Share

152. Darah Segar

Auteur: A mum to be
last update Dernière mise à jour: 2025-09-01 16:09:06

Suara benturan keras menggema, memecah ketenangan lantai dua kafe yang semula hanya dipenuhi bunyi sendok beradu dengan gelas dan ketikan laptop. Beberapa pengunjung refleks berdiri dari kursi mereka, sebagian lain hanya mampu menoleh dengan mata membelalak. Semua pandangan tertuju ke arah tangga.

Tubuh Aurelia terhempas di dasar anak tangga dengan posisi miring, kepalanya hampir membentur lantai kayu keras. Napasnya tercekat, wajahnya pucat pasi. Sakit yang menusuk dari perut bawah menjalar hingga kakinya, membuat seluruh tubuhnya gemetar hebat.

“Ya Tuhan!” pekik seorang barista. Nampan di tangannya bergetar hebat, hampir saja cangkir-cangkir kopi tumpah berhamburan. Ia buru-buru meletakkan nampan itu di meja terdekat lalu berlari mendekat.

Tak jauh dari situ, Kirana yang sebelumnya berdiri di balik tiang dengan ekspresi penuh kepuasan, langsung menggant

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Chapitre verrouillé

Latest chapter

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   159. Biar Waktu Yang Menjawab

    “Short course-nya kemungkinan besar di Australia. Cuma aku belum tahu di bagian mananya,” ucap Aurelia dengan sorot mata berbinar. Ada semacam cahaya baru yang terpancar dari dirinya, seolah mimpi yang dulu hanya dipendam kini mendekati nyata. “Aku akan menetap di sana hanya tiga bulan … mungkin?” lanjutnya, sedikit ragu tapi juga penuh harapan.Nyonya Lestari terdiam. Bibirnya sempat bergerak hendak berkata sesuatu, namun tak ada suara keluar. Bagi perempuan itu, mendengar Aurelia bicara dengan penuh semangat seperti ini membuat hatinya bergetar. Ia baru sadar, selama ini terlalu sibuk mengukur Aurelia dengan standar dirinya, hingga lupa bahwa menantunya ini punya mimpi dan jalan hidup sendiri.Gian sudah berada di kamar sejak tadi. Pikiran lelaki itu kusut, terlalu banyak yang bergelayut dalam benaknya. Sementara di ruang tamu, percakapan Aurelia dengan kedua mertuanya terus berlanjut.“Ayah akan dukung apa pun yang membuat

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   158. Apa Kau Sungguh-Sungguh?

    Kata-kata yang meluncur dari bibir Aurelia—disusul nasihat penuh ketegasan sekaligus dukungan dari ayahnya sendiri—menusuk lebih dalam daripada luka apa pun yang pernah ia rasakan sepanjang hidupnya. Jantungnya berdegup kencang, namun tubuhnya kaku membeku. Ia berdiri di ambang pintu, menyaksikan sang istri duduk dengan tatapan yang tak lagi sama. Ada cahaya samar di mata Aurelia, seolah ia menemukan secercah jalan baru—jalan yang tak lagi melibatkan dirinya.Gian menelan ludah yang getir. Tangannya mengepal begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih. Wajahnya memucat. Ada dorongan kuat untuk berbalik, pura-pura tak pernah mendengar ucapan itu. Namun naluri hatinya menolak. Aurelia adalah rumahnya, jangkar yang selama ini menahan dirinya agar tidak tenggelam. Bagaimana mungkin ia bisa diam saja ketika rumah itu hendak menjauh, meninggalkannya sendirian?Dengan langkah berat, ia mendo

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   157. Sebuah Kesempatan, Penawaran Yang Langka

    Langit sore berangsur gelap, membawa hawa dingin yang kian menusuk. Lampu kamar menyala temaram, cahaya kuning redup itu membiaskan bayangan panjang di dinding. Dalam keheningan yang hampir mencekik, kata-kata Aurelia masih bergaung di udara, seperti gema yang tak mau hilang.“Aku ingin kita berpisah saja.”Ucapan yang terlontar beberapa saat lalu itu jatuh bagai palu godam, menghantam tepat di dada Gian. Ia terdiam, tubuhnya terpaku, jantungnya berdentum tak beraturan tapi anehnya terasa beku. Tatapannya lurus ke arah istrinya yang duduk di tepi ranjang. Wajah Aurelia datar, matanya kosong, seolah bukan lagi wanita yang dulu selalu tersenyum lembut menatapnya.Sunyi menyelubungi kamar. Hanya suara jam dinding yang terdengar, berdetak perlahan, seperti menghitung waktu menuju kehancuran.Beberapa saat kemudian, Gian menarik napas panjang. Suaranya rendah, dalam, namun sarat dengan tekad yang tak tergoyahkan.“Aku…

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   156. Jangan Tinggalkan Dia

    “Kalau memang akhirnya begitu… apakah itu berarti aku pengecut? Atau justru berarti aku berani menyelamatkan diriku sendiri?”Nyonya Lestari menahan napas, wajahnya pucat. Pertanyaan Aurelia seperti kilatan pisau yang menghujam dadanya. Ia menggenggam lebih erat tangan menantunya, berusaha menyalurkan kekuatan yang bahkan ia sendiri tak yakin masih punya.“Lia… jangan berkata seperti itu,” ucapnya dengan suara gemetar. “Gian memang keras kepala, tapi dia bukan lelaki tanpa hati. Ibu tahu dia akan sangat kehilangan arah tanpa dirimu. Jangan tinggalkan dia begitu saja.”Kata-kata itu membuat Aurelia terdiam. Bukan karena ia percaya, tapi justru karena hatinya terasa semakin remuk. Luka yang ditorehkan suaminya terlalu dalam untuk bisa sembuh hanya dengan permohonan orang lain.Sore itu, cahaya keemasan matahari menembus kaca jendela besar ruang tengah rumah keluarga Mahesa. Kilau hangatnya memantul di dinding, seolah berusaha menghapus jejak muram yang seja

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   155. Mungkin Aku Belum Layak

    Rumah itu seakan kehilangan napasnya. Sejak kejadian di kafe, dinding-dinding yang biasanya dipenuhi percakapan kini hanya memantulkan sunyi. Udara terasa dingin, bahkan di siang hari. Aurelia tetap bertahan di kamar, menolak setiap ajakan bicara dari Gian. Hanya suara pintu diketuk dan langkah berat suaminya yang sesekali berhenti di depan pintu kamarnya yang ia dengar—dan itu pun selalu ia abaikan.Hari-hari terasa lambat, seperti waktu enggan bergerak. Aurelia lebih sering berbaring menatap langit-langit, menutup diri dari semua hal yang bisa mengingatkan pada luka.Namun, pagi itu berbeda. Dari luar terdengar riuh samar, suara pintu depan dibuka dengan tergesa, lalu langkah-langkah kaki asing yang berat. Aurelia sempat beranjak ke tepi jendela, menyingkap tirai tipis. Dari sana, ia melihat dua orang berpakaian rapi memasuki rumah, ditemani seorang aparat kepolisian. Mereka berbincang singkat den

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   154. Membisu

    Sunyi terasa lebih menyesakkan daripada ributnya pertengkaran. Sejak Aurelia terjatuh di kafe kemarin sore, Gian tak bisa melepaskan rasa bersalah yang terus menggerogoti dadanya. Ingatan tentang laporan terkait darah yang merembes hingga ke betis istrinya masih menghantui, begitu pula wajah pucat Aurelia yang nyaris membuat jantungnya berhenti.Ia masih ingat jelas Aurelia terbaring di ranjang rumah sakit, napasnya teratur, namun tatapannya dingin dan kosong. Tidak ada amarah, tidak ada jeritan. Justru itu yang membuat Gian semakin tertekan.Gian duduk di kursi samping ranjang, kedua tangan bertaut gelisah. “Lia…” panggilnya lirih, seolah takut suaranya pecah. Namun, Aurelia hanya memalingkan wajah ke arah jendela. Ia bahkan tidak menoleh sekilas.Hati Gian mencelos. Inilah hukuman paling berat: bukan teriakan, bukan tangisan, melainkan kehening

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status