang tersisa. Hanya penghitungan terakhir S iapa yang masih berdiri, dan siapa yang sudah jatuh.Ketika Keira dipanggil untuk memberikan kesaksian, ia berdiri tanpa ragu.Ia tidak berbicara panjang. Tidak m
Pemanggilan itu akhirnya datang.Tidak lewat bocoran media. Tidak juga lewat bisik-bisik jaringan lama. Kali ini resmi—tertulis, bertanggal, dan tidak bisa dipelintir.Leonard diminta hadir sebagai pihak terperiksa.Berita itu tidak meledak. Ia menyebar perlahan, seperti retakan pada kaca tebal—tidak langsung hancur, tetapi cukup untuk membuat semua orang berhenti bergerak sembarangan.Keira membaca surat pemberitahuan itu di ruang kerja kecilnya, tangan tetap tenang meski dadanya terasa berat. Ini bukan kemenangan. Ini titik tanpa ilusi.“Dia akan melawan habis-habisan,” kata penasihat hukumnya. “Dan caranya tidak akan bersih.”Keira mengangguk. “Dia tidak pernah bersih.”“Dia akan mencoba menjatuhkanmu sebagai saksi,” lanjutnya. “Secara personal.”Keira menutup map. “Dia sudah melakukannya.”Serangan itu datang dua jam kemudian.Sebuah artikel panjang terbit di media nasional, ditulis dengan gaya investigatif, penuh kutipan anonim dan potongan narasi lama yang disusun ulang.Judulny
Keira menyalakan laptop saat kota masih setengah terjaga.Cahaya pagi menyelinap tipis melalui celah tirai, memantul di layar yang menampilkan satu folder lama—folder yang selama ini ia buka hanya untuk memastikan isinya masih ada. Ia tidak pernah benar-benar berniat menggunakannya. Tidak sampai semuanya mendorong ke titik ini.Rekaman rapat internal, tiga tahun lalu.Tanggalnya tercetak jelas. Nama peserta tercatat rapi. Dan di antara suara-suara yang samar, satu suara terdengar terlalu yakin—terlalu tenang membicarakan sesuatu yang seharusnya tidak pernah menjadi strategi.Leonard.Keira menekan play.Suara itu memenuhi ruangan kecil, membawa kembali aroma ruang rapat lama, kopi yang mendingin, dan keputusan-keputusan yang diambil dengan senyum tipis. Ia mendengarkan tanpa emosi berlebihan, mencatat menit demi menit, memastikan tidak ada potongan yang bisa dipatahkan.Ini bukan bukti yang sempurna. Tapi ini cukup untuk mengubah arah.Ponselnya bergetar.Nero.“Kamu belum tidur,” kat







