Share

Terpaksa Jadi Istri Ketiga Juragan Empang
Terpaksa Jadi Istri Ketiga Juragan Empang
Author: YeosinD

Bab 1

Seorang gadis berlari dengan air mata yang sudah jatuh membasahi pipi, mengikuti langkah pria paruh baya yang menuntunya. Deru napasnya keras terdengar namun Ia tetap melangkahkan kakinya dengan cepat.

Namanya Gendis Rahayu, ia masih duduk di bangku SMA dan terlahir dari keluarga yang sederhana.

"Ya Allah, semoga saja Bapak baik-baik saja," batin Gendis berdoa sepanjang jalan.

Pandanganya samar-samar menatap jalanan yang ia pijak dengan kaki yang bergetar.

"Bapak." Gendis berlari menghampiri Hartono yang sudah terbaring lemas di ranjang. Wajahnya pucat dan matanya sendu setengah terpejam.

"Sepertinya bapak kamu sakitnya tambah parah, Gendis. Apa tidak sebaiknya kita bawa saja ke rumah sakit," ucap pria yang menjemput Gendis dari sekolahnya.

Ia terpaksa menjemput Gendis dan membawanya pulang karena ia yang tak sengaja menemukan Hartono yang tergeletak di belakang rumah.

"Tapi aku nggak punya uang, Pak," jawab Gendis dengan air mata yang masih berlinang. Tangannya menggenggam erat tangan Hartono yang terasa sangat dingin dan bergetar.

"Uhuk, uhuk!" Hartono terbatuk sampai mengejang.

"Bapak, " ucap Gendis semakin panik.

Tiba-tiba saja mereka dikejutkan dengan suara ketukan pintu yang cukup keras hingga terdengar cukup jelas di telinga Gendis.

"Sebentar, ya, Gendis. Biar bapak yang buka pintunya," ucap pria yang berdiri tak jauh dari Gendis. Ia segera menghampiri pintu dan membukanya perlahan.

"Dimana Hartono? Panggil dia keluar!" Suara seorang pria yang mencari Hartono terdengar cukup nyaring hingga Gendis dapat mendengarnya dengan jelas.

"Pak Hartono sedang sakit, Juragan. Ada apa Juragan datang kemari?" tanya pria itu.

Namun, bukannya menjawab, Karta si Juragan empang dengan sangat tidak sopan, menerobos masuk mencari Hartono.

"Hartono keluar kamu! Bayar hutang mu!" teriaknya sembari menyibak gorden pintu dan seketika Ia pun menemukan Hartono yang sedang terbaring di atas ranjang.

Di sisi ranjang, Gendis duduk menemani Hartono. Kedua matanya membulat sempurna menatap pria bertubuh pendek dengan perut buncit yang menyembul seperti wanita hamil.

"J-juragan." Gendis segera bangun dari duduknya.

Begitu juga dengan Hartono yang segera mengubah posisinya menjadi duduk saat Karta menerobos masuk ke kamarnya tanpa permisi.

"Rupanya kamu malah enak-enakan tiduran di sini, ya! Bayar hutang mu! Kamu sudah menunggak 5 bulan!" Kedua mata Karta mendelik.

"S-saya belum punya uang, Juragan. Saya minta maaf karena belum bisa membayar hutang saya. Saat ini saya sedang sakit dan hasil dari kebun pun sedang turunturun, jadi saya belum bisa membayar hutang saya pada Juragan," ucap Hartono dengan suara lemas.

"Halah alasan saja! Bilang saja kamu nggak mau bayar, kan! Aku sudah sering menemui orang seperti kamu! Pokoknya aku nggak mau tahu, kamu harus bayar lunas semua hutang mu sekarang juga!" Tegas Karta sembari membenahi topi cowboy miliknya.

"Saya minta keringanan waktu lagi, Juragan. Saya janji akan membayarnya saat saya sudah punya uang," pinta Hartono meminta keringanan. Ia tetap menyelesaikan kalimatnya meski terkadang diselingi batuk yang beruntun.

Hati Gendis sangat sakit melihat Hartono dibentak oleh pria di depannya. Pria yang dikenal paling kaya di kampungnya.

"Tolong beri saya waktu lagi, Juragan. Saya janji akan segera melunasinya," ucap Hartono lagi.

"Tidak bisa! Kamu harus membayarnya sekarang atau aku akak menyita rumah ini yang sudah kamu jadikan jaminan," ucap Karta menunjuk wajah Hartono dengan tingkat yang ia pegang.

Mendengar rumahnya akan disita membuat Gendis tak lagi bisa tinggal diam.

Gendis berjalan menghampiri Karta dan langsung bersujud di depannya.

"Tolong beri bapak saya keringanan, Juragan. Kami janji akan segera membayar hutang kami tapi tolong jangan sita rumah kami. Hanya ini yang kami miliki," rintih Gendis memohon pada Karta.

Karta pun menurunkan tatapannya pada gadis cantik yang dijuluki sebagai kembang desa di kampung itu. Kini kembang desa itu tengah berlutut dan memohon padanya.

Karta menyipitkan kedua matanya mencoba menebak dalam hati saat melihat Gendis yang berada di bawa kakinya.

"Cantik sekali gadis ini. Apa dia adalah anak Hartono? Apa Hartono punya anak secantik ini?" batin Karta bertanya-tanya.

"Siapa kamu berani ikut campur hah! Jangan ikut campur urusan kami!" Karta menendang Gendis hingga terjengkang.

Namun Gendis tak menyerah, meski ia sempat terjengkang tapi ia segera bangkit lagi dan kembali bersimpuh di kaki Karta.

"Hei apa-apaan kamu ini, hah! Hei Hartono, apa dia ini anakmu?" tanya Karta pada Hartono. Kakinya masih terus bergerak mencoba menyingkirkan Gendis dari kakinya.

"Maafkan Gendis anakku, Juragan." Hartono dengan terhuyung turun dari ranjangnya dan menghampiri Gendis yang sudah menangis di kaki Karta.

" Bangun, Nak. Kamu tidak perlu melakukan ini," ucap Hartono lirih. Ia mengangkat tubuh Gendis agar tak berlutut lagi di kaki Karta.

"Saya mohon Juragan. Tolong beri saya waktu sedikit lagi. Saya janji akan membayarnya," ucap Hartono lagi sambil terbatuk.

Namun, Karta malah salah fokus pada wajah Gendis yang tengah menunduk dan menangis di dalam dekapan tangan Hartono.

"Namanya Gendis, jadi benar dia adalah kembang desa di kampung ini. Rupanya dia adalah anaknya Hartono" batin Karta yang baru melihat secara langsung kembang desa yang sering menjadi buah bibir orang-orang kampung karena kecantikannya.

Wajah bulat dengan pipi chubby dan badannya yang tidak terlalu tinggi namun berisi. Belum lagi kulitnya yang seputih susu membuat Gendis terlihat sangat cantik hingga dijuluki sang kembang desa.

"Sepertinya kalau aku punya anak dari gadis secantik dia, anakku akan menjadi rupawan," batin Karta yang pikirannya sudah melayang jauh saat menatap wajah Gendis yang anggun.

"Hartono, kamu kan punya anak secantik ini. Kenapa kamu nggak memanfaatkannya untuk melunasi hutang mu," ucap Karta genit. Tangannya mencolek dagu Gendis dengan sangat tudao sopan membuat Gendis sedikit takut.

Hartono pun sedikit tak terima dengan perlakuan Karta pada Gendis saat itu. Belum lagi ucapan Karta yang membuat Hartono semakin geram.

"Maksud juragan Karta apa?" Hartono menaikkan pandangannya.

"Aku bisa kok menganggap lunas semua hutang mu itu asal kamu membiarkan Gendis menjadi istriku," ucap Karta tanpa ragu.

"A-apa? Apa Juragan ingin menjadikan Gendis istri ketiga? Tidak Juragan, aku tidak mau melihat anakku menjadi istri ketiga Juragan." Hartono menolak dengan sangat tegas.

"Oh jadi kamu tidak mau menikahkan anakmu ini denganku? Baiklah, kalau begitu berarti kamu harus membayar semua hutang mu besok atau aku akan menyita rumah kalian secara paksa," ancam Karta sembari tertawa.

"Kamu harus ingat Hartono, kamu punya anak satu lagi yang masih bersekolah. Aku rasa kalau kamu menyerahkan satu anakmu padaku, itu tidak masalah. Aku justru akan membahagiakan anakmu dan aku juga akan menganggap lunas semua hutang mu padaku walaupun itu tidak sedikit, aku tidak masalah," ucap Karta dengan sombongnya.

"Pak, Gendis nggak mau menikah dengan dia, Pak." Gendis menggelengkan kepalanya.

"Kamu tenang saja, Gendis. Bapak juga tidak rela kamu menikah dengannya," jawab Hartono menatap Gendis yang sudah semakin sesenggukan di dalam pelukannya.

Karta yang mendengar obrolan keduanya pun hanya bisa tersenyum.

"Baiklah kalau begitu. Kalian pikirkan saja tawaran dariku ini. Mau membayar lunas hutang kalian besok atau nikahkan saja anak gadis mu itu denganku," ucap Karta lagi sembari membalikkan badannya dan hendak pergi meninggalkan mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status